Peningkatan Kemahiran Berbicara Anak Melalui Kebiasaan Membaca Nyaring (Read Aloud) Di Taman Bacaan Masyarakat

Anak usia dini merupakan makhluk yang unik dan berbeda. Dikatakan berbeda karena usia dini berada pada masa keemasan yang harus direspons dan distimulasi dalam semua aspek perkembangan melalui bermain dan belajar secara kreatif. Kehidupan anak-anak selama bermain dan belajar membutuhkan seluruh alat indra untuk bergerak dan berpikir pada suatu situasi dan kondisi (Arnianti, 2019). Dalam belajar dan bermain, anak membutuhkan salah satu kemampuan untuk mendukung kemampuan berpikir, bergerak, dan berekspresi, yaitu kemampuan berbahasa. Bahasa menjadi aspek terpenting dalam aktivitas keseharian anak, yakni untuk mengetahui keinginan anak, untuk menyampaikan informasi, dan untuk berkomunikasi.

Kemampuan anak dalam berbicara dapat dilihat dari bagaimana anak-anak beraktivitas di rumahnya dan memperoleh kosakata, baik melalui media maupun orang tua. Kemahiran berbicara dapat dilihat dari anak yang ceriwis, suka membaca, menguasai banyak kosakata, dan mudah paham. Dari sinilah kemampuan berbahasa penting dikembangkan pada anak usia dini yang panca indranya selalu peka untuk merespons segala kejadian dan pengalaman yang anak alami atau ketahui. Dengan demikian, anak akan merekam jejak kejadiannya dan menyimpannya, kemudian anak akan menyampaikannya kepada teman, orang tua, atau saudara terdekat (Adyllah, 2018).

Apabila anak-anak yang memasuki masa remajanya menjadi sulit berbicara, kurang percaya diri, minder, dan pendiam, ada tiga faktor yang mungkin menjadi penyebabnya. Pertama, anak kurang mendapat dukungan dari orang tua. Hal itu terjadi karena anak jarang diajak mencurahkan isi hati, berdiskusi, atau bercerita oleh orang tua. Itu bisa jadi disebabkan oleh orang tua yang sibuk bekerja sampai lupa bahwa anak-anaknya membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua. Kedua, anak mengalami kecelakaan pada alat ucap saat usia bayi. Kecelakaan tersebut dapat terjadi pada bagian sistem neurologis yang menyebabkan keterlambatan berbicara. Sebagai contoh, anak yang terkena distrofi otot dapat menyebabkannya mengalami kesulitan memproduksi kata. Ketiga, pendengaran anak terganggu. Anak yang terkena gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh infeksi pada saat kehamilan, kelainan bawaan, atau trauma. Hal itu akan menghambat percakapan pada saat anak berbicara.

Dari ketiga poin tersebut, dapat terlihat bahwa bahasa merupakan alat ucap untuk menyampaikan sesuatu yang berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh manusia. Anak yang dapat berkomunikasi dengan baik dan berpikir kreatif merupakan tanda bahwa anak memiliki kemahiran berbicara. Berdasarkan konsep Montessori, berbicara dapat dipelajari anak-anak dengan latihan kecakapan, interaksi, dan dialog antarsesama manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada anak adalah dengan membiasakan untuk membacakan nyaring (read aloud) (Rahimah, 2014).

Membacakan nyaring (read aloud) merupakan kegiatan orang tua atau pendidik yang membacakan buku secara nyaring untuk memahami pikiran, menyampaikan informasi, dan mengetahui perasaan anak-anak. Membacakan nyaring ini dilakukan sebagai pendekatan orang tua terhadap anak untuk memiliki keminatan membaca dan menambah kosakata.  Melalui aktivitas inilah, anak-anak akan suka membaca buku karena mereka dapat melihat langsung gambar ilustrasinya, ceritanya yang menarik, dan isi bukunya yang sederhana sehingga kesukaan anak-anak terhadap buku akan memengaruhi kemahiran anak berbicara (Gatot & Doddyansyah, 2018).

Kemudian, menurut Riska Sulistyawati dan Zahrina A., untuk meningkatkan kemampuan berbicara, anak dapat dibiasakan dengan media big book (Sulistyawati & Amelia, 2021). Media tersebut dapat digunakan dalam aktivitas yang bertujuan untuk mengondisikan anak-anak belajar dan bermain, baik di dalam ruangan (indoor) meupun di luar ruangan (outdoor). Media big book mempunyai berbagai keistimewaan karena di dalamnya terdapat warna, gambar, dan tulisan yang menarik sehingga anak tertarik untuk memegang dan memainkannya. Sementara itu, Mila Faila Shafa melakukan kajian untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak usia dini dengan bermain sandiwara boneka. Penelitiannya dilakukan di PAUD Saymara Kartasura sejak tahun 2014 sampai dengan sekarang. Melalui permainan sandiwara boneka ini dapat dilihat persentase kemahiran anak berbicara, baik melalui tindakan bercerita, mengajak berdiskusi, maupun mengulang kembali dengan waktu 1 minggu. Kegiatan ini dilakukan beruang kali supaya anak terus mendapat kosakata baru, banyak pengalaman, dan interaki sosial (Shofa & Suparno, 2014). Dari sinilah anak-anak kemudian mahir berbicara sesuai dengan kapasitas dan kemampuan anak selama belajar.

Setelah mengetahui kenyataan tentang problem anak yang sulit berbicara, kita tahu bahwa ternyata berbicara merupakan prasyarat utama untuk menyampaikan informasi/ide/gagasan kepada orang lain. Oleh karena itu, untuk mengembangkan kemahiran berbicara dengan artikulasi baik dan benar sejak usia dini, anak harus mengenal kosakata dengan alat ucap dengan baik (Sya’bana et al., 2021). Kemudian, orang tua dan orang-orang di lingkungan keluarga mendukung anak-anak dengan menyampaikan bahasa dan tutur kata yang baik. Dari sinilah, kemahiran berbicara anak usia dini dapat diterapkan melalui kebiasaan anak-anak membaca buku atau read aloud setiap harinya di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Wadas Kelir. Masyarakat umum, khususnya orang tua, anak-anak, dan remaja dapat mengaksesnya dengan gratis serta meminjam dan mengembalikan buku bacaan, baik novel, dongeng, kisah islami, pengasuhan (parenting), cerpen, maupun jenis lainnya. Kebiasaan membacakan nyaring berdampak besar bagi anak-anak yang bisa membaca, berbicara, dan menulis sebab TBM Wadas Kelir mendukung kegiatan literasi untuk anak-anak di sekitarnya.

 Aktivitas membacakan nyaring di TBM Wadas Kelir yang meningkatkan kemahiran berbicara meliputi wawancara, pengamatan, dan dokumentasi yang saya lakukan. Ketiga teknik metode itu menjadi kekhasan kegiatan yang berujung pada empat elemen penting yang harus diperhatikan, yaitu pengenalan bicara anak, implementasi kebiasaan membacakan nyaring, dan efektivitas anak belajar berbicara melalui membacakan nyaring. Tiga elemen itu sudah diterapkan pada taman bacaan masyarakat yang membuat aktivitas kebiasaan membacakan nyaring bagi anak-anak. Dari sinilah saya dapat melakukan analisis sesuai dengan temuan-temuan yang diperoleh melalui kebiasaan membacakan nyaring di TBM Wadas Kelir.


Pengenalan Kemampuan Berbicara pada Anak

Anak usia dini merupakan anak usia 0—6 tahun yang rentan serta memiliki kepekaan pancaindra sehingga perlu mendapatkan stimulasi dan respons untuk mendukung aspek perkembangan dan pertumbuhan anak (Afifah & Kuswanto, 2020). Salah satu aspek perkembangan anak yang harus dicapai adalah keinginan berbicara. Keinginan tersebut berujung pada kebutuhan karena fungsi berbicara sangat penting untuk memenuhi kebutuhan anak setiap harinya.  Anak-anak yang berkunjung ke TBM Wadas Kelir berusia 4--6 tahun. Anak pada usia tersebut sedang aktif mengembangkan dan memperkaya kosakata dengan pengulangan secara terus-menerus.

Kata berbicara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti ‘bercakap, berbahasa, berkata’. Berbicara merupakan bagian terpenting dalam komunikasi. Menurut Harlock, bicara adalah simbol bahasa yang menunjukkan artikulasi dan digunakan untuk menyampaikan keinginan pada diri seseorang (Deiniatur, 2017). Menurut Montessori, kemahiran berbahasa anak dilihat dari proses belajar bahasa yang menyenangkan yang diawali sejak anak berusia 2 tahun, yakni pada saat anak mampu mendengar cakapan dengan baik. Dengan demikian, potensi berbicara sangat penting untuk melahirkan kecakapan dalam kebutuhan komunikasi secara kompleks. Berbicara dapat menjadi jembatan antara simbol bunyi dan simbol tulisan sehingga anak-anak dapat memahami maksud yang disampaikan (Montessori, 2019).

Kemudian, Harlock mengungkapkan tiga poin dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak. Pertama, anak dapat menghubungkan kata dengan objek lainnya (Nasyiatul Farihah, 2020). Contohnya adalah anak mengenal kata bola, lalu anak mengenal aktivitas secara nyata, yaitu memegang bola, mengamati, dan mempraktikkan. Kedua, anak berulang kali mengucapkan kata-kata yang mudah dan sederhana. Ketiga, anak memahami lebih banyak kosakata karena sering mendengar dan melihatnya. Pengenalan kemampuan berbicara ini dapat dilakukan dengan melatih artikulasi dan intonasi dengan baik dan benar. Orang tua atau pendidik yang menjadi lawan bicara menunjukkannya kepada anak-anak melalui aktivitas belajar dan bermain. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengenalan kemampuan berbicara kepada anak dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti diskusi, bercerita, bermain, serta berdialog dengan intonasi yang benar. Terkadang ada anak-anak yang belum tahu arti benda-benda, baik yang ada di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap anak adalah berbicara dengan bahasa tubuh dan ekspresi, memperhatikan gerakan tangan, menggunakan kosakata yang sederhana, membacakan cerita, dan mengajarkan kepada anak untuk jalan-jalan. Berbagai langkah tersebut diaktualisasikan supaya anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Untuk mengetahui indikator perkembangan anak usia 4—6 tahun, kita dapat merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.

  1. Anak-anak menunjukkan kemampuan berbahasa reseptif dengan menyimak dan membaca sehingga dapat memperkaya kosakata anak. Anak-anak berusia 4—5 tahun melaksanakan perintah sederhana sesuai dengan aturan yang disampaikan. Contohnya adalah aturan mencuci tangan, makan, atau memakai pakaian. Anak-anak berusia 5—6 tahun dapat melaksanakan perintah yang lebih kompleks, misalnya memasak daging atau ikan.
  2. Anak-anak menunjukkan kemampuan berbahasa ekspresif dengan bahasa verbal dan nonverbal. Pada usia 4—5 tahun anak berbicara dengan kalimat pendek untuk menyatakan apa yang dilihat dan dirasakan. Pada usia 5—6  tahun anak mengungkapkan keinginan, perasaan, dan pendapat dengan kalimat sederhana dalam berkomunikasi dengan anak lain dan orang tua.
  3. Anak-anak menunjukkan kemampuan berbahasa ekspresif dengan mengulangi bahasa verbal dan nonverbal. Pada usia 4—5 tahun anak menceritakan gambar yang ada dalam buku, bertanya, dan berpendapat. Pada usia 5—6 tahun anak menunjukkan perilaku senang membaca buku serta mengungkapkan perasaan dan ide.

Itulah tiga indikator sebagai representasi kemahiran berbicara anak melalui bahasa reseptif dan ekspresif. Bahasa reseptif merupakan kemampuan untuk memahami, terutama dengan mendengar dengan media bahasa. Bahasa ekspresif merupakan bahasa komunikasi dengan menggunakan lisan ataupun tulisan. Dari sini dapat ditarik simpulan bahwa kemampuan berbicara anak akan berkembang dengan menyimak dan menirukan tuturan sesuai dengan tahapan perkembangan anak.


Implementasi Kebiasaan Membacakan Nyaring

Kebiasaan anak-anak pada saat berkunjung ke TBM Wadas Kelir adalah meminjam, membaca, dan mengembalikan buku. Namun, tidak hanya itu, saya juga terlibat dalam pengelolaan TBM Wadas Kelir dengan pengamatan secara langsung. Di sana saya membacakan buku kepada anak-anak. Hal ini termasuk dalam aktivitas membacakan nyaring bagi anak-anak. Membacakan nyaring dilakukan setiap hari agar anak makin mengenali kosakata dalam buku bacaan anak. Buku yang dipajang untuk anak adalah buku bergambar dan buku yang berisi kalimat sederhana karena ceritanya mudah dipahami sehingga anak senang belajar dengan buku tersebut (Trelease, 1989). Kebiasaan anak-anak membacakan nyaring di TBM dilakukan melalui tahapan berikut.

Pertama, anak dikondisikan duduk melingkar dan guru menyiapkan buku yang belum pernah dibaca atau dilihat. Anak-anak diperkenalkan dengan sampul buku anak sambil bernyayi dan bercakap berdasarkan pengalaman anak. Sebagai contoh, pendidik atau orang tua membacakan sampul depan buku berjudul Tatan Yang Tak Terlupakan, kemudian menjelaskan ilustrasi gambarnya bahwa ada Tatan dan anak yang sedang bercakap dengan senang. Hal itu dilakukan untuk menarik perhatian anak agar mereka aktif berbicara dengan baik. Melalui aktivitas tersebut, diharapkan anak-anak tertarik menyimak ceritanya sampai dengan selesai.

Kedua, pendidik atau orang tua membacakan buku dengan nyaring. Pada saat dibacakan buku, anak-anak diajak untuk menjawab pertanyaan di setiap halaman. Sebagai contoh, “Di manakah Tantan hidup? Ayo, ada yang tahu?” Lalu, anak-anak menjawab bersama-sama, “Hutan.” Anak-anak akan senang untuk melanjutkan ceritanya. Ketika membacakan nyaring, pendidik atau orang tua harus mengeluarkan suara dengan lantang serta menggunakan artikulasi dengan bagus dan gestur yang sesuai sehingga anak-anak dapat terbawa suasana dalam cerita. Membacakan nyaring bisa dilakukan di luar ruangan (outdoor) atau di dalam ruangan (indoor) sesuai dengan kesukaan anak.

Ketiga, pendidik atau orang tua membaca ulang buku yang pernah dibacakan. Ketika sudah selesai dibacakan buku, anak-anak ditanyai isi bukunya, baik tokohnya, ceritanya, maupun desain bukunya. Jika dapat menjawab dengan benar, anak-anak diperbolehkan mengambil dan membaca buku yang lain. Makin sering diulang membacakan buku, anak-anak secara refleks dan spontan menirukan kalimat pendek yang tadi dibacakan sehingga kecerdasan linguistik dapat diasah secara maksimal. Membacakan ulang buku bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh anak menguasai cerita yang sudah didengar dan disimak dari orang tua ataupun pendidik (Khomsiyatun, 2019).

Keempat, pendidik atau orang tua memberikan apresiasi kepada anak yang membaca, meminjam, dan mengembalikan buku. TBM Wadas Kelir memberikan sebanyak 5 poin masing-masing untuk anak-anak yang sudah meminjam buku, membaca atau menyimak buku, dan mengembalikan buku. Poin itu dapat dikumpulkan dan ditukar dengan hadiah yang sudah disediakan oleh pengelola TBM Wadas Kelir. Ananda Alya Firzanah selaku anggota TBM Wadas Kelir yang sudah membaca 10 buku lebih berhasil mengumpulkan 50 poin. “Saya suka baca buku karena bukunya bagus-bagus dan dapet hadiah juga,” ujarnya. Apresiasi itu merupakan bentuk pemberian semangat bagi anak-anak yang belajar di TBM Wadas Kelir.

Empat tahapan yang dilakukan di TBM Wadas Kelir tersebut bertujuan untuk melatih kemampuan berbicara pada anak-anak yang dikondisikan dengan membacakan nyaring, baik di TBM maupun di rumah bersama orang tua. Orang tua juga terlibat untuk mencarikan informasi jika anak bertanya. Interaksi antara orang tua dan anak terjalin dengan baik sehingga kemampuan anak dalam mendapatkan bahasa ibu dapat diaktualisasikan menjadi ekspresi berbicara. Dari sinilah implementasi membacakan nyaring yang rutin dilakukan dapat menjadi lingkaran kebiasaan. Kebiasaan di TBM Wadas Kelir menjadi upaya untuk membuka wawasan masyarakat di sekitarnya.


Efektivitas Anak Belajar Berbicara melalui Membacakan Nyaring

Pembelajaran kemampuan berbicara dengan memperhatikan artikulasi dan gestur melalui kebiasaan membacakan nyaring dinilai efektif meningkatkan pemerolehan kosakata anak. TBM Wadas Kelir menyuplai buku-buku dan melaksanakan kegiatan membacakan buku untuk anak-anak. Adapun efektivitas pembelajaran kemampuan berbicara melalui kebiasaan membacakan nyaring adalah sebagai berikut.

Pertama, kebiasaan membacakan nyaring meningkatkan pemahaman anak. Anak-anak usia 4—5 tahun sudah diasupi banyak bacaan sehingga anak akan mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik. Jika belum paham, anak akan mencari tahu dengan bertanya kepada orang di sekelilingnya. Jawaban akan disimpan untuk mengekspresikan kualitas rasional. Makin menguasi bacaan, anak makin cerdas serta meningkat daya kecakapan dan tutur bicaranya. Menurut Montessori, bahasa merupakan pangkal dari pancaindra yang aktif untuk menyimpan kosakata, pengalaman, dan wawasan yang didapat (Pinasthika, 2017).

Kedua, kebiasaan membacakan nyaring meningkatkan pembendaharaan kata. Steinberg dkk. mengungkapkan bahwa anak-anak pada usia 4—6 tahun yang dikenalkan 2—4  kata baru setiap hari akan menguasai 4.000 sampai dengan 8.000 kata dalam sel memori pada saat memasuki usia 6 tahun. Celotehan yang dikeluarkan anak memiliki makna penting dalam mendukung pengungkapan keinginan mereka. Memori anak dapat menyimpan jutaan kata-kata yang masuk melalui pendengaran, penglihatan, dan kecakapan yang aktif. Dengan demikian, membacakan nyaring menjadi kekuatan untuk menyajikan cerita yang mengesankan untuk anak.

Ketiga, kebiasaan membacakan nyaring melatih konsentrasi dan indra pendengaran anak. Membacakan nyaring melatih anak berpikir ulang ketika selesai dibacakan buku, kemudian mengingat kembali pertanyaan yang muncul. Anak-anak dapat membuka kembali bukunya, membacanya kembali, lalu mengekspresikannya ketika jawaban telah ditemukan. Dari sinilah anak dapat melatih kemampuan berbicara melalui bahasa-bahasa orang lain dengan buku sebagai media belajar.

Keempat, kebiasaan membacakan nyaring menciptakan kehangatan antara orang tua dan anak. Saya pernah bertanya kepada keluarga hebat yang memiliki tiga anak berusia 2 tahun, 3 tahun, dan 4 tahun. Ketika anak-anak hendak tidur, ayah dan bunda duduk di atas tempat tidur sambil membacakan buku. “Teng, teng, teng saatnya Ayah mendongeng.” Anak-anak pun mulai aktif mendengarkan, memperhatikan gaya bahasa Ayah, dan berdiskusi hangat setelah selesai dibacakan buku. Anak-anak memiliki keakraban bersama keluarga. Keluarga tersebut membuat anak-anak memiliki kreativitas dalam mengasah kemahiran berbahasa. Bukan hanya itu. Dalam dunia akademik, anak-anak selalu aktif, berprestasi, memperoleh peringkat pertama di kelas. Hal itu menjadi suatu kebanggaan bagi keluarga karena membacakan nyaring mampu memberikan kontribusi terhadap prestasi yang diperoleh anak.

Dari sini dapat ditarik benang merah bahwa kemahiran berbicara anak-anak dapat dikembangkan dengan kebiasaan membacakan nyaring serta dengan menggerakkan anak-anak untuk meminjam dan mengembalikan buku-buku di TBM Wadas Kelir. Banyak sekali ganjaran yang diperoleh ketika kita membiasakan membacakan nyaring seperti yang sudah dilakukan di TBM Wadas Kelir. Selain itu, TBM Wadas Kelir menjadikan belajar sebagai roh dengan memberdayakan sumber daya munusia yang unggul. Dengan demikian, permasalahan anak-anak yang kesulitan berbicara dapat diatasi dengan membiasakan aktivitas membacakan nyaring. Anak-anak dibacakan nyaring memiliki kemampuan daya pikir yang kritis, kreatif, dan interaktif.


Daftar Pustaka

Adyllah, N. (2018). Pengaruh Penerapan Metode Total Phisycal terhadap Kemahiran Berbicara Siswa Kelas II Mts Al-Munawwarah Pekanbaru. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. https://doi.org/10/10. BAB V_2018785PBA.pdf

Afifah, D.N., & Kuswanto, K. (2020). Membedah Pemikiran Maria Montessori pada Pendidikan Anak Usia Dini. Pedagogi?: Jurnal Anak Usia Dini dan Pendidikan Anak Usia Dini, 6(2), 57–67. http://dx.doi.org/10.30651/pedagogi.v6i2.4950

Arnianti, A. (2019). Teori Perkembangan Bahasa. PENSA, 1(1), 139–152. https://doi.org/10.36088/pensa.v1i1.352

Deiniatur, M. (2017). Pembelajaran Bahasa pada Anak Usia Dini melalui Cerita Bergambar. Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 3(2), 190–203. https://doi.org/10.32332/elementary.v3i2.882

Gatot, M., & Doddyansyah, M.R. (2018). Peningkatan Kemampuan Bahasa Anak melalui Metode Read Aloud. JURNAL OBOR PENMAS, 1(1), Article 1. https://doi.org/10.32832/oborpenmas.v1i1.1482

Kemdikbud. (2015). Peraturan Menteri Pendidikan  dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor  137 Tahun 2013 tentang Standar Nasional  Pendidikan Anak Usia Dini. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Khomsiyatun, U. (2019). Pola Pengembangan Literasi Bahasa pada Anak: Studi Kasus di PAUD Wadas Kelir. Metabasa: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran, 1(2), Article 2. http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/mbsi/article/view/1265

Montessori, M. (2019). Praxishandbuch der Montessori-Methode. Verlag Herder GmbH.

Farihah, Nasyiatul. (2020). Efektivitas Penggunaan Strategi Trading Place untuk Meningkatkan Kemahiran Berbicara Siswa MTs Himmatul Ummah Tapung Kampar. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau]. http://repository.uin-suska.ac.id/30339/

Pinasthika, L.T. (2017). Pengaruh Pendidikan Montessori terhadap Konsep Bermain Anak. Ultimart: Jurnal Komunikasi Visual, 10(1), 56–66. https://doi.org/10.31937/ultimart.v10i1.764

Rahimah, F.Y. (2014). Implementasi Metode Read Aloud untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita pada Anak Kelompok B Taman Kanak-Kanak Nur Rahimah Banjarbaru Tahun Ajaran 2013/2014. https://digilib.uns.ac.id/dokumen/37828/Implementasi-Metode-Read-Aloud-Untuk-Meningkatkan-Kemampuan-Bercerita-Pada-Anak-Kelompok-B-Taman-Kanak-Kanak-Nur-Rahimah-Banjarbaru-Tahun-Ajaran-20132014

Shofa, M.F., & Suparno, S. (2014). Peningkatan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini melalui Permainan Sandiwara Boneka. JPPM. Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, 1(2), 209–222. https://doi.org/10.21831/jppm.v1i2.2690

Sulistyawati, R., & Amelia, Z. (2021). Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak melalui Media Big Book. Jurnal Anak Usia Dini Holistik Integratif (AUDHI), 2(2), 67–78. https://doi.org/10.36722/jaudhi.v2i2.582

Sya’bana, F.N.R., Azizah, E.N., & Wijayanti, A. (2021). Pengaruh Aktivitas Read Aloud Saat Belajar dari Rumah terhadap Kemampuan Bahasa Ekspresif. Jurnal Pelita PAUD, 5(2), 203–212. https://doi.org/10.33222/pelitapaud.v5i2.1294

Trelease, J. (1989). The New Read-Aloud Handbook. Viking Penguin, 40 West 23rd St.

 

 

Nur Hafidz

Pegiat Literasi dan Pengelola Taman Bacaan Masyarakat Rumah Kreatif Wadas Kelir

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa