ONAR

Kata onar telah melahirkan “keonaran” itu sendiri. Pasal keonaran diujikan ke Mahkamah Konstitusi. Makna dan tafsirnya didiskusikan hingga di ruang pengadilan. Kata dan makna onar tampaknya hidup dalam Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan kamus karena dalam korpus kata itu selalu berpusar pada keduanya.

Menurut penjelasan peraturan itu, Pasal 14 dan 15 menggantikan, dengan memperluas, Pasal 171 dari peraturan pidana peninggalan Belanda. Dalam Pasal 171 Wetboek van Strafrecht (1921) terdapat rumusan “barang siapa jang menerbitkan roesoeh diantara pendoedoek negeri sebab menjiarkan kabar bohong”. Kata roesoeh diterjemahkan dari onrust. Dalam Pasal 14 dan 15 kata rusuh diganti dengan kata onar yang didefinisikan “lebih hebat daripada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya”. Mengukur kegelisahan dan goncangan hati memang lebih sulit tinimbang mengukur kerusuhan, tetapi unsur perluasannya bukan pada frasa itu melainkan pada rumusannya. Rumusan Pasal 14, Ayat 1 mirip dengan Pasal 171, yaitu “dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran”. Pasal 14, Ayat 2 dirumuskan “menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita itu adalah bohong”. Pasal 15 dirumuskan “menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran.” Pasal 14, Ayat 1 mengeksplisitkan kehadiran berita bohong dan keonarannya, sementara Pasal 14, Ayat 1 dan Pasal 15 mengeksplisitkan hadirnya kemampuan orang yang menyebarkan suatu berita untuk menyangka/menduga terkait potensi kebohongan pada suatu berita beserta potensi keonarannya.

Adakah hubungan kemampuan dan pengetahuan dengan keonaran? Ada! Beberapa kamus memberikan keterangan bahwa kata honar/onar berasal dari bahasa Persia, honar. Dictionary Persian, Arabic, and English (1852) dan Persian-English Dictionary (1896) menerakan honar sebagai ‘art, skill, science, knowledge, profession, virtue, talent, ingenuity, excellence’. Onar terkait dengan seni, keterampilan, kecerdikan, dan pengetahuan. Dalam Syair Tawarikh Zainal Abidin (1936) kata honar disandingkan dengan kata pandai: “Mat Pitas di Pasir Nyiur tersangat pandai membuat honar” dan dalam Kitáb Boenga Rampai (1890) perbuatan pelanduk jenaka yang memperdaya dan menaklukkan banyak binatang rimba disebut honar karena ia banyak honarnya (akal/cerdik).

Makna seni (kunst) masih tercatat dalam Maleisch-Nederlandsch Woordenboek (1877) meskipun korpus tidak menunjukkan contoh pemakaiannya. Sementara Pijnappel (1874) mendefinisikan onar sebagai deugd, uitmendheid ‘kebaikan dan keunggulan’ tetapi bermakna ‘akal’ dalam konteks ‘tipu’, yaitu  streek dan kwade praktijk.

Raja Ali Haji dalam Kitab Pengetahuan Bahasa menjelaskan onar/honar sebagai ‘kelakuan yang tiada patut yang memberi kesusahan, atau memberi cedera’. Dalam buku Apa Kowé Bitjara Melajoe (1878) dan Nieuw Hollandsch Laagmaleisch Woordenboekje kata honar digunakan sebagai terjemahan untuk smaad yang sekarang lazim dipahami sebagai ‘fitnah’. Sementara dalam Noodzakelijk Handwoordenboek der Nederduitsche en lag Maleische Taal (1844) honar diterjemahkan dengan onteeren ‘aib, mempermalukan’. Sebagai contoh, dalam Hikayat Sultan Taburat (1885) diceritakan seorang anak raja menyimpan rahasia kelakuan istrinya karena takut onar (malu). Sementara Hikayat Sang Bima (1696) mencatat “jikalau dialahkan orang menjadi onarlah (malu/aib)”

Kamus Moderen Bahasa Indonesia (tt) mendefinisikan honar sebagai ‘tipu, daja, akal, olah, perbuatan djahat, hina dan kedji’. Berbuat onar berarti ‘berbuat djahat, berbuat tjabul, berbuat huru-hara’. Kamus Indonesia Ketjik (1943) mendefinisikan honar sebagai ‘muslihat membuat djahat, perbuatan yang kotor’. Makna berbuat cabul tercatat dalam Syair Awai (1868): “hilang dara aku bukannya honar. Ada saya satu waktu, saya bermain di atas batu, jadilah saya jatuh di situ”.

Onar memang selalu berdekatan dengan kebohongan sebagaimana dicatat dalam Dalang atawa Segala Tjerita dan Dongeng (1866):”maka orang jang poenja kata tiada boleh di pertjaja ija mengardjakan banjak onar dan tjelaka”. Demikian juga dalam Syair Nyai Dasima (1912): “kerja jahat dusta honar, bau busuk lekas tenar”.

Onar mewujud dalam banyak bentuk. Onar dan keonaran tidak semata terjadinya atau mungkin terjadinya kerusuhan atau kekacauan. Ia menyiratkan adanya usaha sadar untuk menyiarkan berita bohong, tidak pasti, tidak lengkap, atau berita yang dilebih-lebihkan yang menyebabkan atau mungkin menyebabkan kerusuhan atau kekacauan.

Asep Rahmat Hidayat

Penulis adalah Anggota KKLP Perkamusan dan Peristilahan, Badan OPengembangan dan Pembinaan Bahasa

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa