Mobile Assisted Language Learning (MALL) untuk Pembelajaran Bahasa
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Pada awal tahun 2021 pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta jiwa dan meningkat 15,5% atau 27 juta jiwa bila dibandingkan dengan data Januari 2020. Saat ini ada 274,9 juta pengguna Internet di Indonesia. Artinya, pada awal 2021 rasio pengguna internet mencapai 73,7%, sebanding dengan jumlah penduduk di Indonesia (Riyanto, 2021).
Kemajuan teknologi tidak hanya pada perangkat keras, tetapi juga perkembangan perangkat lunak yang pesat. Pada awal pemakaian komputer, umumnya aplikasi yang digunakan berbasis teks. Namun, sejak GUI (Graphic User Interface) yang ramah pengguna dan dapat diterapkan pada berbagai sistem operasi dikembangkan, muncul berbagai aplikasi pendukung yang dapat dimanfaatkan untuk media digital. Memasuki abad ke-21, laju perkembangan perangkat komputer semakin pesat seiring dengan perkembangan teknologi. Salah satu perangkat yang banyak beredar adalah laptop. Laptop mampu menjawab kebutuhan masyarakat di dunia karena termasuk perangkat dengan kemudahan mobillitas. Akan tetapi, saat ini pemakaian laptop mulai tergantikan oleh penggunaan ponsel dalam pemanfaatan media digital seiring dengan jaringan internet yang semakin cepat dan mudah didapat. Kehadiran berbagai ponsel yang dapat terhubung dengan jaringan internet mengalihkan perhatian orang dari buku ke ponsel yang mereka miliki (GLN, 2017).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak teknologi informasi dan komunikasi pada pendidikan dapat membuat belajar mengajar lebih menarik (Chapelle, 2010). Teknologi yang digunakan saat ini dalam pembelajaran telah terbukti dapat meningkatkan keterampilan berbicara, menulis, dan mendengarkan (Zurita dan Nussbaum, 2004). Cobb et al. (2010) dalam Hashima, dkk (2017) menyatakan bahwa teknologi sangat penting untuk meningkatkan prestasi, keterlibatan, dan partisipasi siswa dalam pembelajaran bahasa. Selain itu, teknologi memberi akses yang tak terbatas ke berbagai sumber. Teknologi juga membuat pembelajaran bahasa menjadi lebih mudah.
Salah satu alat teknologi yang dapat memberikan akses untuk pembelajaran bahasa adalah ponsel (smartphone). Ponsel atau smartphone merupakan perangkat yang dilengkapi dengan sistem operasi untuk masyarakat luas. Fungsinya tidak hanya untuk SMS dan telepon saja, tetapi pengguna dapat dengan bebas menambah aplikasi dan fungsi-fungsi lain atau mengubahnya sesuai keinginan pengguna. Dengan kata lain, telepon cerdas merupakan komputer mini yang mempunyai kapabilitas seperti sebuah telepon. Ponsel memungkinkan penggunanya untuk mempelajari bahasa melalui aplikasi-aplikasi tertentu. Jenis pembelajaran bahasa yang menggunakan ponsel dan dapat diakses di mana saja disebut Mobile Assisted Language Learning (MALL).
MALL adalah bagian dari Computer Assisted Language Learning (CALL) untuk pembelajaran mobile (mlearning) dan pembelajaran bahasa. Valarmathi (2011) menyatakan bahwa Mobile Assisted Language Learning (MALL) menggambarkan pendekatan yang membantu dan meningkatkan pembelajaran bahasa melalui penggunaan perangkat seluler. MALL memberikan lebih banyak kesempatan untuk mengakses aplikasi secara spontan dan terus menerus melalui konteks penggunaan yang beragam (Kukulska-Hulme & Shield, 2008 dalam Rahimi & Miri, 2014).
MALL dimulai dengan sebuah penelitian oleh Twarog dan Pereszlenyi pada tahun 1980-an yang mempelajari bahasa dan mendukung pembelajaran bahasa tersebut melalui telepon. Mereka menggunakan telepon untuk memberikan dukungan dan umpan balik kepada pemelajar bahasa jarak jauh (Hashima, 2017).
Uji coba aplikasi pembelajaran bahasa berkemampuan seluler (MALL) sudah dilakukan sejak tahun 2001 oleh Stanford Learning Lab. Kemudian, Chinnery (2006) serta Kuklska Hulme dan Shield (2008) meninjau perkembangan MALL selanjutnya. Perkembangan penggunaan ponsel sebagai perangkat pembelajaran oleh siswa telah banyak dipelajari di banyak negara, diantaranya adalah Jepang (Thornton dan Houser, 2005). Hal itu menjadikan Jepang sebagai salah satu negara dengan label digital native. Anak muda di sana tumbuh dan berhubungan erat dengan komputer, internet, ponsel, dan media sosial.
Sementara itu, penelitian untuk mengetahui penggunaan perangkat seluler dengan fokus pembelajaran berbasis tugas dilakukan oleh Kiernan & Aizawa (2004). Mereka percaya bahwa pembelajaran berbasis tugas adalah cara terbaik untuk penguasaan bahasa. Mereka membagi siswa menjadi tiga kelompok, yaitu pengguna email, ponsel, dan tatap muka. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pengguna ponsel dapat berkomunikasi secara efektif dengan lebih sedikit kata.
Studi lain tentang pembelajaran kosakata dilakukan oleh Chen dan Chung (2008). Penelitian mereka menyajikan sistem pembelajaran kosa kata berdasarkan teori Item Response Theory dan learning memory cycle dalam bentuk kumpulan daftar kosakata individu dan disampaikan melalui Personal Digital Assistant (PDA). Hasil penelitian Chen dan Chung menunjukkan adanya peningkatan perintah kosakata dan kinerja akademik.
Selain itu, ada banyak upaya untuk menggunakan fitur khas perangkat seluler dalam pembelajaran bahasa dan lingkungan pendidikan. Misalnya, Rivers (2009) meminta pelajar bahasa Inggris—Jepang untuk melakukan tugas komunikasi tertentu dengan memindai kode Quick Response (QR) yang ditampilkan di universitas. Kode QR adalah gambar yang memungkinkan ponsel terhubung secara otomatis ke berbagai informasi di dalamnya, seperti alamat URL, teks, dan konten audio visual. Studi lain yang dilakukan Sandberg, Maris, dan de Geus (2011) adalah memberikan ponsel dengan fungsi GPS kepada para siswa muda Belanda untuk membantu mereka belajar kosakata bahasa Inggris. Siswa menegosiasikan rute ke kebun binatang dan menyelesaikan serangkaian permainan berdasarkan perbedaan hewan di kebun binatang. Selanjutnya, Gromik (2012) mendorong siswa di Jepang menggunakan kemampuan fitur video pada ponsel untuk membuat monolog pendek dalam bahasa Inggris. Dia menemukan bahwa siswa mampu membuat video yang lebih lama dari waktu ke waktu.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penggunaan perangkat seluler memiliki efek positif pada peningkatan keterampilan belajar bahasa. Chinnery (2006) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perangkat seluler seperti ponsel, PDA, dan iPod dapat meningkatkan pembelajaran bahasa. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Chang (2005). Chang menjelaskan bahwa perangkat seluler cocok untuk pembelajaran bahasa dan penggunaan ponsel di kalangan siswa juga sangat nyaman untuk proses pembelajaran. Ponsel memiliki sejumlah fitur yang cocok untuk pendidikan modern, terutama dalam hal navigasi dan berbagi konten pendidikan. Karakteristiknya dapat diringkas sebagai portabilitas, fungsionalitas, ubiquity, utilitas, dan konektivitas (Pachler et al., 2010).
Sementara itu, rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi 2020—2024 menyebutkan bahwa peningkatan pemanfaatan TIK harus terus berkembang. Pelaksanaan implementasi ini memerlukan penerapan tata nilai yang sesuai. Tata nilai merupakan dasar sekaligus arah bagi sikap dan perilaku seluruh pegawai Kemendikbudristek dalam menjalankan tugas membangun pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi. Salah satu tata nilai yang diutamakan pada Renstra Kemendikbudristek 2020—2024 adalah kreatif dan inovatif dalam bekerja secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Strategi yang dilakukan Kemendikbudristek dalam rangka pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk peningkatan mutu pembelajaran adalah
1. mengembangkan platform pembelanjaan barang dan jasa bagi sekolah agar pembelanjaan lebih berkualitas serta mengurangi beban administrasi kepala sekolah dan guru agar kepala sekolah dan guru dapat meningkatkan perhatian mereka pada kualitas pembelajaran siswa;
2. mengembangkan platform identifikasi guru penggerak dari seluruh Indonesia secara massal yang selanjutnya dapat digunakan untuk menggerakkan guru-guru lain;
3. mengembangkan mekanisme penyediaan materi pengembangan kompetensi guru dan media/alat bantu mengajar yang bermutu dan terstandar;
4. menyediakan gawai yang berisi materi yang sama (preloaded) untuk mendukung guru di daerah dengan keterbatasan jaringan internet;
5. menggunakan gawai untuk merekam praktik mengajar sehingga dapat mendorong peer-review bagi guru lain dan juga berbagi praktik baik antar guru; serta
6. meningkatkan mutu data pendidikan dan mengembangkan sistem informasi bagi para pemangku kepentingan.
Oleh karena itu, pemanfaatan MALL sebagai salah satu strategi dalam mendukung Renstra Kemendikbudristek di bidang teknologi informasi dan komunikasi harus dilakukan. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) sebagai salah satu unit utama di lingkungan Kemendikbudristek membuat inovasi pemanfaatan MALL untuk pembelajaran bahasa, seperti aplikasi KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan SPAI (Senarai Padanan Istilah Asing Indonesia) yang dapat diunduh serta diaplikasikan pada ponsel berbasis Android maupun iOS. Badan Bahasa mempunyai banyak bahan pembelajaran bahasa yang memanfaatkan MALL dalam implementasinya, seperti bahan ajar BIPA, kamus, UKBI, PUEBI, TBBI, padanan istilah, dan bahan bacaan literasi. Bahkan, penyuntingan dan penyuluhan bahasa pun dapat diimplementasikan dengan MALL.
Referensi
Chapelle, C. A. (2010). "The Spread of Computer-Assisted Language Learning". Language Teaching, 43(1), 66--74. https://doi.org/10.1017/S0261444809005850.
Chinnery, G.M. (2006). Going to the MALL: Mobile Assisted Language Learning. Language Learning & Technology, 10(1), 9—16. Retrieved November 3, 2021 from https://www.learntechlib.org/p/74432/.
Gerakan Literasi Nasional. (2017). Materi Pendukung Literasi Digital. https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/cover-materi-pendukung-literasi-digital-gabung.pdf
Gromik, Nicolas. (2012). “Cell Phone Video Recording Feature As A Language Learning Tool: A Case Study”. Computers & Education, 58, 223-230. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2011.06.013.
Hashima, Harwati, dkk. (2017). Mobile-Assisted Language Learning (MALL) for ESL Learners: A Review of Affordances and Constraints. Pusat Pengajaran dan Teknologi Pembelajaran, Fakulti Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia. Malaysia: UTM Press.
Pachler, Norbert & Cook, John. (2010). Mobile Learning: Structures, Agency, Practices. New York: Springer.
Rahimi, Mehrak & Miri, Seyed. (2014). “The Impact of Mobile Dictionary Use on Language Learning”. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 98, 1469—1474. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.03.567.
Rivers, Damian J. (2009). “Utilizing the Quick Response (QR) Code within the Japanese EFL Environment”. JALT CALL Journal, 5 (2), 15—28. https://doi.org/10.29140/jaltcall.v5n2.77.
Riyanto, G. P. (2021). Jumlah Pengguna Internet Indonesia 2021 Tembus 202 Juta. Kompas.Com.https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/16100057/jumlah-pengguna-internet-indonesia-2021-tembus-202-juta
Sandberg, J., Maris, M., & de Geus, K. (2011). “Mobile English Learning: An Evidence-Based Study with Fifth Graders”. Computers & Education, 57, 1334-1347.https://doi.org/10.1016/j.compedu.2011.01.015.
Thornton, P., & Houser, C. (2005). “Using mobile phones in English education in Japan”. Journal of Computer Assisted Learning, 21, 217—228. https://doi.org/10.1111/j.1365-2729.2005.00129.
Valarmathi, K. E. (2011). “Mobile Assisted Language Learning”. Journal of Technology for ELT. 2 (2). Annammal College of Education for Women, Thoothukudi.https://sites.google.com/site/journaloftechnologyforelt/archive/april2011/mobileassistedlanguagelearning.
Zurita, Gustavo & Nussbaum, Miguel. (2004). “Computer Supported Collaborative Learning Using Wirelessly Interconnected Mobile Computers”. Computers & Education, 42 (3), 289—314. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2003.08.005.
Tri Indira Satya
Penulis adalah Pranata Komputer Ahli Muda di Sekretariat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.