Memahami Sastra Lisan Melalui Komik

Karya Sastra adalah bagian dari kehidupan yang mengandung nilai-nilai kebudayaan dalam masyarakat. Melestarikan karya sastra  merupakan sebuah kewajiban masyarakat yang dapat dilakukan dengan menjaga nilai-nilai budaya sehingga tetap dikenal dan mampu mempertahankan eksistensinya di tengah globalisasi budaya. Salah satu media dalam proses menjaga, mempertahankan, dan mewariskan budaya dapat melalui tradisi lisan. Tradisi lisan atau yang lebih dikenal dengan sastra lisan merupakan cerita yang berkembang dalam masyarakat dari mulut ke mulut dengan mengenalkan budaya yang dipatuhi oleh masyarakat setempat.


Sastra lisan merupakan sebuah cerita yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi dalam bentuk lisan. Pada zaman dahulu masyarakat belum mengenal tulisan sehingga tradisi lisan digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan sebuah cerita. Sastra lisan merupakan jenis karya sastra yang diturunkan dari mulut ke mulut yang kemungkinan mengalami perubahan dari generasi ke generasi baik berupa perubahan tata bahasa maupun menghilangan alur-alur tertentu dan sebagainya.


Sastra lisan mengandung mitos, legenda, dongeng, sejarah, hukum adat, dan terkadang juga mengandung unsur-unsur pengobatan. Endraswara (2006) menjelaskan beberapa ciri-ciri dari sastra lisan di antaranya adalah (1) karya sastra tersebut merupakan hasil dan masyarakat tradisional dengan pemikiran mereka yang polos dan rata-rata dihasilkan sebelum masyarakat tersebut mengenal aksara untuk menuliskan kembali apa yang mereka ceritakan, (2) karya sastranya menggambarkan kebudayaan tertentu dengan penulis anonim yang sudah tidak diketahui lagi siapa penulis aslinya, (3) biasanya karya yang dihasilkan berceritakan hal-hal imajinatif, dan (4) kata-kata yang digunakan dalam karyasastra tersebut lebih sering menggunakan nada-nada memengaruhi dengan perumpamaan-perumpamaan.


Sastra lisan juga tidak bisa dipisahkan dari folklor. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984:2). Menurut Danandjaja (1984:3--5) folklor merupakan proyeksi emosi manusia. Ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya, yaitu (1) penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan dari mulut ke mulut; (2) bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap; (3) ada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda; (4) bersifat anonim; (5) biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola; (6) mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif; (7) bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum; (8) menjadi milik bersama dari kolektif tertentu; dan (9) pada umumnya bersifat polos dan lagu sehingga seringkali terlihat kasar dan terlalu spontan.


Cerita rakyat merupakan salah satu kategori dalam folklor yang menjadi bagian dari fonomena budaya setiap bangsa dan kebertahanannya terus dibuktikan melalui kehadirannya yang melintasi peradaban zaman terbaru. Transformasi di dalamnya dari semua bentuk atau genre folkor yang paling banyak diteliti para ahli folklor adalah cerita prosa rakyat. Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 1984:50) cerita rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu mite, legenda, dan dongeng. Mite atau mitos  adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa.


Selanjutnya legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri  mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia meskipun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan seringkali juga dibantu oleh makhluk-makhluk gaib. Tepat terjadinya belum terlalu lampau. Sebaliknya, dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu dan tempat. Hutomo (dalam Sudikan, Setya Yuwana, 2014: 3) menjelaskan sastra lisan yaitu kesusastraan yang mencakup kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut).


Sastra lisan yang berbentuk cerita rakyat merupakan cerita turun temurun dan ekspresi budaya masyarakat dengan disampaikan melalui bahasa tutur atau lisan yang berfungsi untuk hiburan. Pada umumnya cerita rakyat ini menceritakan mengenai asal muasal terjadinya suatu hal dan ditokohkan dalam berbagai macam, dapat berupa binatang, manusia, dewa, pohon dan sebagainya. Cerita rakyat merupakan cerita yang paling digemari masyarakat karena bahasa yang lugas, sederhana, menghibur, dan banyak mengandung ajaran budi pekerti atau pendidikan moral. Contoh sastra lisan ini antara lain: cerita asal usul (dongeng gerhana bulan), cerita binatang (cerita si Kancil, Pelanduk), cerita jenaka (Pak Pandir, Pak Kaduk, Lebai Malang) dan legenda (Hang Tuah, Rawa Pening)


Sastra lisan dapat juga berupa dodoi atau nyanyian budak (lullabies), dipercaya sebagai nyanyian rakyat yang paling tua di nusantara. Tema lagu mereka ini beraneka ragam sesuai dengan kondisi hidup keseharian mereka. Selain itu, dapat berupa mantra pengobatan yang diucapkan untuk menyembuhkan penyakit dan mengusir roh-roh jahat.


Seiring dengan perkembangan zaman, sastra pun mulai berkembang dalam penggunaannya oleh masyarakat terutama sastra yang disampaikan secara tertulis. Sastra lisan dapat dikemas menarik dan menghibur secara tertulis dengan gambar-gambar yang mampu memvisualisasikan berbagai unsur yang dibutuhkan karya sastra lisan itu sendiri sehingga pembaca mendapat pemahaman yang sesungguhnya.


Pada tahap inilah dibutuhkan alat bantu yang mampu menjabarkan pemahaman tentang sastra lisan. Peran media pembelajaran yang berfungsi untuk membantu pemelajar memahami tujuan dan maksud sastra lisan tersebut. Komik dapat mewadahinya karena memiliki kekhasan dalam pembuatan berupa gambar-gambar yang dapat memvisualisasikan cerita bahkan untuk hal kecil atau hal yang membutuhkan penjabaran. Komik juga mengusung bahasa sederhana, menarik, dan mudah dipahami. Komik merupakan salah satu bentuk sumber belajar yang dapat membantu siswa dalam kegiatan pembelajaran.


Penyampaian pesan-pesan pendidikan melalui media komik dapat menarik minat belajar siswa. Soejono Trimo yang dikutip oleh Sukma Putri & Yuniarti (2009:4) menyatakan komik memiliki sifat yang khas sehingga mampu merangsang perhatian sebagian masyarakat, ditinjau dari jenjang pendidikan, status sosial ekonomi, dan  sebagainya. Sifat komik yang dimaksud adalah banyak mengandung unsur humor yang sehat, berisi unsur kegairahan, mengandung elemen hiburan, handy, dan berfokus pada manusia. Sejalan dengan pendapat Nana Sudjana, Ahmad Rivai (2005:64) berpendapat bahwa komik dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar yang dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca.


Scout McCloud (dalam Waluyanto, 2005:51) memberikan pendapat bahwa komik dapat memiliki arti gambar-gambar serta lambang lain yang berdekatan dan bersebelahan dalam urutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. Komik sesungguhnya lebih dari sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara populer dan mudah dimengerti. Hal ini dimungkinkan karena komik memadukan kekuatan gambar dan tulisan, yang dirangkai dalam suatu alur cerita gambar membuat informasi lebih mudah diserap. Teks membuatnya lebih dimengerti, dan alur membuatnya lebih mudah untuk diikuti dan diingat.


Media komik dapat dikatakan sebagai media pembelajaran yang bersifat sederhana, jelas, mudah dipahami, dan lebih bersifat personal sehingga bersifat informatif dan edukatif (Rohani, 1997:21). Waluyanto (2005:51) menjelaskan sebagai media pembelajaran komik merupakan alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Dalam konteks ini, pembelajaran menunjuk pada sebuah proses komunikasi antara pelajar (siswa) dan sumber belajar (dalam hal ini komik pembelajaran). Komik merupakan suatu bentuk bacaan  yang dapat membuat peserta didik mau membaca tanpa perasaan terpaksa/harus dibujuk (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2005:68).

Media pembelajaran komik sangat tepat untuk membantu siswa memahami dan mencapai tujuan materi pembelajaran sastra. Endraswara (2008:87) mengungkapkan bahwa sastra sebagai gejala kejiwaan di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dalam arti luas, sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, gagasan, semangat, dan keyakinanyang dibentuk menjadi suatu gagasan konkret yang kemudian membangkitkan pesona dengan menggunakan alat-alat bahasa. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan media pembelajaran yang dapat membantu pemelajar memahami sastra lisan sehingga  memudahkan siswa untuk memahami karya sastra dengan visualisasi, informatif, dan bahasa yang sederhana tetapi menarik minat pembacanya.

Jatu Kaannaha Putri

Penulis adalah Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda Pusat di Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa