Kajian Vitalitas Bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat

Kabupaten Pesisir Barat merupakan kabupaten termuda di Provinsi Lampung yang memiliki potensi wisata hingga mancanegara. Nama Krui sebagai ibu kota Kabupaten Pesisir Barat ini sangat terkenal dan tidak asing lagi di kalangan wisatawan lokal dan mancanegara. Selain penginapan yang menjamur, adanya Bandara Muhammad Taufiq Kiemas di Kabupaten Pesisir Barat semakin menambah kemudahan akses wisatawan dari Bandarlampung. Banyaknya wisatawan dan kemudahan akses transportasi membuat penggunaan bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat perlu mendapat perhatian. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa bersama Kantor Bahasa Provinsi Lampung melakukan kajian vitalitas bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat. Kajian ini dilakukan pada tanggal 20—26 Juni 2021 dengan menerapkan protokol kesehatan ketat yang berlaku sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan. Pelaksana kajian vitalitas bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat ini adalah Satwiko Budiono dari Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra bersama dengan Ratih Rahayu dan Sustiyanti dari Kantor Bahasa Provinsi Lampung.

Kajian vitalitas bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat ini termasuk ke dalam upaya pelindungan bahasa lanjutan dari kegiatan pemetaan bahasa sebelumnya. Meskipun lokasi daerah pengamatan pemetaan bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat berada di Pulau Pisang, tetapi kajian vitalitas kali ini tidak dapat dilanjutkan di daerah pengamatan yang sama. Hal ini disebabkan kajian vitalitas membutuhkan responden sebanyak 120 responden dengan mempertimbangkan jumlah proporsi seimbang responden laki-laki dan perempuan ke dalam empat kelompok usia, yaitu (1) usia <20>60 tahun. Sementara itu, penduduk Pulau Pisang hanya sekitar <1>60 tahun, sedangkan sebagian besar kelompok usia <20>

Dengan berbagai pertimbangan dan rekomendasi dari penutur bahasa Lampung di Pulau Pisang maupun pemerintah daerah setempat, penutur bahasa Lampung di Pekon Penengahan, Kecamatan Karya Penggawa menjadi pilihan daerah pengamatan kajian vitalitas bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat. Salah satu alasannya adalah Pekon Penengahan termasuk ke dalam desa tua penutur bahasa Lampung di kabupaten ini selain Pulau Pisang. Selain itu, penutur bahasa Lampung di Pekon Penengahan ini juga terbilang banyak karena ada >2.000 jiwa sehingga kriteria dan jumlah responden terpenuhi untuk melakukan kajian vitalitas. Penanda yang paling terlihat jelas dari Pekon Penengahan termasuk ke dalam desa tua adalah bangunan rumahnya yang masih menggunakan rumah panggung dua lantai layaknya rumah adat dan terletak di pinggir sungai. Hal tersebut kontras dengan bangunan rumah di pekon atau desa lain yang menggunakan beton dan hanya berlantai satu. Yasir selaku Kepala Pekon Penengahan atau biasa disebut Peratin juga mengungkapkan bahwa penggunaan bahasa di Pulau Pisang maupun di Pekon Penengahan ataupun pekon lainnya itu sama dan tidak sedikit juga terdapat perkawinan dengan pekon lainnya sehingga Pekon Penengahan dapat mewakili penggunaan bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat.

Dari hasil diskusi kelompok terpumpun dengan 120 responden yang terbagi ke dalam empat kelompok usia tersebut, dapat diketahui bahwa penutur bahasa Lampung di Pekon Penengahan menyepakati penggunaan bahasa Lampung masih tergolong aman. Hal ini didasarkan oleh beberapa aspek di antaranya semua kelompok usia mulai dari <20>60 tahun masih menggunakan bahasa Lampung dalam komunikasi sehari-hari, baik di rumah maupun tempat publik walaupun adanya perkembangan teknologi, kemudahan transportasi, maupun interaksi dengan wisatawan lokal luar daerah hingga wisatawan mancanegara. Selain itu, penutur bahasa Lampung yang menikah dengan pendatang atau penutur bahasa lain dapat dipastikan menggunakan bahasa Lampung dan tidak terpengaruh bahasa daerah lain selama masih bertempat tinggal di Kabupaten Pesisir Barat karena dominasi penggunaan bahasa Lampung yang masih kuat. Aspek lainnya yang menandakan kesepakatan status bahasa Lampung aman adalah penutur kelompok usia <20>

Meskipun demikian, kesepakatan penutur bahasa Lampung di Pekon Penengahan tersebut masih harus dibuktikan secara kuantitatif berdasarkan kuesioner yang telah diisi pada saat kajian vitalitas bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat. Hal ini penting karena hasil indeks daya hidup dari kuesioner tersebut menjadi penentu status bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat mulai dari aman, rentan, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis, atau punah. Berdasarkan indeks daya hidup tersebut juga dapat diketahui kelebihan atau kelemahan indikator mana saja dari penggunaan bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat. Sementara itu, kesepakatan penutur bahasa Lampung pada saat diskusi kelompok terpumpun dijadikan sebagai pembanding antara kesesuaian isian kuesioner dan pengakuan masyarakat. Semua itu dilakukan untuk dapat menggambarkan situasi dan kondisi penggunaan bahasa Lampung di Kabupaten Pesisir Barat secara komprehensif sehingga rekomendasi kebijakan dalam upaya pelindungan bahasa selanjutnya dapat dilakukan.

-----------------------------------------------

*Penulis adalah peneliti bahasa di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Memiliki minat yang besar terhadap penelitian bahasa dan budaya di Indonesia, khususnya pemetaan bahasa (dialektologi), sosiolinguistik, leksikografi, konservasi bahasa, revitalisasi bahasa, maupun bahasa terancam punah dalam rangka pelindungan bahasa.

Satwiko Budiono

...

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa