Pembelajaran Daring Mata Pelajaran Bahasa Indonesia bagi Siswa Berkebutuhan Khusus

Pandemi Covid-19 yang melanda di beberapa negara termasuk di Indonesia berdampak pula pada kegiatan pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar yang semula dilaksanakan di sekolah secara luar jaringan (luring), kini telah beralih menjadi pembelajaran dalam jaringan (daring). Situasi dan kondisi yang tidak mendukung pembelajaran luring ini membuat pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengambil tindakan dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor 40 Tahun 2020 Tentang “Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19)”. Selanjutnya mengacu kebijakan tersebut wajah pendidikan di Indonesia menampilkan antara lain: penghapusan Ujian Nasional (UN); perubahan sistem Ujian Sekolah (US); perubahan regulasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB); dan penetapan belajar dari rumah (pembelajaran daring). 

Upaya pemerintah untuk menunjang pembelajaran daring dan mengoptimalkan penyelenggaraan pendidikan ini salah satunya dengan mengalokasikan dana sebesar Rp8,9 T untuk subsidi kuota internet dan tunjangan profesi pendidik. “Ini yang sedang kami akselarasi secepat mungkin agar bisa cair,” ujar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem  Makarim, pada Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, yang berlangsung semi daring di Jakarta, Kamis (27/8/2020). Awalnya kebijakan belajar secara daring di rasa tepat di masa pandemi. Wali murid dan pegiat pendidikan menilai bahwa ini adalah cara terbaik untuk menekan laju kembangnya penyebaran virus dan melindungi para siswa dari paparan Covid-19.  Oleh karena itu, pemerintah berupaya agar proses belajar dilaksanakan di rumah. Upaya yang dilakukan oleh sekolah juga bermacam-macam diantaranya yaitu mengadakan pembelajaran secara daring menggunakan aplikasi Whatsapp, Google Meet, Zoom, Google Classroom dan sejenisnya.

Pembelajaran daring menurut Latjuba Sofyana (2019) bertujuan untuk memberikan layanan yang baik dan bermutu dalam pembelajaran melalui jaringan yang bersifat terbuka untuk menjangkau pada orang yang lebih banyak dan luas. Pembelajaran secara daring ini dilakukan dengan keterlibatan langsung antara pendidik dan siswa dalam proses pelaksanaan pembelajaran, pembelajaran daring ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Penting dipahami bahwa untuk membuat pembelajaran daring yang efektif, pemahaman guru tidak boleh hanya mengejar proses penuntasan kurikulum semata, namun yang terpenting juga adalah hasilnya.

Sistem belajar daring harus mengacu prinsip mudah, murah, dan bisa dilakukan oleh siswa seperti laporan kegiatan sehari-hari di rumah. Sehingga pembelajaran itu tidak kemudian membebani siswa atau otang tua. Inti pembelajaran daring adalah memberi kemudahan siswa serta berprinsip orang tua tidak terbebani. Inilah yang menjadi tantangan guru, dengan kata lain menantang kreativitas guru dan inovasi guru.

Pada sisi konten sistem belajar daring, guru dapat memberikan tugas atau proyek sederhana kegiatan sehari-hari yang dikemas dalam bentuk video atau foto. Seiring dengan hal tersebut, pembelajaran daring juga diterapkan pada siswa berkebutuhan khusus, hal ini merupakan implementasi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pendidikan merupakan hak asasi bagi setiap manusia, termasuk pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus. Hal ini telah menjadi kesepakatan internasional dan tercantum dalam Declaration of Human Rights (1948), Education for All yang dideklarasikan di Bangkok (1991), bahkan Salamanca Statement (1994) menuntut bahwa pendidikan harus bersifat inklusif. Hal ini juga termasuk bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

Undang-Undang tentang  Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pasal 5 ayat 2, menyatakan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, sedangkan Pasal 23 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh karena itu, diterapkanlah pembelajaran daring bagi siswa berkebutuhan khusus, tentunya sangat membutuhkan fokus dan penanganan khusus.

Layanan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian dalam perkembangan mereka secara optimal, berkualitas, dan mandiri serta dapat berpartisipasi baik pada situasi kondisi yang dihadapi. Namun, hal ini belum tentu sejalan dengan realita yang ada, karena masih banyak siswa berkebutuhan khusus masih minim memahami fasilitas daring yang digunakan sehingga sangat membutuhkan pendampingan dalam penggunaannya. Tetapi layanan pendidikan khusus ini tetap wajib diberikan karena merupakan implementasi amanat UUD 1945 yang menyiratkan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan mempertimbangkan kebutuhan, kemampuan  dan minat tiap manusia yang berbeda-beda. Dengan kata lain, implementasi dari amanat UUD 1945, dapat disimpulkan antara lain; 1) manusia merupakan makhluk yang berbeda-beda begitu pun dengan kemampuan dan karakteristik kebutuhan yang dimilikinya, 2) tanpa adanya layanan pendidikan khusus potensi anak tidak dapat berkembang optimal, 3) tanpa adanya layanan pendidikan khusus maka siswa berkebutuan khusus terutama yang tergolong cacat akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian sosial.

Pembelajaran daring memang tidak sulit jika dilaksanakan oleh siswa normal, akan tetapi bagi siswa berkebutuhan khusus dirasa masih mengalami banyak kesulitan. Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Erawati, 2016) siswa berkebutuhan khusus adalah siswa yang secara signifikan mempunyai kelainan atau penyimpangan secara fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosi serta dalam proses tumbuh kembangnya jika dibandingkan dengan siswa normal seusianya sehingga siswa berkebutuhan khusus memerlukan layanan khusus.

Selaras dengan diperpanjangnya waktu pembelajaran daring, wali murid mulai merasa kerepotan dengan tugas-tugas dari guru Khususnya, wali murid atau orang tua siswa berkebutuhan khusus, sebagai wali murid memiliki peran yang sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas daring. Berdasarkan hasil wawancara dengan wali murid siswa berkebutuhan khusus, terungkap bahwa pembelajaran dirasa tidak efektif karena siswa menganggap “rumah adalah tempat untuk bermain dan bersantai”. Selain itu, salah satu ciri siswa berkebutuhan khusus adalah membutuhkan “sentuhan nyata” dalam memahami informasi. Hal ini menyulitkan siswa berkebutuhan khusus untuk bisa membayangkan dan meresapinya. Kendala lain adalah bagi wali murid yang tidak akrab dengan teknologi juga agaknya turut pening dengan pembelajaran daring yang serba digital.

Asmuni (2020) melalui penelitiannya menjelaskan mengenai problematika yang dialami oleh siswa selama pembelajaran daring diantaranya: Pertama, ketiadaan fasilitas yang menunjang. Tidak semua siswa memiliki fasilitas yang dapat menunjang proses belajar seperti komputer, laptop atau smartphone. Jikalau ada fasilitas seperti smartphone, namun kebanyakan smartphone tersebut merupakan milik orang tua sehingga siswa harus bergantian untuk dapat memakainya.

Hal yang menjadi masalah adalah jika orang tua siswa sedang bekerja di waktu siswa harus melaksanakan pembelajaran daring sehingga siswa tidak memiliki fasilitas untuk melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, masalah lain adalah latar belakang kondisi perekonomian keluarga siswa yang berbeda. Siswa yang keluarganya berada pada kondisi ekonomi menengah ke bawah sebagian besar tidak memiliki fasilitas penunjang belajar. Siswa yang tidak memiliki perangkat android terpaksa harus mengerjakan tugas secara manual dan terkadang terlambat dalam mengumpulkan tugas tersebut.

Kedua, kesulitan dalam mengakses jaringan internet. Akses internet akan lebih mudah dijangkau jika posisi siswa saat belajar berada pada lokasi yang strategis dalam mengakses jaringan internet. Namun, berbeda dengan siswa yang bertempat tinggal di wilayah yang sulit dalam mengakses jaringan internet. Hal tersebut membuat siswa sangat kesulitan dalam menerima materi ataupun pembahasan yang dijelaskan oleh guru melalui aplikasi penunjang belajar. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Asmuni, 2020) menjelaskan terkadang siswa mengalami jaringan atau koneksi internet yang tidak stabil karena letak geografis siswa saat belajar jauh dari jangkauan sinyal seluler.

Ketiga, ketiadaan kuota yang dibutuhkan dalam mengakses jaringan internet. Kuota merupakan hal utama yang harus dimiliki siswa dalam mengakses internet selama pembelajaran daring. Dalam menggunakan aplikasi penunjang belajar siswa biasanya menghabiskan kuota lebih banyak dari biasanya. Sedangkan pada siswa yang kondisi ekonomi keluarganya menengah ke bawah menjadi sebuah permasalahan karena mereka terkadang tidak memiliki cukup biaya dalam membeli kuota. Mengingat bahwa dampak pandemi ini tidak hanya pada sektor pendidikan melainkan juga pada sektor bidang lainnya terutama ekonomi. Banyak karyawan diberhentikan dari pekerjaannya sehingga menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan penghasilan selama pandemi. Selanjutnya para orang tua siswa yang terkena dampak pandemi pada pekerjaannya menjadi kewalahan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya terutama untuk anaknya dalam membeli kuota internet.

Keempat, kondisi lingkungan belajar siswa yang kurang kondusif. Pelaksanaan pembelajaran daring mengharuskan siswa untuk belajar di rumah. Tentunya suasana belajar di rumah sangat berbeda dengan di sekolah, biasanya di sekolah guru dapat secara langsung memantau dan mendampingi siswa selama proses pembelajaran. Berbeda dengan di rumah, siswa diharuskan melakukan belajar secara mandiri dengan tetap menjaga kualitas belajar seperti biasanya. Meskipun dalam hal ini orang tua sangat berperan penting dalam menggantikan posisi guru untuk mendampingi siswa belajar, namun tidak semua orang tua siswa dapat mendampingi ketika mereka sedang melangsungkan proses belajar karena kesibukan dalam bekerja.

Kelima, kesulitan dalam memahami konten materi yang diberikan oleh guru. Hal ini karena sebagian besar guru hanya memberikan pembahasan materi dalam bentuk file kemudian dikirimkan melalui aplikasi seperti Whatsapp atau Google Classroom lalu siswa diminta untuk mempelajari materi yang telah diberikan. Dikarenakan kemampuan siswa dalam memahami suatu materi berbeda-beda, sehingga konten materi yang disajikan oleh guru dengan metode tersebut merupakan hal yang sulit dipahami bagi sebagian besar siswa. Berbeda halnya ketika guru memberikan materi secara tatap muka melalui metode ceramah dan penjelasan secara langsung, siswa masih dapat memahami karena siswa mendengarkan dan menyimak secara langsung konten materi yang diberikan oleh guru. Asmumi (2020) mengemukakan bahwa metode penyajian materi dengan mengirimkannya melalui aplikasi merupakan metode yang kurang efektif. Metode ini akan sangat efektif jika untuk pemberian tugas/ kuis.

Keenam, siswa bosan dan suntuk. Durasi pembelajaran daring yang terlalu lama dapat menyebabkan siswa merasa bosan dan tak sedikit yang mengalami keluhan fisik. Dalam penelitian Mustakim (2020) selama siswa melaksanakan pembelajaran daring, mereka mengalami kondisi fisik diantaranya kepala pusing, kesulitan istirahat, mata kelelahan, dan keluhan fisik lainnya.

Pada sisi pengajar merasa bahwa pembelajaran daring tidak cukup efektif. Beberapa materi ajar (seperti materi matematika, kesenian, TIK dan olahraga) tidak dapat tersampaikan dengan baik. Pengajar juga belum memiliki pengalaman dan bekal cukup dengan sistem pembelajaran daring sehingga cara dan media mengajar masih cenderung repetitif dan kurang inovatif ditambah guru harus menyesuaikan materi yang diberikan dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus agar mereka bisa berinteraksi dengan minat mereka.

Asmuni (2020) juga menjelaskan mengenai problematika pembelajaran daring yang dialami oleh guru diantaranya: Pertama, ketidaksiapan guru dalam menghadapi pembelajaran daring. Peralihan metode pembelajaran menjadi daring secara mendadak ini membuat guru kurang memiliki kesiapan yang matang terutama dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi berbasis jaringan internet untuk menunjang proses pembelajaran selama pandemi sehingga guru harus dapat beradaptasi dengan metode pembelajaran daring ini.

Dalam hal ini kemampuan guru terbatas dalam mengoperasikan IT yang menunjang proses pembelajaran daring. Asmuni (2020) menjelaskan bahwa memang sebagian besar guru dapat mengoperasikan komputer atau smartphone, namun dalam mengakses lebih jauh mengenai jaringan internet dan penggunaan berbagai aplikasi penunjang belajar lainnya masih terbatas. Selain itu, guru mengalami keterbatasan dalam mengontrol kondisi belajar saat berlangsungnya proses pembelajaran karena guru tidak secara langsung mendampingi siswa dalam belajar.

