Meningkatkan Kemampuan Menyimak dengan Talking Stick
Pelajaran
Bahasa Indonesia ditujukan untuk meningkatkan empat keterampilan berbahasa,
yakni keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dari keempat
keterampilan berbahasa tersebut, yang sering digampangkan dalam proses belajar
mengajar adalah menyimak. Guru beranggapan bahwa ketika indra pendengar siswa
berfungsi baik maka kemampuan menyimaknya sudah bagus. Padahal, kenyataannya
belum tentu demikian. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa hasil belajar
siswa rendah karena kemampuan menyimak siswa masih buruk.
Rendahnya
kemampuan menyimak siswa akan berdampak pada prestasi belajarnya. Siswa yang
tidak cakap dalam menyimak akan kesulitan menangkap informasi. Akibatnya, ia
tidak paham dengan materi yang diajarkan. Ia pun tidak dapat menginformasikan
pemahamannya dalam bahasa tulis dan lisan. Alhasil, prestasi belajarnya jadi rendah.
Dengan
demikian, guru tak seharusnya menganggap remeh keterampilan menyimak. Guru harus
mengajarkan kepada siswanya cara terbaik menyimak sehingga siswa memiliki
kecakapan menyimak yang mumpuni. Kecakapan menyimak diharapkan dapat mendukung siswa
meraih prestasi gemilang serta mampu mendayagunakan ilmunya untuk kemanfaatan
lingkungannya.
Karena
hal itu, penulis tergugah untuk melakukan penelitian sederhana pada siswa kelas
5C di SDN Sidorejo yang bertajuk “Peningkatan Keterampilan Menyimak dengan Pembelajaran Talking
Stick”. Dengan penelitian
tersebut, diharapkan keterampilan menyimak siswa dapat ditingkatkan setelah
mendapat perlakukan belajar dengan model pembelajaran tongkat berbicara atau talking stick.
Menurut
Tarigan (1983: 19), menyimak merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan
lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta
interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna
komunikasi yang tidak disampaikan. Sementara itu, Akhadiah (dalam Sutari dkk.,
1997: 19) mengartikan menyimak sebagai suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan
bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, dan mereaksi terhadap makna
yang terkandung di dalamnya.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa menyimak tidak hanya mendengarkan lambang-lambang
bunyi yang dilakukan dengan sengaja dan penuh perhatian. Akan tetapi, aktivitas
menyimak juga disertai pemahaman, apresiasi, interpretasi, reaksi, dan evaluasi
untuk memperoleh pesan, informasi menangkap isi, dan merespons makna yang
terkandung di dalamnya.
Orang
menyimak sesuatu tidak hanya untuk mendengar informasi, tetapi bisa dimaksudkan
untuk menganalisis fakta, mendapatkan inspirasi, mendapatkan hiburan, memperbaiki
kemampuan berbicara, dan membentuk kepribadian (Soenardji dalam Suratno, 2006).
Artinya, tujuan menyimak bisa beraneka ragam, tergantung pada maksud orang yang
menyimak.
Demikian
juga ketika keterampilan menyimak diajarkan kepada peserta didik, terdapat maksud
tertentu. Misalnya, dalam mapel Bahasa Indonesia kelas 5 SD pada Kurikulum 2013,
keterampilan menyimak ditujukan untuk mencapai kompetensi dasar (KD) 4.8, yakni
menyajikan kembali peristiwa atau tindakan dengan memperhatikan latar cerita
yang terdapat pada teks fiksi.
KD tersebut dapat dicapai guru dengan bantuan kegiatan menyimak bertaraf tinggi (active listening). Artinya, penyimak sudah dapat mengutarakan kembali isi bahan simakan (Tidyman dan Butterfield dalam Prasetya, 2001: 3). Pengutaraan kembali isi bahan simakan menandakan bahwa penyimak sudah memahami isi bahan simakan.
Masalah
Pada
kenyataannya siswa belum mampu mencapai KD 4.8 itu. Kemampuan siswa menyimak teks
fiksi masih belum bagus. Jika siswa tidak bisa menyimak dengan baik, secara
otomatis materi pada KD tersebut tidak
berhasil dikuasi. Dengan demikian, keberhasilan siswa menguasai KD
tersebut ditentukan oleh baik buruknya siswa dalam hal menyimak.
Berdasarkan
pengamatan penulis, kesulitan siswa dalam menyimak disebabkan beberapa hal, di
antaranya guru tidak memberi arahan dan tidak menyampaikan tujuan menyimak. Hal
tersebut akan berpengaruh pada proses menyimak selanjutnya. Arahan disampaikan untuk
memusatkan perhatian siswa selama menyimak. Tujuan menyimak diutarakan pada awal
pembelajaran agar siswa tahu untuk apa ia menyimak.
Masalah
lainnya adalah teknik pembelajaran menyimak yang dipakai guru kurang
bervariasi. Siswa hanya menyimak bahan bacaan yang dibacakan guru. Setelah
menyimak, siswa diminta untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan peristiwa
pada cerita. Kemudian, siswa diminta untuk membuat ringkasan cerita yang
dibacakan oleh guru. Ringkasan cerita ditulis berdasarkan urutan peristiwa.
Kegiatan
itu membuat siswa merasa jenuh dan kurang tertarik pada pembelajaran menyimak. Suasana
kelas menjadi sangat membosankan. Hal ini yang kemudian membuat hasil belajar
tidak tercapai.
Pada
KD menyajikan kembali peristiwa pada teks fiksi, ternyata hampir semua siswa
belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM). Artinya, siswa belum bisa mencapai
KD keterampilan menyajikan kembali peristiwa pada teks fiksi.
Solusi
Langkah
yang diperlukan guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada KD 4.8
tersebut adalah mengoptimalkan keterampilan menyimak dengan menggunakan pendekatan
dan teknik yang sesuai. Dengan begitu, keterampilan menyimak siswa mengalami
peningkatan sehingga siswa mampu menyajikan kembali peristiwa pada teks fiksi
dengan baik sesuai dengan tuntutan KD 4.8.
Pembelajaran
dengan model talking stick dapat
dijadikan strategi untuk meningkatkan keterampilan menyimak teks fiksi di kelas
5. Model pembelajaran talking stick
merupakan model pembelajaran dengan menggunakan
bantuan media tongkat. Setelah siswa diberi kesempatan untuk mempelajari materi
pokok, siswa yang memegang tongkat tersebut wajib menjawab pertanyaan yang
diberikan guru. Model pembelajaran ini dirancang untuk mengukur tingkat
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dengan menggunakan media tongkat.
Pembelajaran
talking stick sangat cocok diterapkan
pada anak usia sekolah dasar. Menurut Sugiantiningsih dan Aditya (2019), talking stick merupakan sebuah varian
model pembelajaran yang akan membuat kegiatan pembelajaran menarik dan
menyenangkan melalui permainan tongkat. Dalam model pembelajaran talking stick, memang terdapat unsur
permainannya.
Langkah Pembelajaran
Langkah
pembelajaran model talking stick
diawali dengan penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari atau
tujuan pembelajaran dan paparan singkat mengenai alur kegiatan belajar.
Guru
sudah menyiapkan tongkat yang aman untuk digunakan. Sementara itu, siswa mendengarkan
rekaman sebuah cerita fiksi “Semut dan Beruang” sambil melihat lembaran teks
bacaannya. Setelah kegiatan menyimak selesai, siswa masih diberi kesempatan
membaca dan mempelajari teks cerita tersebut. Guru memberikan waktu yang cukup
untuk aktivitas ini.
Guru
selanjutnya meminta siswa menutup lembaran teks bacaan tersebut. Guru mengambil
tongkat yang sudah disediakan, kemudian menjalankan tongkat tersebut sambil menyanyikan
sebuah lagu yang dimulai dari siswa yang paling depan. Setiap kali lagu
terhenti, siswa yang memegang tongkat mendapat pertanyaan dari guru dan harus
menjawabnya. Begitu seterusnya sampai siswa mendapat giliran.
Langkah
akhir dari model talking stick adalah
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan refleksi terhadap
materi yang telah dipelajarinya. Guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban
yang diberikan siswa. Selanjutnya, siswa membuat ringkasan cerita berdasarkan
urutan peristiwanya.
Dari rangkaian kegiatan pembelajaran tersebut, terbukti
kegiatan menyimak dengan talking stick
tidak membuat siswa bosan. Model ini justru membuat siswa lebih aktif, suasana
kelas menyenangkan, dan siswa lebih bersemangat dalam belajar, serta melatih siswa
bekerja sama dalam kegiatan permainan bersama, yaitu oper tongkat. Di samping
itu, konsentrasi siswa dalam menyimak lebih terjaga karena ia harus siap setiap
saat untuk menjawab pertanyaan. Kemudian, talking
stick yang sifatnya integratif mampu meningkatkan kemampuan menyimak siswa dan
dapat meningkatkan keterampilan berbahasa yang lainnya, yakni membaca,
berbicara, dan menulis.
Meski
begitu, terdapat sisi kelemahan kegiatan menyimak dengan model talking stick, yakni membuat siswa senam
jantung atau merasakan takut yang berlebihan dan mengalami kecemasan karena
harus selalu siap untuk menjawab pertanyaan dari guru. Kemudian, dalam penerapannya,
jika tidak ada semacam geladi bersih, siswa kurang paham langkah kegiatannya
dan cara mengoperkan tongkatnya agar aman.
Daftar Pustaka
Kusumawati,
Heny. 2017. Tema 8 Lingkungan Sahabat Kita Tematik Terpadu Kurikulum 2013 untuk
SD/MI Kelas V-- Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah, Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia SD/MI
Riyadi. 2000. Kemampuan Siswa Menyimak yang Diajar dengan
Teknik Dengar-Tulis dan dengan Teknik Dengar Murni. Skripsi. UNNES.
Sutari dkk. 1997. Menyimak. Jakarta: Depdikbud.
Sugiantiningsih,
I. A., & Aditya, P. 2019. “Penerapan Model Talking Stick Berbantuan Media Flash
Card untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara”. Jurnal Ilmiyah, Pendidikan Profesi Guru, 2(3).
Kurniawan Adi Santoso, S.Pd
Guru SDN Sidorejo Kab. Sidoarjo, Jawa Timur