Penguatan Peran Bahasa Indonesia sebagai Modal Menuju Bahasa Internasional
Bahasa mencerdaskan kehidupan bangsa dan
kita semua sudah mengakui pentingnya peranan bahasa Indonesia. Dalam perjalanan
kehidupan bangsa, bahasa Indonesia telah terbukti membawa bangsa Indonesia ini
pada kemajuan peradaban. Lahirnya organisasi perjuangan
kemerdekaan, Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 mampu menumbuhkan kesadaran
beroganisasi dalam memperjuangkan kemerdekaan. Sejak
itu lahirlah
organisasi-organisasi perjuangan kemerdekaan di wilayah Nusantara ini. Pada masa itu
bahasa Melayu (yang menurut identifikasi kalangan ahli
adalah bahasa Melayu Pasar) berperan dalam konsolidasi internal organisasi ataupun dalam membangun sinergi
antarorganisasi menyusun kekuatan melawan penjajahan menuju kemerdekaan. Pada sisi lain, penerbitan bacaan rakyat
dalam bahasa Melayu dan penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan telah
mendorong para pejuang kemerdekaan mencetuskan pernyataan sikap politik
pengakuan terhadap tanah air, bangsa, dan bahasa persatuan pada 28 Oktober 1928
yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Pada saat itu nama bahasa Indonesia
dicetuskan dan ditetapkan menjadi bahasa nasional atau bahasa kebangsaan.
Peran bahasa Indonesia telah menyatukan
berbagai kelompok etnis ke dalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Bahasa
Indonesia telah menjadi sarana perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia,
menumbuhkan dan memelihara rasa kesetiakawanan dan kenasionalan, dan membangun
peradaban baru tentang Indonesia. Sepuluh tahun kemudian diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia Pertama (1938) di Surakarta yang pada kongres itu
diserukan perlunya pengembangan bahasa Indonesia melalui penciptaan
istilah-istilah baru. Kemudian, puncak perkembangan peran bahasa terwujud
setelah kemerdekaan karena bahasa itu telah diangkat sebagai bahasa negara (UUD
1945 Pasal 36). Pengangkatan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara telah menempatkan peran bahasa sebagai bahasa
resmi dalam menjalankan pemerintahan dan sebagai sarana mengembangkan ilmu dan
teknologi serta kebudayaan Indonesia.
Pada perjalanan selanjutnya bahasa
Indonesia mengalami berbagai tampilan wajah dan kondisi pemakaian di tengah berbagai
situasi politik yang berbeda, mulai masa orde lama, kemudian masa orde lama,
sampai masa reformasi. Yang pasti peran bahasa Indonesia tetap kokoh sebagai
alat komunikasi nasional, alat persatuan dan pembangunan, dan sebagai bahasa
pengantar pendidikan anak bangsa. Peran itu dikukuhkan dalam Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang di dalamnya
menyebutkan bahwa bahasa pengantar pendidikan nasional ialah bahasa Indonesia. Sebagai
bahasa pengantar pendidikan, bahasa Indonesia mampu menjadi penghela
pengetahuan dan sebagai sarana pembentukan kepribadian dan pengembangan
kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual bagi anak bangsa sehingga
bangsa Indonesia menjadi lebih maju seperti sekarang ini.
Dalam kehidupan kebangsaan pada era globalisasi, digital, dan
industri 4.0 saat ini yang komunikasi dunia menjadi tidak berbatas ruang dan
waktu dan bahasa adalah alat utama komunikasi dan cerminan jati diri serta kedudukan,
peran bahasa Indonesia harus semakin dikukuhkan dan dimantapkan. Setelah UUD
1945, beberapa landasan untuk memperkuat kedudukan bahasa Indonesia secara
yuridis pun telah dikeluarkan, antara lain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan; Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan
Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia; Peraturan
Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia; dan Peraturan
Mendikbud Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan
Kesastraan. Namun, karena kompleksitas
manusia Indonesia, pengukuhan dan pemantapan peran bahasa Indonesia harus terus
dilakukan agar sumber daya manusia Indonesia di masa depan tetap memiliki jati diri
keindonesiaan di bumi ini. Belum lagi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang
mengamanatkan supaya bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, perjuangan
menjadi lebih berat. Meskipun demikian, dengan modal dan sumber daya yang kita
miliki, kita yakin perjuangan peningkatan peran bahasa Indonesia sebagai bahasa
internasional tersebut dapat tercapai.
Untuk itu, pengembangan bahasa kebangsaan dan pembinaan kepada
penutur menjadi kunci keberhasilan
pengukuhan bahasa Indonesia dan pemantapan berbagai perannya. Berbagai program
pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia telah dilaksanakan oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek. Dalam konteks
pengembangan, percepatan pengembangan kosakata dan istilah menjadi prioritas agar
bahasa Indonesia terus berkembang. Sementara itu, dalam konteks pembinaan,
penanaman dan penumbuhan sikap positif penutur terhadap bahasa Indonesia
menjadi syarat mutlak supaya minimal Warga Negara Indonesia mempunyai rasa
cinta, bangga, dan setia terhadap bahasa Indonesia. Tanpa percepatan
pengembangan kosakata dan penanaman sikap positif tersebut bahasa kebangsaan
kita dapat tergeser oleh bahasa internasional, seperti bahasa Inggris. Di dalam
negeri kondisi pemakaian bahasa di ruang publik, media elektronik, dan media
sosial sudah menunjukkan gejala ke arah pergeseran tersebut. Oleh karena itu, pengukuhan
dan pemantapan peran bahasa Indonesia di dalam negeri harus lebih ditingkatkan
secara maksimal.
Penguatan kedudukan dan peran bahasa Indonesia di dalam negeri
secara maksimal menjadi modal untuk meningkatkan peran dan fungsi bahasa
Indonesia di dunia internasional atau global. Namun, itu tidak berarti upaya
peningkatan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional harus menunggu kedudukan
dan peran bahasa Indonesia di dalam negeri harus maksimal terlebih dahulu.
Penguatan peran di dalam negeri dan peningkatan bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional hendaknya dilakukan secara simultan karena kita tidak bisa
menunggu lama. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang mengamanatkan peningkatan
fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sekarang ini sudah menempuh
waktu 13 tahun. Belum lagi adanya usaha dari negara “pesaing”, Malaysia yang
gencar mengampanyekan bahasa Melayu menjadi bahasa global dan bahasa resmi
kedua (setelah bahasa Inggris) di kawasan ASEAN. Seperti pernyataan Perdana
Menteri (PM) Malaysia, Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob, yang baru-baru ini menginginkan
bahasa Melayu menjadi bahasa resmi di kawasan ASEAN, bahkan meminta dukungan
Presiden Jokowi memperkuat maksud tersebut.
Kita sebagai Warga Negara Indonesia tentu saja menolak pernyataan PM
Malaysia tersebut. Penolakan kita tentu saja didasari alasan yang kuat. Salah
satu alasannya adalah bahwa bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu meskipun
sumber bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Hal itu seperti ditegaskan
oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz,
Ph.D., dalam beberapa kesempatan. Bahkan, penolakan tersebut telah disampaikan secara
tegas dalam siaran pers oleh Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim.
Mendikbudristek juga menegaskan bahwa bahasa Indonesia lebih layak dikedepankan
menjadi bahasa resmi ASEAN dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum,
dan linguistik.
Menurut pandangan penulis, dari sisi historis, induk bahasa
Indonesia memang bahasa Melayu, khususnya Melayu Pasar. Namun, perkembangan
bahasa Indonesia saat ini sudah jauh pesat meninggalkan induknya. Dari sisi
landasan hukum, kedudukan bahasa Indonesia sudah kuat karena sudah mempunyai
beberapa dasar hukum dalam bentuk UUD, UU, serta PP seperti yang telah disebutkan
di atas. Dari sisi linguistik, bahasa Indonesia saat ini juga sudah berbeda
dari bahasa Melayu, baik dari segi struktur dan tata bahasa maupun dari jumlah
kosakata dan status hubungan berdasarkan kajian lingustik komparatif. Kalau dilihat dari kekayaan kosakata dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang saat ini kurang lebih mencapai sekitar
116 ribu lema, kosakata KBBI sudah diperkaya dengan kosakata dari berbagai
bahasa daerah di Indonesia, khususnya Jawa dan Sunda. Pemerkayaan kosakata juga
bersumber dari berbagai bahasa asing, seperti Inggris, Arab, Belanda, Portugis,
Spanyol, dan Cina. Sementara itu, bahasa Melayu Malaysia hanya diperkaya dengan
bahasa Arab klasik dan beberapa dialek Melayu. Jika dilihat berdasarkan kajian
lingustik komparatif dan leksikostatistik, bahasa Indonesia dan bahasa Melayu
dipastikan berbeda bahasa. Dengan demkian, dapat disimpulkan bahwa bahasa
Indonesia berbeda dengan bahasa Melayu. Pernyataan ini diperkuat oleh Prof. Dr.
Kamaruddin M. Said dari Malaysia dalam perbincangan langsung di forum Facebook
Majlis Profesor Negara tanggal 7 April 2022 yang menyatakan bahwa bahasa Melayu
dan bahasa Indonesia serumpun, tetapi tak serupa.
Soal keyakinan bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional
dan lebih layak dikedepankan untuk menjadi bahasa resmi di ASEAN seperti yang dikemukakan
di atas adalah hal yang masuk akal. Dengan statusnya sebagai bahasa modern dan
ilmiah serta bersifat fleksibel, ditambah dengan jumlah penutur bahasa
Indonesia di dunia saat ini yang mencapai 280-an juta, keyakinan tersebut bukanlah
sebatas angan. Dikutip dari laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
jumlah penutur bahasa Indonesia sekarang ini mencapai 269 juta di Indonesia, 2
juta penutur di Amerika dan Eropa, 2,4 juta penutur di Asia Pasifik dan Afrika,
serta 5,2 juta penutur di Asia Tenggara. Yang menggembirakan adalah jumlah
pemelajar BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) saat ini mencapai 142.484
orang dan jumlah lembaga penyelenggara program BIPA di dunia mencapai 428
lembaga. Selain kerja keras dan penguatan diplomasi di luar negeri, semua
pencapaian yang menunjukkan arah pergerakan bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional tersebut harus ditingkatkan.
Gerakan penguatan peran bahasa Indonesia di
dalam negeri dan penginternasionalan bahasa Indonesia secara simultan harus
didukung dengan penggalakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
dalam berbagai bidang kehidupan di seluruh lapisan masyarakat. Penggalakan ini
perlu diprioritaskan untuk mempertahankan eksistensi bahasa itu sebagai lambang
jati diri bangsa Indonesia dalam kehidupan global. Gerakan itu juga merupakan
upaya nyata menjadikan bahasa Indonesia berakar kokoh di bumi Indonesia sebagai
bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban modern di dalam kehidupan
masyarakat yang kita cita-citakan. Oleh karena itu, kerja keras dan kerja sama antara
lembaga bahasa, semua unsur pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku
kepentingan menjadi langkah strategis untuk mewujudkan eksistensi dan peran bahasa
Indonesia tersebut.