Kedua, kendala jaringan internet. Tidak hanya siswa yang mengalami kendala dalam jaringan internet, melainkan guru terkadang mengalami hal yang sama. Jaringan atau koneksi internet yang tidak stabil membuat guru juga kesulitan dalam memberikan pengajaran melalui daring kepada siswa. Agar siswa yang bertempat tinggal di wilayah terpencil tidak tertinggal dalam proses pembelajaran biasanya beberapa guru terpaksa mendatangi rumah setiap siswa yang kesulitan dalam mengakses jaringan internet dan tidak memiliki fasilitas penunjang belajar daring. Tempat tinggal siswa yang berada di wilayah perdesaan yang terpencil dan tertinggal menjadi problematika guru ketika mengunjungi siswa ke rumah masing-masing untuk memberikan pengajaran agar siswa tetap mendapatkan pendidikan yang sama selama pandemi ini.

Pembelajaran secara daring yang diterapkan pada siswa berkebutuhan khusus membutuhkan metode dan strategi khusus, sebab siswa berkebutuhan khusus memiliki karakteristik khusus, sehingga perlu adanya metode, strategi dan layanan khusus bagi siswa berkebutuhan khusus. Pembelajaran daring bagi siswa berkebutuhan khusus akan menemui banyak hambatan dan kendala jika tidak ada kerja sama antara orang tua, guru, terapis dan semua pihak yang terkait pembelajaran daring siswa berkebutuhan khusus tersebut dalam mendampingi pembelajaran di rumah,.

Modifikasi dan strategi pembelajaran memiliki peran penting agar belajar mengajar berjalan efektif dan mencapai tujuan. Di sinilah tantangan besar yang nyata bagi guru untuk menyiasati, membuat strategi, dan menerapkan metode pembelajaran daring yang disesuaikan bagi tiap-tiap siswa berkebutuhan khusus. Bukanlah hal yang mudah bagi guru untuk menghadapi perubahan situasi belajar mengajar dan kondisi belajar yang dilakukan dari rumah masing-masing. Dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang baru dalam prosesnya. Guru perlu menentukan kesesuaian kemampuan dan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.

Pembelajaran daring bagi siswa berkebutuhan khusus membutuhkan perencanaan dan strategi pembelajaran yang dikemas praktis, apik, efektif, dan efisien. Guru harus mempersiapkan materi, strategi, media, metode, dan model pembelajaran secara daring. Strategi yang dirancang guru harus disesuaikan dengan kondisi siswa berkebutuhan khusus. Selain itu, media yang digunakan oleh guru juga memiliki pengaruh. Media yang digunakan harus dapat diakses oleh orang tua dan siswa berkebutuhan khusus. Misalnya menggunakan Youtube untuk pembelajaran yang sudah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran siswa berkebutuhan khusus. Hal yang sangat membutuhkan pertimbangan adalah faktor pendukung yang berpengaruh terhadap hasil pembelajaran siswa berkebutuhan khusus, antara lain: (1) faktor umur, (2) gender, (3) perhatian orang tua, (4) les privat, dan (5) jenis kebutuhan khusus siswa.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah strategi kooperatif dengan melibatkan orang-orang di lingkungan sekitar, misalnya keluarga. Strategi kooperatif ini membuat siswa berkebutuhan khusus memiliki rasa kekeluargaan, keakraban dan dapat memunculkan semangat sehingga siswa tidak mudah bosan. Strategi lain adalah dengan modifikasi perilaku dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak baik. Menurut Martin dan Pear (2003) modifikasi perilaku sebagai sebuah aplikasi yang sistematis dari prinsip-prinsip dan teknik-teknik belajar untuk mengukur dan meningkatkan tingkah laku individu dalam rangka membantunya agar dapat berfungsi secara penuh di tengah masyarakat (Parmawati, Prasetyawati, & Prianto, 2017).

Strategi yang dilaksanakan guru tersebut tidak seluruhnya berjalan lancar. Tentunya terdapat hambatan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tersebut diantaranya (1) menurut siswa berkebutuhan khusus, belajar itu di sekolah bukan di rumah, (2) berubahnya sikap atau moody, (3) tidak semua orang tua memiliki alat komunikasi, (4) orang tua sibuk bekerja sehingga kurang waktu untuk memperhatikan dan mendampingi anaknya belajar, (5) orang tua merasa kesulitan menghadapi sikap anak yang berubah atau moody, (6) guru tidak bisa memantau secara keseluruhan kegiatan siswa, dan (7) guru merancang pembelajaran berdasarkan catatan refleksi dari orang tua dan berbeda waktu setiap harinya.

