Praktik Baik Pembelajaran Multibahasa Berbasis Bahasa Ibu di Indonesia

Pengantar

Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki lebih dari 700 bahasa. Oleh karena itu, sebagai sebuah negara multilingual dan multikultural, Indonesia dapat menerapkan pembelajaran multibahasa berbasis bahasa ibu. Pembelajaran tersebut sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 33 ayat (2) yang menyatakan bahwa bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu. Dalam artikel ini akan diuraikan ihwal multilingualisme dan pembelajarannya yang berbasis bahasa ibu di Indonesia.  

Multilingualisme atau multibahasa secara umum berarti penggunaan lebih dari satu bahasa, baik oleh penutur perorangan/individu maupun secara berkelompok. Penutur multilingual atau orang-orang yang mampu berbicara beberapa bahasa disebut polyglot. Para penutur multilingual semasa masih kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya yang disebut sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama. Bahasa tersebut biasanya diperoleh dari lingkungan keluarga dekatnya, bukan melalui pendidikan formal. Bahasa keduanya biasanya adalah bahasa nasional yang dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah. Kemudian, bahasa ketiga lazimnya adalah bahasa asing yang dipelajari di sekolah atau di luar sekolah. 

Pembelajaran Multibahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMB-BBI)

Pembelajaran multibahasa berbasis bahasa ibu (PMB-BBI) atau yang biasa dikenal sebagai language-first-first (bahasa pertama-pertama) adalah sistem pendidikan yang mementingkan penggunaan bahasa pertama pada masa pendidikan awal, kemudian melakukan transisi untuk beralih ke penggunaan bahasa lainnya. Pendidikan ini biasanya ditujukan bagi anak-anak yang berasal dari kaum etnik minoritas yang kurang diuntungkan oleh sistem pendidikan mainstream. Ada dua komponen utama dalam pendidikan multilingual berbasis bahasa ibu, yaitu landasan kuat dan jembatan kuat. Landasan kuat artinya adalah anak-anak yang belajar dengan menggunakan bahasa ibu memiliki pemahaman konsep yang lebih baik tentang materi yang diajarkan dan pencapaian pembelajaran mereka pada masa depan. Jembatan kuat menunjukkan terjadinya proses transisi dari bahasa ibu yang kemudian secara bertahap beralih menggunakan bahasa kedua. 

Secara umum, ada empat tahap peralihan pembelajaran dari bahasa pertama ke bahasa kedua, yaitu sebagai berikut.

1. Pembelajaran sepenuhnya dilakukan dengan menggunakan bahasa ibu.

2. Pembelajaran dilakukan untuk meningkatkan kelancaran berbahasa dalam bahasa ibu dan mengenalkan bahasa kedua secara lisan.

3. Pembelajaran dilakukan untuk meningkatkan kelancaran berbicara dalam bahasa kedua dan mengenalkan literasi dalam bahasa kedua.

4.Bahasa pertama dan bahasa kedua digunakan dalam pembelajaran sepanjang hayat.

Pembelajaran multilingual berbasis bahasa ibu memberikan keuntungan dari empat sudut pandang, yaitu 1) individu siswa dari etnik minoritas karena pembelajaran ini meningkatkan capaian akademik siswa sebagaimana hasil dari banyak penelitian, seperti di Kamerun, Mali, dan Guatemala; 2) institusi negara penyelenggara pendidikan, yaitu peningkatan tingkat efisiensi anggaran pendidikan negara karena mengurangi biaya sistem pendidikan dalam jangka panjang; 3) sosial budaya karena pembelajaran ini mendukung pelestarian budaya dan bahasa daerah, khususnya untuk kaum minoritas; dan 4) penerapan bahasa kedua, yaitu mengenalkan bahasa kedua kepada siswa secara bertahap mulai dari kelas rendah sampai dengan kelas atas di tingkat SD sehingga mereka memiliki landasan bahasa pertama yang kuat untuk menunjang pembelajaran di sekolah  (ACDP: 2014).

Praktik Baik di Indonesia

Dalam tulisan ini akan diuraikan dua praktik baik PMB-BBI yang telah diimplementasikan di Indonesia, yaitu di Jawa Barat dan Papua.

A. PMB-BBI di Jawa Barat

Praktik baik PMB-BBI di Jawa Barat telah didokumentasikan dalam sebuah buku kompilasi praktik baik dari tujuh negara multibahasa (Bangladesh, Cina, India, Indonesia, Kamboja, Nepal, dan Thailand) yang diterbitkan oleh UNESCO (UNESCO: 2007). Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang telah mengimplementasikan pembelajaran multilingual berbasis bahasa ibu. Program PMB-BBI dilakukan di Kampung Cibago, sebuah daerah di Subang, Jawa Barat dengan target pemelajar dewasa dan bertujuan menaikkan tingkat literasi fungsional dengan menggunakan bahasa Sunda yang merupakan bahasa ibu di kampung tersebut. Literasi fungsional yang dimaksud adalah kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Program ini dimulai pada Juni 2004. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan tulisan romawi yang juga digunakan untuk bahasa Indonesia. Meskipun demikian, para pemelajar dewasa juga diperkenalkan dengan aksara Sunda yang memberikan pengaruh positif pada penguatan identitas mereka sebagai orang Sunda.

Tahapan pembelajaran multilingual melibatkan transisi penggunaan bahasa pengantar yang awalnya menggunakan bahasa ibu, kemudian secara berangsur beralih ke bahasa Indonesia. Pada tahap I pembelajaran dilakukan seluruhnya dengan menggunakan bahasa Sunda sampai mereka memiliki tingkat literasi yang cukup. Pada tahap II para pemelajar diperkenalkan pada bahasa Indonesia. Pada tahap III mereka bisa berkomunikasi dengan lancar menggunakan bahasa Indonesia. Pada akhir pembelajaran, pada umumnya para pemelajar sudah berada pada tingkat II untuk bahasa Sunda dan tingkat I untuk bahasa Indonesia sesuai dengan instrumen IRI (Informal Reading Inventory) yang digunakan oleh Summer Institute of Linguistics (SIL) International di Indonesia bagian timur. Tingkat penguasaan bahasa Sunda mereka lebih tinggi daripada penguasaan bahasa Indonesia. Para pemelajar menggunakan keterampilan literasi dasar yang telah mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka mampu membaca koran Sunda, mengisi formulir, dan mengelola rekening bisnis rumahan mereka. Salah satu materi yang digunakan dalam pembelajaran tersebut adalah brosur yang diterbitkan sekali per 2 bulan dalam bahasa Sunda, yakni Buletin Kejar. Buletin ini berisi tulisan dan ide para pemelajar yang berupa cerita pendek, surat, pengalaman pribadi, dan kolom berisi artikel tentang lingkungan, kesehatan, dan kewirausahaan kolektif.

B.  PMB-BBI di Papua

Proyek percontohan PMB-BBI di Papua merupakan program kolaborasi antara Kemitraan Pengembangan Kapasitas dan Analisis Sektor Pendidikan (Analytical and Capacity Development Partnership/ACDP), Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Papua, dan SIL International yang sumber pendanaannya berasal dari Uni Eropa (European Union/EU) dan Pemerintah Australia (melalui Australian  Aid) yang dikelola oleh Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB). Kebijakan PMB-BBI di Papua didukung Pemerintah Provinsi Papua melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Pasal 58 yang menyatakan bahwa Papua harus memastikan keragaman bahasa dan sastra daerah yang ada di provinsi Papua dikembangkan, dilestarikan, dan digunakan di dalam kelas sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, program ini didukung oleh Peraturan Daerah Khusus Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pelayanan Pendidikan bagi Komunitas Adat Terpencil. Proyek percontohan ini didokumentasikan dalam laporan akhir yang diterbitkan oleh ACDP (ACDP dan SIL International: 2015)

Lokasi proyek ini adalah sekolah PAUD dan sekolah dasar (SD) yang terletak di Kecamatan Kuyawage, Kabupaten Lani Jaya serta sekolah yang diikutkan dalam program Gerakan Bangkit Mandiri dan Sejahtera Harapan Seluruh Rakyat Papua yang disingkat menjadi Gerbangmas Hasrat Papua. Target PMB-BBI ini adalah anak-anak dari suku Lani yang belajar di sekolah tersebut. Tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya yang terkait dengan pembelajaran literasi dan numerasi, dengan menggunakan bahasa ibu mereka, yaitu bahasa Lani sebagai bahasa pengantar. Program ini dimulai pada Desember 2015.

Tahapan pembelajaran multilingual melibatkan transisi penggunaan bahasa pengantar dari bahasa ibu, bahasa Lani, kemudian secara bertahap beralih ke bahasa Indonesia. Pada tingkat PAUD dan SD kelas 1, yaitu tahap I, bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Lani, baik secara lisan maupun tulisan. Pada tingkat PAUD jenjang prasekolah, bahasa Lani lisan digunakan untuk mengenalkan pramembaca dan pramenulis dalam bahasa Lani. Pada tingkat PAUD jenjang TK, bahasa Lani lisan dan tulisan digunakan untuk mengenalkan pramembaca dan pramenulis dalam bahasa Lani. Pada SD kelas 1, bahasa Lani digunakan untuk belajar membaca, menulis, dan matematika. Pada SD kelas 2, tahap II, bahasa Indonesia sudah digunakan di kelas sehingga ada dua bahasa pengantar, yaitu bahasa Lani dan bahasa Indonesia. Pada SD kelas 3, tahap III, bahasa pengantar adalah bahasa Indonesia dan semua mata pelajaran, kecuali muatan lokal, diajarkan dalam bahasa Indonesia. 

Penutup

Fakta bahwa Indonesia telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu negara yang telah memiliki praktik baik pembelajaran multilingual berbasis bahasa ibu hendaknya mendorong semua pemangku kepentingan untuk makin bersemangat menggalakkan pembelajaran itu, khususnya untuk diimplementasikan di daerah tempat tinggal etnik minoritas. Hal tersebut juga selaras dengan Gerakan Merdeka Belajar Episode Tujuh Belas: Revitalisasi Bahasa Daerah yang dicanangkan oleh Mendikbudristek RI dan Dekade Internasional Bahasa Daerah 2022—2032 yang dicanangkan oleh UNESCO. Dengan implementasi tersebut, diharapkan makin banyak etnik minoritas yang mendapatkan pendidikan yang setara dan berkualitas sehingga terbuka peluang untuk mendapatkan kesejahteraan.

Daftar Pustaka

UNESCO Office Bangkok and Regional Bureau for Education in Asia and the Pacific. 2007. Mother Tongue-Based Literacy Programmes: Case Studies of Good Practice in Asia. Bangkok: UNESCO.

ACDP dan SIL International. 2015. Support for Mother Tongue Based, Multilingual Education

(MTB-MLE) for Schools in Rural and Remote Areas of Papua. Jakarta: ACDP.

ACDP. 2014. “Mother Tongue Based Multilingual Education“ dalam Working Paper November 2014. Jakarta: ACDP.

ACDP. 2014. “Mother Tongue Based Multilingual Education in Papua Province“ dalam Working Paper#2 MTB-MLE IN PAPUA November 2015. Jakarta: ACDP.

https://kabarpapua.co/multi-bahasa-berbasis-bahasa-ibu-upaya-peningkatan-kualitas-belajar-dan-menekan-angka-putus-sekolah/ diunduh pada tanggal 30 Maret 2021.

https://www.papua.us/2017/04/pendidikan-multi-bahasa-berbasis-bahasa.html Diunduh pada tanggal 30 Maret 2021.

Susi Fauziah

SEAMEO QITEP in Language, Kemendikbudristek

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa