Asesmen Nasional dan Upaya Meningkatkan Literasi Siswa
Asesmen Nasional (AN) digadang-gadang akan menjadi sebuah harapan baru bagi peningkatan budaya literasi siswa Indonesia. Faktanya, kemampuan literasi anak didik kita dalam skala internasional memang selalu menempati urutan di bawah. Tengok saja hasil tes PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018, skor kemampuan siswa Indonesia dalam membaca adalah 371 dan menempati peringkat 72 dari 78 negara. Jika tingkat literasi membaca rendah, sudah dapat dipastikan bahwa kemampuan akademik lainnya di bidang sains, ilmu sosial, matematika juga pasti akan sangat rendah. Dengan demikian, akan sulit kiranya jika siswa Indonesia dituntut untuk dapat menggunakan kompetensi literasi yang dimiliki untuk mengembangkan kapasitas individu secara produktif di masyarakat.
AN sudah dilaksanakan pada jenjang SMK, SMA, SMP, dan pada awal November nanti akan diterapkan untuk jenjang SD. Ia dicita-citakan dapat mengubah kemampuan literasi siswa Indonesia menjadi lebih baik. AN akan memberikan gambaran berada di level mana capaian literasi tiap sekolah. Apakah pada level “perlu intervensi khusus”, “dasar”, “cakap”, ataukah “mahir”. Posisi level tersebut akan mempermudah pengguna data hasil capaian AN untuk memperbaiki kualitas pembelajaran literasi di sekolah ke depannya.
Berfokus Kompetensi Membaca
Informasi capaian literasi sekolah diperoleh dari salah satu instrumen AN, yaitu asesmen kompetensi minimum (AKM). Inti dari AKM adalah penilaian berdasarkan literasi membaca dan numerasi. Dengan mengukur literasi dan numerasi, asesmen nasional mendorong guru semua mata pelajaran untuk berfokus pada pengembangan kompetensi membaca dan berpikir logis-sistematis.
Bentuk soal pada AKM merupakan adaptasi dari soal PISA berupa kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS). Soal dibuat dengan memasukkan beragam masalah kehidupan sehari-hari yang disajikan dalam uraian teks bacaan. Siswa peserta ujian yang berasal dari kelas 5, 8, dan 11 tidak sekadar dituntut untuk menyelesaikan bacaan. Lebih dari itu, siswa dituntut untuk memahami, menggunakan, mengevaluai, serta merefleksikan berbagai permasalahan yang ada pada bacaan, termasuk juga mampu menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika pada tes numerasi.
Semua kemampuan itu digunakan untuk menjawab masalah dalam soal-soal yang tertuang setelah teks selesai dibaca. Oleh karena itu, peserta ujian dituntut telaten dan sabar pada saat membaca serta memahami informasi di dalamnya sehingga mampu menjawab persoalan sesudahnya. Ini bukan perkara yang mudah jika tidak melalui pembiasaan membaca secara terus menerus. Terlebih, ketahanan membaca kebanyakan anak didik masih rendah. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Titik Harsiati (2018) dalam artikelnya berjudul “Karakteristik Soal Literasi Membaca Pada Program PISA”, yang dimuat di Jurnal LITERA Volume 17, Nomor 1, Maret 2018. Dalam artikel itu tertera bahwa kelemahan anak-anak Indonesia pada tes PISA adalah ketahanan membacanya yang masih rendah. Soal membaca PISA cenderung menggunakan wacana yang panjang dengan jumlah kata 135-600 kata. Alhasil, skor membaca anak Indonesia pada tes PISA juga rendah.
Kebijakan Strategis
AN dimaksudkan untuk memperbaiki kemampuan literasi anak didik. Hasil AN yang akan diumumkan bulan Desember 2021 bisa memberikan gambaran tingkat literasi siswa di tanah air. Ini akan mempermudah pengguna hasil AN dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk mendongkrak kualitas kompetensi literasi anak bangsa. Di antaranya, perbaikan mutu pembelajaran.
Kemendikbudristek dapat mendorong sekolah dan dinas pendidikan untuk berfokus pada perbaikan mutu pembelajaran melalui literasi membaca. Melalui program guru belajar dan guru penggerak harus lahir sosok guru yang inovatif dalam urusan pengajaran maupun pembudayaan membaca.
Guru harus senantiasa mengajak siswa menyelami sumber belajar dari berbagai buku referensi. Kemudian, siswa diajak belajar memperkaya kosakata dan menumbuhkan daya analisis menggunakan bacaan sesuai dengan tingkat kognitif dan kematangan. Kebiasan semacam itu dimaksudkan agar siswa terbiasa mendiskusikan beragam buku dan beragam bentuk teks dengan tingkat kesulitan sesuai dengan kebutuhan. Pada akhirnya, keterbiasaan dengan buku akan menumbuhkan cinta membaca. Guru juga mengajari anak didik beragam teknik membaca. Di antaranya, teknik baca-pilih (selecting), baca-lompat (skipping), baca-layap (skimming), baca-tatap (scanning) (Tampubolon, 1990). Dengan teknik baca yang tepat, efisiensi membaca akan lebih baik. Anak-anak mampu dengan cepat menyimpulkan isi bacaan. Pun membaca sekian halaman buku tidak terasa melelahkan. Hal ini dapat membantu anak agar tak bosan saat membaca meski bacaannya panjang.
Di samping itu, ada upaya memperbanyak buku bacaan anak. Jika tahun ini Kemendikbudristek sudah mencetak 120 judul buku dan 748 bahan bacaan untuk tingkatkan literasi anak, tahun 2022 Kemendikbudristek bisa mencetak 220 judul buku, kemudian tahun berikutnya (2023) ditambah lagi 320 judul buku, tahun 2024 420 judul buku, dan setersusnya. Intinya, secara kuantitas bertambah 100 judul buku per tahun. Lalu, buku-buku tersebut disalurkan ke sekolah lewat program Kantor Pos Indonesia, Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun pembelian dari dana BOSREG.
Ketersedian buku yang cukup tersebut harus didukung pengoptimalan perpustakaan sekolah. Salah satunya dengan cara memanfaatkan perpustakaan sekolah sebagai ruang dan sumber belajar. Hal ini tentu sangat berguna bagi para siswa. Di dalam perpustakaan mereka bisa mendapat pengetahuan yang lebih luas.Agar keberadaan perpustakaan sekolah benar-benar menjadi sarana pembelajaran, perlu program atau kegiatan yang berorientasi pada pengetahuan dan pengembangan minat baca siswa. Karena salah satu indikator keberhasilan sebuah perpustakaan adalah meningkatnya minat baca. Untuk mencapainya dibutuhkan pustakawan sebagai penggerak. Pustakawan sekolah harus mampu menjalin komunikasi dengan para guru dan kepala sekolah untuk menyinergikan pembelajaran di sekolah dengan sumber-sumber informasi di perpustakaan. Dengan begitu diharapkan perpustakaan sekolah mampu mewujudkan budaya membaca yang lebih bermutu.
Akhir kata, mudah-mudahan AN dan juga ikhtiar bersama semua pihak dalam meningkatkan literasi anak didik berbuah manis sehingga kelak bangsa kita menjadi bangsa yang berbudaya literasi. Semoga.
Penulis adalah guru SDN Sidorejo, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.
Kurniawan Adi Santoso
...