Pembelajaran daring di MTsN 2 Melawi Kalimantan Barat, menggunakan berbagai metode pembelajaran, salah satunya adalah pola bimbingan in-on untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Bimbingan ini di mulai dari tahap guru bertukar pikiran dengan siswa mengenai perubahan kelas yang selama ini belum pernah dilakukan. Tahap pertama guru memaparkan kendala yang mengacu pada proses belajar di rumah. Sesuai dengan kompetensi dasar (KD) dan kompetensi inti (KI) yang sedang berjalan. Siswa dan guru memberikan solusi masalah yang dihadapi apa saja yang dapat di persiapkan agar pembelajaran dapat dilaksanakan. Materi apa saja yang perlu dibahas lebih intensif.

Guru dan siswa menyiapkan semua yang diperlukan, proses ini disebut in. Pada pertemuan berikutnya guru memberikan pembelajaran yang sudah dipersiapkan, proses ini disebut on. Dari hasil pertemuan tersebut akan di in kembali dan akan diterapkan pada saat on  pada pertemuan selanjutnya. Demikian seterusnya.

Melalui tatap muka dengan menggunakan Zoom, Googlemeeting dan sejenisnya pada saat on diharapkan siswa dapat berinteraksi secara langsung dan menyampaikan segala kesulitan yang dialami, guru berkewajiban membimbing mereka secara langsung. Pada saat in guru mempersiapkan materi berupa modul, video, dan soal latihan. Siswa menyiapkan jawaban, komentar, ulasan, dan ringkasan. Setiap pertemuan guru selalu mencari masukan dari siswa mengenai apa saja kesulitan dalam pembelajaran. Keluhan dan masukan dari siswa akan di in kemudian solusi akan di on kembali. Dengan pola pendampingan in-on guru dan siswa dapat saling memberi solusi atas permasalahan dalam kelas di rumah. Sehingga terjadilah perbaikan pembelajaran di kelas daring.

Guru akan terus melakukan penyempurnaan kegiatan pembelajaran menjadi praktik baik. Pada pola pendampingan in-on akan berlanjut ke evaluasi pembelajaran. Hasilnya untuk mengetahui kesiapan guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Pada pola bimbingan in-on siswa tidak selalu menggunakan quota yang banyak setiap hari. Pengunaan media Zoom dan sejenisnya dapat dilakukan untuk meminimalkan penggunaan quota mengingat krisis ekonomi mulai terjadi di saat pandemi. Guru diharapkan memberikan kemudahan kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran efektif secara daring.

Pola bimbingan dijadwalkan sesuai jadwal siswa belajar. Bisa melalui Whastapp Group (WAG) atau Telegram Group. Pada kegiatan pembelajaran seperti biasa guru mengunggah materi, video yang mendukung, latihan, dan LKS. Selanjutnya ketika siswa sedang in maka eksistensi guru sebaiknya mempersiapkan diri  untuk menggunakan aplikasi tatap muka, misalnya menyiapkan beberapa contoh permasalahan untuk diselesaikan sebagai wawasan. Sebagai guru tentu tahu poin-poin yang biasa dikeluhkan oleh siswa.

Pola bimbingan in-on dapat diterapkan agar pembelajaran bisa efektif dari rumah. Selain itu, pola ini akan mendorong siswa lebih aktif. Idealnya, pembelajaran di rumah bukanlah lagi sebuah beban, namun sebuah kewajiban untuk memenuhi komitmen yang dibuat bersama guru. Penggunaan pola bimbingan in-on dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia sangat efektif untuk diterap disemua jenjang. Hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian adalah kerja sama antara orang tua, guru, dan semua pihak terkait dengan pendidikan siswa. Selain itu, dibutuhkan komunikasi, sosialisasi, dan kesepakatan untuk memegang kuat komitmen dari semua pihak terkait. Secara tidak langsung pola bimbingan in-on ini telah menerapkan strategi kooperatif dan melakukan modifikasi perilaku dengan melibatkan semua pihak terkait untuk pembelajaran dan pendidikan siswa.

Pola pembelajaran in-on sangat memungkinkan diterapkan pada pembelajaran daring mata pelajaran Bahasa Indonesia bagi siswa berkebutuhan khusus dengan strategi kooperatif dan modifikasi perilaku dari semua pihak terkait. Pola ini memungkinkan guru untuk memaparkan materi capaian pada siswa berkebutuhan khusus dan bertanya urutan pembahahasan materi sesuai minat siswa serta disesuaikan dengan kemampuan siswa. Selanjutnya modifikasi proses pembelajaran dapat mulai dirancang guru untuk dapat diterapkan bagi siswanya yang berkebutuhan khusus.

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa