Komik sebagai Media Pembelajaran Puisi
Karya sastra
sekarang ini mulai menjadi konsumsi bacaan sehari-hari yang tidak lagi menjadi
bacaan yang hanya dimiliki oleh kelas-kelas tertentu saja. Karya sastra yang
selama ini dikenal bukanlah benda statis yang hanya bisa dimaknai satu arah
saja.
Namun, sastra juga bisa bermakna
bergantung dari sudut pandang mana melihat karya sastra itu sendiri. Sastra
bisa didefinisikan
berdasarkan jenis-jenisnya, tetapi
juga memungkinkan untuk melihat sastra berdasarkan fungsi yang dibawa oleh
karya sastra itu. Jenis-jenis karya sastra antara lain puisi, pantun, roman,
novel, komik, cerpen, dongeng, legenda, dan naskah drama. Sastra secara
kronologis adalah tulisan, karena dapat dilihat dari maknanya sastra adalah
kegiatan yang kreatif sebuah karya sastra. Karya sastra adalah suatu bentuk
dari hasil pekerjaan seni kreatif, yang objeknya manusia dan kehidupannya,
dengan menggunakan bahasa sebagai media. Sebagai seni kreatif, sastra dapat
dihadirkan dengan mengungkapkan fenomena kejiwaan yang terlihat lewat prilaku
tokoh-tokoh di dalamnya.
Sebuah karya sastra tercipta karena
peristiwa atau persoalan dunia yang terekam oleh pengarang. Peristiwa atau
persoalan itu mungkin mempengaruhi kejiwaan
pegarang. Seorang
pengarang dalam karyanya menggambarkan fenomena kehidupan yang ada
sehingga muncul ketegangan batin. Karya sastra sebagai potret kehidupan
bermasyarakat merupakan suatu karya yang dapat dinikmati, dipahami, dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra tercipta karena adanya pengalaman
batin pengarang berupa peristiwa atau problem dunia yang menarik sehingga
muncul imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan karya sastra akan
menyumbangkan tata nilai figur dan tatanan tuntutan masyarakat.
Hal ini
merupakan ikatan timbal balik antara karya sastra dengan masyarakat. Walaupun karya sastra
tersebut berupa fiksi, pada kenyataannya sastra juga mampu memberikan manfaat
yang berupa nilai-nilai moral bagi pembacanya. Sastra selalu menampilkan
gambaran hidup dan kehidupan itu sendiri merupakan kenyataan sosial. Dalam
hal ini, kehidupan tersebut akan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang
seorang, antarmanusia, manusia dengan Tuhan-Nya, dan antarperistiwa yang
terjadi dalam batin seseorang.
Puisi merupakan
salah satu jenis karya sastra. Menurut Waluyo (2002: 1). puisi adalah karya sastra
dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang
padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Puisi tidak bisa terlepas dari
unsur pembangun puisi, karena unsur-unsur pembangun puisi saling berkaitan
antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya. Unsur pokok puisi ada dua, yaitu unsur fisik dan
unsur batin. Unsur fisik meliputi diksi, pengimajinasian, kata konkret, majas, verifikasi, dan tipografi
puisi. Adapun
struktur batin puisi terdiri atas tema, nada, perasaan. dan amanat.
Puisi memang
tidak pernah lepas dari sudut pandang penyair, terutama dari ide-ide pribadi si
penyair terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di sekitarnya. Banyak sekali
karya sastra yang lahir sebagai tanggapan penyair terhadap realitas sosial
yang terjadi di lingkungan tempat penyair berinteraksi. Puisi merupakan ungkapan
pribadi seseorang yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat,
keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan
pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan.
Hal inilah yang
membuat puisi sulit dipahami dan dimengerti oleh setiap orang. Untuk membantu
menjembatani pemahaman tentang puisi dibutuhkannya media pembelajaran yang
berfungsi membantu pemelajar memahami tujuan dan maksud penulisan puisi
tersebut. Komik dapat mewadahinya karena memiliki kekhasan dalam pembuatannya. Komik mengusung bahasa
sederhana, menarik, mudah dipahami, mampu memvisualisasikan banyak hal, bahkan
untuk hal kecil atau hal yang membutuhkan penjabaran.
Komik merupakan salah satu bentuk
sumber belajar yang dapat membantu siswa dalam kegiatan pembelajaran, baik daring maupun luring. Komik dapat
digunakan dalam proses pembelajaran dua arah, yaitu sebagai alat bantu mengajar
dan sebagai media belajar yang dapat digunakan sendiri oleh siswa. Penyampaian
pesan-pesan pendidikan melalui media komik dapat menarik minat belajar siswa.
Soejono Trimo yang dikutip oleh Sukma Putri & Yuniarti (2009: 4) menyatakan
bahwa komik memiliki sifat yang khas sehingga mampu merangsang perhatian
sebagian masyarakat, baik ditinjau dari jenjang pendidikan, status sosial
ekonomi, dan sebagainya. Sifat komik yang dimaksud adalah:
banyak mengandung unsur humor yang sehat, berisi unsur kegairahan, mengandung
elemen hiburan, handy, dan berfokus
pada manusia. Sejalan dengan pendapat Nana Sudjana, Ahmad Rivai (2005: 64)
berpendapat bahwa komik dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kartun yang
mengungkapkan karakter dan
memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar yang
dirancang untuk memberikan
hiburan kepada para pembaca.
Media komik pada dasarnya dapat
mendorong siswa membangkitkan minat belajar. Selain itu, komik juga dapat
membantu mengembangkan kemampuan berbahasa, kegiatan seni dan pernyataan
kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis, menggambar
serta membantu mereka menafsirkan dan mengingat isi materi bacaan dari buku
teks (Sudjana dan Rivai, 2005: 70). Manfaat lain dari penggunaan komik sebagai media
pembelajaran adalah karena
media ini sangat menarik dalam kehidupan siswa, banyak
terdapat di toko-toko bacaan, serta
merupakan suatu kenyataan bahwa sebagian dari siswa mudah mengenal dan
mengingat karakter tokoh dari komik yang mereka lihat.
Scout McCloud (dalam Waluyanto,
2005:51) memberikan pendapat bahwa komik dapat
memiliki arti gambar-gambar serta lambang lain yang berdekatan dan bersebelahan
dalam urutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan mencapai tanggapan
estetis dari pembacanya. Komik sesungguhnya lebih dari sekedar cerita bergambar
yang ringan dan menghibur. Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual
yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara populer dan mudah dimengerti. Hal ini dimungkinkan karena komik memadukan
kekuatan gambar dan tulisan, yang dirangkai dalam suatu alur cerita gambar
membuat informasi lebih mudah diserap. Teks membuatnya lebih dimengerti, dan
alur membuatnya lebih mudah untuk diikuti dan diingat.
Media komik dapat
dikatakan sebagai media pembelajaran yang bersifat sederhana, jelas, mudah
dipahami, dan lebih bersifat personal sehingga bersifat informatif dan edukatif
(Rohani, 1997:21). Waluyanto
(2005:51) menjelaskan, sebagai media pembelajaran, komik merupakan alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan
pembelajaran. Dalam konteks ini,
pembelajaran menunjuk pada sebuah proses komunikasi antara pelajar (siswa) dan
sumber belajar (dalam hal ini komik pembelajaran).
Komik merupakan suatu bentuk bacaan yang dapat membuat peserta didik mau membaca tanpa perasaan
terpaksa/harus dibujuk (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2005:68). Kelebihan dari bacaan yang berbentuk komik ini telah
banyak dimanfaatkan oleh negara-negara maju sebagai alat untuk meningkatkan
minat baca anak pada buku-buku pelajaran. Salah satu negara yang telah
memanfaatkan komik sebagai salah satu pendukung keberhasilan pendidikannya
adalah Jepang (Romi Satria, 2008). Beberapa
buku sekolah di Jepang diterbitkan dalam bentuk komik. Kenyataannya, dengan
gambar dan cara bertuturnya yang lugas, komik menjadi media pembelajaran yang
sangat efektif dan sangat diminati siswa.
Secara garis besar, menurut Trimo (dalam
Mariyanah, 2005:25), media komik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu komik strip (comic strip) dan buku komik (comic book).
Komik strip adalah suatu bentuk komik yang terdiri dari beberapa lembar bingkai
kolom yang dimuat dalam suatu harian atau majalah, biasanya ceritanya bersambung, sedangkan yang dimaksud buku komik adalah komik yang berbentuk buku—yang terdiri dari beberapa lembar kertas yang dibuat menjadi bentuk buku. Komik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis buku komik.
Levi dan Lentz (dalam Azhar Arsyad,
2005:16) mengemukakan, ada empat fungsi media pembelajaran khususnya komik sebagai media visual, yaitu sebagai berikut
- Fungsi atensi; media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
- Fungsi afektif; media visual terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi mengenai masalah sosial atau masalah perkembangan teknologi dalam kehidupan sehari-hari.
- Fungsi kognitif; media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
- Fungsi kompensatoris; media pembelajaran yang terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
- Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi timbal balik dan berlangsung dalam suatu sistem pembelajaran. Oleh karena itu, media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber belajar kepada siswa dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa usia pendidikan dasar sampai menengah memiliki kecenderungan lebih menyukai buku bacaan bergambar (komik) daripada buku teks atau buku pelajaran yang lain. Sifat komik yang menimbulkan kesenangan dan mudah dipahami menjadikannya mudah diterima oleh sebagian besar siswa.
Menurut Gene (Wurianto,
2009), komik memiliki lima
kelebihan jika dipakai dalam pembelajaran, yaitu:
- komik dapat memotivasi siswa selama proses belajar mengajar;
- komik terdiri dari gambar-gambar yang merupakan media yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran;
- komik bersifat permanen;
- komik bisa membangkitkan minat membaca dan mengarahkan siswa untuk disiplin dalam membaca, khususnya mereka yang tidak suka membaca; dan
- komik adalah bagian dari budaya populer.
Komik sebagai media pembelajaran juga tidak terlepas dari kelemahan. Adapun kelemahan komik antara lain adalah:
- komik membatasi, bahkan mungkin membunuh imajinasi;
- penyampaian materi pelajaran melalui media komik terlalu sederhana; dan
- penggunaan media komik hanya efektif diberikan pada peserta didik yang bergaya visual (Lestari dalam Wurianto, 2009).
Berdasarkan uraian di atas,
persiapan penyusunan bahan ajar berupa komik perlu dilakukan dengan baik, yaitu gambar pada komik tidak
disajikan secara berlebihan agar tidak terjadi penumpulan imajinasi otak,
meskipun materi yang kompleks tetap disajikan. Berbagai gambar yang disajikan
pada media pembelajaran komik membantu siswa memahami maksud dan tujuan pencapaian
materi pada mata pelajaran yang bersangkutan.
Komunikasi belajar akan berjalan
dengan maksimal jika pesan pembelajaran disampaikan secara jelas, runtut, dan
menarik. Komik pembelajaran merupakan media yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan dalam memahami suatu materi. Penggunaan analogi dan penggambaran
cerita dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu siswa untuk memahami suatu
materi.
Objek-objek yang terlalu kecil,
terlalu besar, berbahaya, atau bahkan
tidak dapat dikunjungi oleh siswa, dapat
dihadirkan melalui media komik pembelajaran. Melalui media komik yang digunakan
dalam kegiatan diskusi kelompok, diharapkan dapat menunjang peningkatan
prestasi belajar dalam berpikir kritis siswa, terutama siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Media pembelajaran komik sangat
tepat untuk membantu siswa memahami dan mencapai tujuan materi pembelajaran
sastra, khususnya
puisi. Endraswara
(2008:87) mengungkapkan bahwa sastra sebagai gejala kejiwaan di dalamnya terkandung fenomena-fenomena
kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dalam arti luas, sastra adalah ungkapan
pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, gagasan, semangat, dan keyakinan,
yang dibentuk menjadi suatu gagasan konkret yang kemudian membangkitkan pesona
dengan menggunakan alat-alat bahasa. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami
bahwasanya definisi sastra yang dikemukakan mengartikan karya sastra sebagai
bentuk ekpresi dari si penulis yang meliputi hal-hal yang ada di dalam
pikirannya, baik berupa ide-ide yang berhubungan dengan kehidupan pribadinya
ataupun kehidupan sosialnya.
Oleh karenanya
sangat dibutuhkan media pembelajaran
yang dapat membantu pemelajar memahami topik bahasan dan tujuan yang menjadi
target penulis. Media pembelajaran komik memudahkan siswa untuk memahami karya
sastra dengan visualisasi, informatif dengan bahasa yang sederhana tetapi
menarik minat pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. (2005). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Endaswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra: Teori, Langkah, dan Penerapannya. Yogyakarta: MedPress.
Mariyanah, Nur. 2005. “Efektifitas Media Komik dengan Media Gambar Dalam Pembelajaran Geografi Pokok Bahasan Perhubungan dan Pengangkutan (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas II SMP N 1 Pegandon Kabupaten Kendal (Skripsi)”. Tidak diterbitkan
Putri. C, Sukma, Yuniarti. (2009). Media Grafis. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Romi Satria. (2008). 10 Resep Sukses Bangsa Jepang. Http://danielmginting.blogspot.com/2008/07/10-resep-sukses-bangsa-jepang.html. Diakses pada 21 September pukul 08.58.
Sudjana, N. & Rivai, A. (2005). Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Sudjana, N. & Rivai, A. (2010). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Sudjana, Nana. (2009). Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Waluyanto, H, D. 2005. “Komik Sebagai Media Komunikasi Visual Pembelajaran”. Jurnal Pendidikan, Vol. 7. No. 1:45-55.
Waluyo, Herman J. (2002). Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia.
Wurianto, Eko. 2009. “Komik Sebagai Media Pembelajaran”.
Jatu Kaannaha Putri
Penulis adalah Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda Pusat di Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.