Pemasyarakatan Bahasa Daerah bagi Penutur Muda di Indonesia

Tahun 2022 menjadi tahun yang spesial bagi bahasa daerah di seluruh dunia karena tahun ini merupakan tahun awal dari International Decade of Indigenous Languages atau Dekade Internasional Bahasa Daerah selama periode 2022—2032. Tujuan dari dekade internasional ini adalah memastikan pemenuhan hak masyarakat lokal untuk melestarikan, merevitalisasi, dan mempromosikan bahasa daerah dalam upaya pembangunan berkelanjutan (UNESCO, 2021). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menyerukan kepada seluruh negara di dunia untuk melindungi dan mengembangkan bahasa daerah di wilayahnya masing-masing dengan lebih intensif dan masif. Upaya pelindungan dan pengembangan bahasa daerah yang dilakukan bersama-sama di seluruh dunia ini dapat menjadi sebuah gerakan sosial dalam bidang kebahasaan yang mampu menciptakan dampak besar dan nyata. Hal ini dirasa dapat mengunggah kesadaran, pengakuan, integrasi, dan dukungan yang menjadi poin penting dalam dekade internasional ini.

Di Indonesia, tahun 2022 juga menjadi tahun penting dan strategis sebagai masa akhir periode Pembangunan Jangka Panjang Nasional (PJPN) 2005—2025 menuju momen yang digadang sebagai Indonesia Emas Tahun 2045 (Sartono, 2021). Kondisi ini seperti gayung bersambut antara dekade internasional yang diserukan UNESCO dengan sistem kebijakan nasional di Indonesia. Upaya pelindungan dan pengembangan bahasa daerah dapat dimasukkan ke dalam PJPN Indonesia Emas Tahun 2045 sebagai bentuk dukungan dan komitmen pemerintah Indonesia terhadap Dekade Internasional Bahasa Daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia dalam dekade internasional ini juga tampak melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang meluncurkan program Merdeka Belajar ke-17 tentang Revitalisasi Bahasa Daerah. Peluncuran program ini dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2022). 

Adanya dukungan yang besar dari dunia internasional maupun pemerintah harus didukung pula oleh penutur bahasa daerah itu sendiri. Hal ini disebabkan nasib bahasa daerah ditentukan oleh sikap dan penggunaan bahasa dari penuturnya sendiri. Berbagai dukungan kebijakan, baik dalam tingkat nasional maupun global, menjadi sia-sia jika penuturnya sendiri tidak menggunakan bahasa daerah sebagai komunikasi sehari-hari. Hal tersebut mengacu kepada salah satu indikator penentuan status bahasa adalah ranah penggunaan bahasanya (UNESCO, 2003). Jika masyarakat penutur bahasanya tidak menggunakan bahasa daerah sebagai komunikasi sehari-hari, bahasa daerah tersebut dapat bergerak menuju arah kepunahan. Hal ini sangat disayangkan karena punahnya bahasa dapat dilihat sebagai hilangnya warisan budaya leluhur dari segi sosial, norma, dan tradisinya (Olko, Justina, Sallabank, 2021). Oleh karena itu, peningkatan penggunaan bahasa daerah di masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya melindungi dan mengembangkan bahasa daerah seperti program revitalisasi bahasa daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah sehingga bahasa daerah dapat terus hidup di tengah masyarakat, baik di wilayah tutur aslinya maupun di wilayah tutur lainnya.

Dalam hal ini, upaya pelindungan dan pengembangan bahasa daerah dalam rangka dekade internasional maupun program merdeka belajar tentang revitalisasi bahasa daerah di Indonesia tidak harus membuat sebuah upaya yang besar dan muluk-muluk. Banyak upaya sederhana yang berdampak besar dan nyata untuk melindungi bahasa daerah, khususnya bagi penutur muda. Penutur muda merupakan ujung tombak dari keberlangsungan hidup sebuah bahasa (Hinton, 2018). Salah satu aspek yang belum banyak dilakukan adalah aspek pemasyarakatan bahasa daerah itu sendiri. Beberapa upaya pemasyarakatan bahasa daerah bagi penutur muda di antaranya adalah (1) pembiasaan komunikasi menggunakan bahasa daerah, (2) penciptaan lagu berbahasa daerah, dan (3) pembuatan konten kreatif menggunakan bahasa daerah. Dalam komunikasi menggunakan bahasa daerah, pembiasaan tidak hanya dilakukan secara lisan, tetapi juga tulisan dengan menggunakan media baru dalam media sosial (Facebook, Twitter, atau Instagram) atau media komunikasi (Whatsapps, LINE, atau Telegram). 

Selain itu, penciptaan lagu berbahasa daerah juga menjadi sarana lain dalam pembiasaan bahasa daerah di masyarakat. Lagu banyak disukai dan mudah dinikmati masyarakat sehingga masyarakat menjadi familier dengan memperluas ranah penggunaannya.   Bahkan, penutur muda dapat pula membuat konten kreatif berbahasa daerah di akun Youtube atau TikTok sebagai sarana memasyarakatkan bahasa daerah dan menambah pendapatan individu. Tidak hanya membuat keunikan, tetapi penutur muda juga mendapatkan keuntungan dari kebisaannya menggunakan bahasa daerah. Tentu saja, hal ini dapat semakin mendorong penutur muda lebih aktif menggunakan bahasa daerah karena revitalisasi bahasa pada hakikatnya bukan sekadar membahas bahasa, melainkan juga menimbulkan dampak bagi penuturnya (Hinton, 2014). Hal tersebut sejalan dengan fakta di Indonesia bahwa salah satu alasan masyarakat tidak menggunakan bahasa daerah karena bahasa daerah dianggap tidak memiliki keuntungan (Sunendar, 2019). Dengan begitu, berbagai upaya pemasyarakatan tersebut dapat menjadi alternatif dari banyaknya upaya lain yang dapat dilakukan penutur muda dalam melindungi dan mengembangkan bahasa daerahnya. Apa pun upaya pemasyarakatannya, selama penutur muda melakukannya dengan kecintaan dan konsistensi, tidak mustahil bahasa daerah dapat terus hidup di tengah masyarakat. 


 

Daftar Acuan

Hinton, L. (2014). Language Revitalization: An Overview. In The Green Book of Language Revitalization in Practice (Issue October, pp. 1–18). https://doi.org/10.1163/9789004261723_002

Hinton, L. et. a. (2018). The Routledge Handbook of Language Revitalization. Routledge.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset,  dan T. (2022). Buku Saku Revitalisasi Bahasa. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/berita-detail/3428/kemendikbudristek-luncurkan-merdeka-belajar-17:-revitalisasi-bahasa-daerah

Olko, Justina, Sallabank, J. (2021). Revitalizing Endangered Languages. Cambridge University Press.

Sartono. (2021). Menyongsong Dekade Internasional Bahasa Daerah 2022-2032. Masyarakat & Budaya, 23(21), 1--5. https://pmb.brin.go.id/menyongsong-dekade-internasional-bahasa-daerah-2022-2032/?amp

Sunendar, Dadang, D. (2019). Revitalisasi Bahasa Tobati Berbasis Sekolah di Kota Jayapura. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

UNESCO. (2003). Language Vitality and Endangerment. UNESCO Ad Hoc Expert Group on Endangered Languages.

UNESCO. (2021). Global Action Plan: The International Decade of Indigenous Languages. https://en.unesco.org/idil2022-2032


Satwiko Budiono

...

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa