Penyelenggaraan Kritik Sastra melalui Media Daring

Pembelajar bahasa dan sastra tentu tak asing dengan kritik sastra. Sebuah kritik sastra biasanya memuat mengenai penilaian atau pemberian keputusan dari seseorang tentang kualitas karya sastra. Kritik sastra umumnya hanya dilakukan oleh seorang kritikus sastra yang memang sudah memiliki wawasan, pengalaman, dan ilmu-ilmu yang mumpuni mengenai berbagai hal tentang karya sastra, misalnya novel, buku, biografi, dan ilmu lainnya.

Kritik sastra berasal dari dua kata. Kata kritik berasal dari bahasa Yunani ‘krites’ yang memiliki arti ‘hakim’. Kata ‘krites’ itu juga berasal dari kata ‘krinen’ yang memiliki arti ‘menghakimi’. Sementara itu, kata ‘kriterion’ di dalam kirtes memiliki arti ‘dasar penghakiman’. Ada juga bahasa Yunani ‘kritikos’ yang memiliki arti ‘hakim kesusastraan’. Dalam hal ini, kritik sastra berasal dari kata ‘kritikos’ yang memiliki arti ‘hakim kesusastraan’. Artinya, kritik sastra tersebut dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra atau cabang ilmu sastra yang melakukan kegiatan analisis, penafsiran, dan juga penilaian terhadap teks sastra yang dalam hal ini merupakan karya seni.

Pengertian kritik sastra yang merupakan salah satu cabang ilmu sastra ini biasanya berlaku untuk menghakimi suatu karya sastra. Selain menghakimi suatu karya sastra, kritik sastra juga berperan untuk mengkaji dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas lagi. Seperti sudah disinggung di awal, kritik sastra umumnya dilakukan oleh seorang kritikus sastra. Kritikus sastra yang bisa melakukan kritik sastra ini diharapkan memiliki wawasan yang luas mengenai ilmu yang berkaitan atau relevan dengan karya sastra. Misalnya, untuk dapat menulis kritik sastra mengenai karya sastra yang bercerita tentang sejarah, maka kritikus sastra tersebut sudah harus memahami berbagai hal mengenai sejarah.

Kritikus sastra yang lain juga dapat melakukan kritik sastra di berbagai aspek karya sastra dengan berbagai ilmu, di antaranya biografi, penciptaan karya sastra, latar belakang karya sastra, dan ilmu lain yang berkaitan satu sama lain. Oleh sebab itu, selain memiliki ilmu dan wawasan yang luas, kritikus sastra juga harus  mengerti pemikiran dan paham-paham filsafat. Penting bagi seorang kritikus sastra untuk memiliki pengetahuan dalam bidang pemikiran dan paham-paham filsafat tentang pandangan hidup yang terdapat di dalam karya sastra.

Hal ini karena suatu karya sastra juga harus sesuai dengan fakta yang menjelaskan mengenai alasan-alasan dan bukti-bukti yang berpegang pada kebenaran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Setelah mengetahui mengenai pengertian kritik sastra secara umum, sekarang akan dijabarkan beberapa pemikiran para ahli mengenai arti karya sastra. Para ahli di bidang yang relevan tentu memiliki berbagai pendapat tentang kritik sastra seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

Menurut H.B. Jassin, kritik sastra adalah pertimbangan baik dan buruknya suatu hasil kesusastraan. Pertimbangan yang diungkapkan H.B. Jassin ini maksudnya adalah sebuah kritik sastra harus disertai alasan dan berisi mengenai isi dan berbagai bentuk di dalam karya sastra. Sementara itu, menurut Widyamartaya dan Sudiati, pengertian kritik sastra adalah proses pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat akan sebuah karya sastra, dan pertimbangan yang adil terhadap baik dan buruknya kualitas, nilai, dan kebenaran suatu karya sastra.

Kritik sastra tentu tidak datang begitu saja tanpa disengaja. Munculnya kritik sastra pasti memiliki sejarah dan pengaruh berbagai hal. Pada dasarnya, kritik sastra merupakan salah satu bagian dari ilmu sastra. Istilah kritik sastra di dalam studi kesusastraan di Indonesia sudah dikenal luas hingga saat ini sehingga kemungkinan kritik sastra memiliki berbagai definisi. Pengertian tentang kritik sastra yang dapat diterima secara terperinci yakni mengenai definisi yang berdasarkan latar belakang historis secara komprehensif berdasarkan referensi yang tersedia. Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, kata kritik di dalam kritik sastra bisa dihubungkan dengan berbagai bidang yang ada.

Beberapa bidang yang bisa dihubungkan dengan kritik di dalam kritik sastra di dalam masyarakat misalnya mengenai politik, pertahanan masyarakat, ekonomi masyarakat, sosial budaya yang terjadi di suatu masyarakat, sejarah, musik, seni, filsafat, dan masih banyak lagi. Jika dihubungkan dengan sastra, maka artinya kritik sastra. Kata kritik selain kritik sastra juga biasanya dihubungkan dengan criticism, critica, dan la critique. Dari asal usulnya, kata kritik berasal dari kata ‘krities’ yang artinya ‘seorang hakim’, ‘krinein’ yang artinya ‘menghakimi’, ‘kriterrion’ yang artinya ‘dasar penghakimandan ‘kritikos’ berarti ‘hakim kesusastraan’. Kesimpulannya, kritik sastra adalah ulasan atau tulisan yang merespons sebuah karya sastra

 

Sejarah Kritik Sastra.

  • Tahun 500 SM

Aktivitas kritik sastra pertama kali muncul pada masa Xenophanes dan Heraclitus yang mengecam seorang penyair bernama Homerus. Xenophanes dan Heraclitus berpendapat bahwa karya Homerus mengisahkan cerita tidak senonoh dan bohong mengenai dewi-dewi. Menurut mereka, sifat para dewi dikisahkan secara tidak senonoh, yakni identik dengan pencurian, perzinahan, dan penipuan sehingga Plato menyebutnya sebagai pertentangan purba antara puisi dengan filsafat.

  • Tahun 385 SM

Kritik tradisional yang terjadi di atas kemudian diikuti oleh tokoh Yunani, misalnya Aristophanes pada 385 SM melalui karyanya yang berjudul ‘Katak-Katak’. Di dalam kritiknya, Aristophanes menyebutkan bahwa Euripides dengan mempertentangkan penyair tragedi pendahulunya, yakni Aeschylus yang memiliki karya-karya yang bernilai sosial atau moral dengan karya yang bernilai seni. Lantas, Aristophanes sudah mulai mempertimbangkan antara seni untuk masyarakat yang berguna bagi pembacanya dan seni sastra yang hanya semata-mata demi seni sastra sendiri atau hanya mengenai kepentingan estetika.

  • Tahun 427 – 37 SM

Plato pada 427 sampai 37 SM di dalam bukunya Republic memandang karya sastra yang baik mengandung tiga syarat utama, yakni (1) memberikan ajaran moral yang lebih tinggi, (2) memberi kenikmatan pada pembaca, dan (3) memberi ketepatan dalam wujud pengungkapannya. Aristoteles pada 384 hingga 322 SM, melalui bukunya Poetica, memandang bahwa karya sastra merupakan imajinatif sebagai alternatif dunia model yang terjadi pada penyair atau pengarang.

Kemudian, di dalam konteks kritik modern, buku Criticus karya Julius Caesar yang terbit pada 1484-1585 SM dianggap sebagai sebuah karya sastra yang penting. Bahkan, penulisnya dianggap sebagai le grand critique. Seiring berjalannya waktu, kata kritik kemudian semakin penting di dalam konteks studi sastra modern. Di dalam sastra Latin Klasik, istilah criticius sudah jarang digunakan dan hanya ditemukan pada tulisan Hieron ke Longinus.

  • Tahun 500-an M

Pada Abad Pertengahan, di Eropa mulai digunakan kata kritikm tetapi masih mengalami pasang surut. Istilah tersebut hanya muncul di dunia kedokteran yang mengambil referensi pada suatu keadaan penyakit yang kritis atau sangat membahayakan penderitanya.

  • Tahun 1500-an

Pengertian kritik kembali bergeser ke pengertian lama. Saat itu, Poliziano yang merupakan tokoh masa Renaissance menjadi salah satu tokoh yang penting di dalam proses tersebut. Di masa itu pula, criticus dan gramamtikos lantas digunakan untuk menunjuk orang-orang penekun pustaka sastra lama. Misalnya Erasmus. Mereka menggunakan istilah ars critica untuk Alkitab sebagai sarana pelayanan hidup. Di kalangan humanisme, istilah tersebut dikatakan sebagai penyuntingan dan pembetulan atas teks-teks atau naskah kuno. Kemudian pada 1660-an, istilah kritik diartikan sebagai pembetulan, edisi, pernyataan pengarang, sensor, dan penghakiman atau sintaksis.

  • Tahun 1700-an

Cakupan kritik sastra sudah mulai mengalami perluasan. Beberapa kalangan terbatas sudah menggunakan kata kritik untuk menggantikan kata poetica. Pemakaian kata kritik di Eropa, misalnya, sudah mulai mengemuka, terutama di Inggris dan dikuatkan oleh John Dennis melalui bukunya The Grounds of Criticism in Poetry.

  • Tahun Abad 19-an

Memasuki abad ke-19, kritik di dalam kritik sastra semakin meluas. Di Eropa dan Amerika serikat sudah mulai menjalankan teori dan praktik kritik. Kritik biasanya diartikan sebagai referensi mengenai kegiatan pembicaraan pengarang tertentu, sementara criticism merujuk mengenai teorinya. Di Jerman, istilah kritish yang berasal dari bahasa Perancis pada abad ke-19 dan literaturwissenschaft, yang berarti teori sastra dari waktu ke waktu kemudian pengertian kritik termasuk kritik sastra semakin jelas dan berkembang. Selanjutnya, kritik sastra mulai berkembang berdasarkan pembuktian data-data historis berdasarkan argumen dan keyakinan berbagai kritikus sastra.

Perkembangan kritik sastra di Indonesia dimulai dari munculnya kritik sastra sebelum tahun 1950-an. Kritik sastra impresionistis tidak didasari pengetahuan elementer untuk pengajaran di sekolah menengah. Baru pada 1950-an kritik sastra akademis dimulai pada para kritikus kompeten secara ilmiah di Universitas Indonesia. Selanjutnya, pada 1960-an muncul arus kritik baru yang dipelopori oleh kalangan seniman dan pengarang.

Jenis-jenis Kritik Sastra

Berdasarkan pendekatan yang digunakan, jenis-jenis kritik sastra dibedakan menjadi beberapa macam.

1. Kritik Sastra Mimetik

Kritik sastra mimetik  bertolak pada pandangan bahwa suatu karya sastra yaitu mengenai gambaran atau rekaan dari lingkungan kehidupan dan kehidupan manusia.

2. Kritik Sastra Pragmatik

Kritik sastra pragmatik melihat  kegunaan suatu karya sastra yang kemudian diteliti dari bidang hiburan, estetika, pendidikan, dan hal lainnya.

3. Kritik Sastra Ekspresif

Kritik sastra ekspresif menekankan analisis pada kemampuan pengarang  dalam mengekspresikan atau menuangkan idenya di dalam wujud sastra. Biasanya pendekatan kritik sastra ini digunakan untuk mengkaji karya sastra puisi.

4. Kritik Sastra Objektif

Kritik sastra objektif adalah pendekatan untuk melihat karya sastra sebagai karya yang berdiri sendiri. Artinya, karya sastra menjadi objek yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai lingkungan kehidupan sendiri.

Fungsi Kritik Sastra Bagi Pembaca

  1. Membantu memahami suatu karya sastra.
  2. Menunjukkan keindahan atau estetika yang terdapat di dalam suatu karya sastra.
  3. Menunjukkan parameter atau ukuran dalam menilai suatu karya sastra.
  4. Menunjukkan nilai-nilai, misalnya pesan moral yang dapat dipetik dalam sebuah karya sastra

Fungsi Kritik Sastra Bagi Pengarang

  1. Mengetahui kekurangan dan juga kelemahan karya.
  2. Mengetahui kelebihan karya.
  3. Mengetahui masalah-masalah yang mungkin akan dijadikan tema di dalam tulisannya.

Ciri-Ciri Kritik Sastra.

Untuk membedakan kritik tersebut merupakan kritik sastra atau kritik lainnya, maka ada ciri-ciri yang menunjukkan karakteristik di dalam karya sastra. Berikut ini adalah ciri-ciri kritik sastra.

  1. Bersifat objektif.
  2. Bertujuan untuk dapat membangun atau memperbaiki karya sastra yang dikritik.
  3. Menjadi bahan acuan untuk dapat meningkatkan kreativitas pencipta karya sastra tersebut.

Manfaat Kritik Sastra

1. Manfaat kritik sastra bagi penulis:

  • Untuk memperluas wawasan penulis, baik itu yang berkaitan dengan bahasa, objek, atau juga tema-tema tulisan, serta teknik bersastra.
  •  Menanamkan motivasi untuk menulis.
  • Meningkatkan kualitas karya sastra.

2. Manfaat kritik sastra bagi pembaca

  • Menumbuhkan kecintaan pembaca terhadap karya sastra.
  • Meningkatkan kemampuan dalam mengapresiasi karya sastra.
  • Membuka mata hati serta pikiran pembaca akan nilai-nilai yang terdapat di dalam karya sastra.

3. Manfaat kritik sastra bagi perkembangan Sastra

  • Mendorong laju perkembangan sastra, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
  • Memperluas cakrawala atau permasalahan yang terdapat di dalam karya sastra.

Dapat disimpulkan, manfaat kritik sastra antara lain, pertama, bisa menjadi jembatan untuk mengenalkan karya sastra dan penulisnya kepada pembaca umum; kedua,  membantu pembaca untuk lebih bisa memahami isi karya sastra. Dengan kritik sastra, kritikus sastra harus bisa menjelaskan makna kiasan atau simbol-simbol itu agar pembaca paham apa maksudnya. Contoh, Hans Bague Jassin.  atau H.B. Jassin adalah kritikus sastra dan esai yang masyhur di Indonesia. H.B Jassin jadi orang pertama yang mempopulerkan kritik sastra dan esai sejak tahun 1950-1960-an. Beliau juga merupakan orang pertama yang memperkenalkan karya-karya Chairil Anwar kepada publik melalui kritik sastranya. Waktu itu belum banyak orang yang tahu karya-karya Chairil Anwar. Setelah Jassin memberikan kritikannya atas puisi-puisi Chairil Anwar, banyak orang yang membaca dan mengapresiasi karya-karya Chairil Anwar.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Menulis Kritik Sastra

1. Fokus ke karyanya, bukan ke penulisnya. Tujuannya, supaya kritik yang diberikan bersifat objektif dan tidak subjektif.

2. Pahami unsur karya sastra sebelum menulis kritik. Karya sastra ada tiga macam, yaitu prosa, puisi, dan drama. Jika menganalisis puisi, maka yang harus dibahas unsur intrinsik puisi, seperti diksi, rima, bait, majas, topografi, dan imaji. Jika akan mengkritisi novel dan drama, maka wajib memperhatikan unsur intrinsiknya sendiri sehingga dalam memberikan kritik pada karya sastra tidak tertukar antara  unsur intrinsik yang khas serta unsur ekstrinsiknya.

3. Kritik sastra membutuhkan penilaian dari unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur luar yang ikut membangun karya sastra. Unsur ini dibutuhkan untuk memperdalam penilaian karya sastra. Contoh unsur ekstrinsik adalah kondisi sosial dan politik yang ada dalam karya sastra.

4. Tentukan pendekatan kritik sastra.  Pendekatan apa yang akan digunakan dalam menulis kritik sastra. Pendekatan yang jelas memudahkan dalam menggunakan teori apa dalam menulisnya sehingga memperjelas arah tulisan.

Beberapa Pendekatan Kritik Sastra.

  1. Pendekatan Stilistika. Pendekatan ini meninjau karya sastra dari segi kebahasaan. 
  2. Pendekatan Semiotika. Pendekatan ini berkaitan dengan tanda-tanda dan simbol. Dengan pendekatan semiotika, pembaca mengetahui makna di balik warna, simbol, dan tanda yang digunakan dalam karya tersebut.
  3. Pendekatan Ekspresif Pengarang. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai pernyataan dunia batin pengarang. Dengan menggunakan pendekatan ini, pembaca mengetahui kondisi jiwa pengarang dalam karyanya. Pembaca jadi bisa memahami apa yang terjadi dengan pengarang, kondisi sosial di sekitarnya, dan lain-lain.

Agar penulisan kritik Sastra terarah, jelas, dan mengalir ketika bibaca, dibutuhkan alur menulis sebagai berikut.

  1. Ringkasan, yaitu rangkuman cerita atas karya sastra yang akan dikritik. Dapat disebut juga sebagai sinopsis cerita.
  2. Pembahasan, yaitu  butir-butir yang akan dibahas dalam kritik. Dalam pembahasan, saatnya  menggunakan teori-teori pendekatan untuk nganalisis karya sastra tersebut berdasarkan pendekatan yang sudah dipilih.
  3. Penilaian, yaitu pendapat tentang karya sastra tersebut berdasarkan analisis dan argumen yang telah dibuat. 

Sastra tidak pernah lahir dari sebuah ruang kosong. Ia hadir dalam ruang fisik dan psikis manusia, dalam interaksinya dengan kekuatan alam dan sejarah. Ia merekam kerinduan dan kegelisahan manusia yang berhadapan dengan persoalan-persoalan eksistensial sekaligus eskatologisnya. Watak dan sifat-sifat manusia yang sangat beragam mempengaruhi tidak hanya pola interaksi, melainkan lebih dari itu membentuk sistem nilai yang dapat saling bertabrakan.

Karya sastra tidak hanya dikonstruksi oleh sastrawannya dengan sarana-sarana kesusastraan, melainkan juga mengkonstruksi logika argumen untuk pembenaran sebuah ideologi. Karena itu, kritik sastra tidak hanya sekedar sarana membuat makna di dalam sebuah proses sosial. Kritik sastra pun tidak bisa dilepaskan dari praksis sosial karena menentukan cara menafsirkan aspek-aspek kesusastraan dari perspektif tertentu. Cara kritikus memahami sebuah fenomena sastra, misalnya, sangat ditentukan oleh khazanah pengetahuan yang dimilikinya. 

Sastra Indonesia berkembang semakin pesat. Hal demikian ditandai dengan banyaknya karya sastra yang diterbitkan dari waktu ke waktu, baik diterbitkan oleh penerbit lokal maupun penerbit bertaraf nasional/internasional. Akan tetapi, perkembangan sastra Indonesia yang demikian pesat itu tidak diimbangi dengan karya-karya kritis yang membincangkan sastra tersebut. Kendatipun tradisi kritik sastra Indonesia modern sudah dimulai sejak Muhammad Yamin yang mengkritisi sastra Melayu dalam buku Sejarah Melayu (1920, hlm. 6—28) dan Syair Bidasari (1921, hlm. 7—10), perkembangkan karya kritik sastra belum menggembirakan. Padahal, kritik sastra memiliki posisi penting dalam memberi pemahaman atau telaah terhadap karya sastra.

Bertolak dari kenyataan di atas, untuk membangkitkan kritik sastra yang berkulitas, dibutuhkan wadah untuk menyelenggarakan kritik sastra. Wadah ini menjadi ajang bagi para kritikus sastra yang telah mumpuni ataupun pemula untuk membangkitkan kembali gelora kebangkitan kritik sastra di Indonesia yang meredup gaungnya. Hal ini telah dipelopori oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada tahun 2020 lalu. Selaku instansi pemerintah yang membina kesusastraan di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mewadahi ajang kritik sastra melalui Sayembara Kririk Sastra 2020 yang diselenggarakan secara daring (online).

Dari penyelenggaraan tersebut dapat diambil pelajaran bahwa ajang bergengsi bertaraf nasional ternyata dapat diselenggarakan secara daring dan tetap memberi kesan yang fleksibel dan memudahkan tanpa mengurangi marwah serta keeleganan kritik sastra itu sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan kritik sastra secara daring adalah:

  1. Pengumuman penyelenggaraan kritik sastra yang dimuat di berbagai media sosial dan media pengumuman lainnya secara besar-besaran dan rutin selama penyelenggaraan kegiatan. Pengumuman sebaiknya  disertai informasi hadiah, keuntungan yang didapat ketika mengikuti kegiatan kritik sastra, tanggal-tanggal penting kegiatan, alur kegiatan, skenario, peta jalan, tahapan, hingga babak final penyelenggaraan.
  2. Tautan penyerahan berkas atau dokumen untuk masing-masing tahapan.
  3. Alamat pos-el (e-mail) yang bisa dihubungi untuk bertanya atau menyampaikan masukan, ide, dan saran.
  4. Aplikasi pertemuan daring yang mampu menampung kapasitas jumlah orang dalam skala yang besar dan waktu yang sesuai dengan kebutuhan.
  5. Kerja sama semua pihak yang terkait, terutama panitia inti dan yang bertanggung jawab serta saling bahu membahu dan solid dalam menuntaskan pekerjaan.
  6. Hadiah, kebutuhan perlengkapan seperti platform/aplikasi yang berkapasitas terbaik sesuai dengan kebutuhan,  alat komunikasi aktif melalui pos-el atau media sosial, memanfaatkan media teknologi, menyediakan provider internet yang baik, terutama pada kegiatan inti, media sosialisasi yang mumpuni sebagai upaya promosi secara besar-besaran, kegiatan penyerta untuk menunjang kegiatan ini dan sebagai media promosi, berbagai informasi yang menyertai kegiatan yang disosialisasikan  secara berkesinambungan, dan berbagai hal lainnya yang mampu mendukung dan memajukan keberhasilan serta kesuksesan penyelenggaraan kritik sastra secara daring.

 

Berbagai butir yang dikemukakan di atas adalah hal penting dan dapat menjadi instrumen keberhasilan penyelenggaraan kritik sastra secara daring. Diharapkan, penyelenggaraan kritik sastra secara daring dapat menyemai bibit-bibit yang tumbuh untuk perkembangan dunia sastra di Indonesia dengan kuantitas serta kualitas yang mampu merepresentasikan keseluruhan situasi karya sastra di tanah air, baik genre maupun penyebaran geografis serta berdaya saing tinggi.

 

Daftar Pustaka

Kemdikbud RI. (2020). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Http://Kemdikbud.Go.Id/, (Mei). Retrieved from http://kemdikbud.go.id/main/?lang=id

https://www.indonesiastudents.com/pengertian-kritik-sastra-dan-fungsinya-menurut-para-ahli-lengkap/

https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/kritiksastra/perspektifkritiksastra

https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/18/231500969/langkah-langkah-menyusun-kritik-sastra-dan-esai?page=all

http://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Kritik-Sastra_65139_unkris_p2k-unkris.html

Jatu Kaannaha Putri

Penulis adalah Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa