Pengarusutamaan Bahasa Ibu

Bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakatnya sering disebut dengan bahasa ibu (native language atau mother language). Dalam konteks Indonesia, bahasa ibu selalu mengarah pada bahasa daerah tertentu (bahasa lokal). Misal, anak yang lahir di Purwokerto dari orang tua yang berasal dari Banyumas dan berbahasa banyumasan, bahasa ibunya adalah bahasa banyumasan.

Namun, anak yang lahir di Bandung dan orang tuanya berasal dari Bandung yang berbahasa Sunda, tentu bahasa ibunya adalah bahasa Sunda. Mengapa bahasa ibu di Banyumas dan Bandung berbeda? Hal ini disebabkan oleh letak wilayah dan keberagaman suku yang berbeda bahasa.

Apakah perbedaan ini menjadi masalah bagi perkembangan seorang anak? Tentu tidak. Yang menjadi masalah adalah apabila bahasa ibu yang menjadi dasar alamiah tidak lagi dipedulikan dan tergeser oleh bahasa yang lebih dominan, seperti bahasa Indonesia dan bahasa asing. Oleh karena itu, pengarusutamaan bahasa ibu penting dilakukan untuk melestarikan dan membumikannya agar bahasa ibu tetap eksis. Pengarusutamaan bahasa ibu ini setidaknya dapat dilakukan di tiga lingkungan yang efektif, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

 

Pengarusutamaan Bahasa Ibu di Lingkungan Keluarga

Keluarga menjadi tempat efektif untuk berinteraksi antara orang tua dan anak. Selain itu, orang tua memiliki kemampuan dan tanggung jawab sosial untuk memberikan pengajaran dan pengalaman berharga kepada anak. Terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan orang tua kepada anak untuk turut meliterasikan bahasa daerah.

Pertama, memberikan pemahaman tentang bahasa sebagai budaya. Tidak dapat dimungkiri bahwa bahasa adalah bagian dari budaya dan budaya merupakan corak terciptanya peradaban suatu masyarakat. Memberikan pemahaman tentang bahasa sebagai alat komunikasi merupakan hal penting, tetapi memberikan pemahaman tentang bahasa sebagai budaya adalah hal yang berbeda. Orang tua dapat mengomunikasikan nama-nama benda kepada anak sesuai bahasa mereka. Selain itu, orang tua perlu memastikan bahwa apa yang dimengerti anak mungkin akan berbeda dengan pemahaman orang lain.

Kedua, mengenalkan bahasa daerah dalam keluarga. Sejak dini, orang tua perlu mengenalkan bahasa daerah kepada anak. Orang tua dapat membiasakan diri berbicara dengan bahasa daerah. Anak-anak sebagai manusia tabula rasa membutuhkan referensi yang ada di lingkungan sekitar. Orang tua memiliki waktu paling banyak untuk berinteraksi kepada anak. Bahkan, orang tua memiliki kemampuan yang paling baik untuk membuat anak patuh. Di sinilah, kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan bahasa daerah sebagai budaya masyarakat kepada anak.

Ketiga, menciptakan suasana sebagai penutur. Tidak dapat dimungkiri lagi bahwa penyebab terancam punahnya bahasa-bahasa daerah adalah minimnya penutur (native speaker). Orang tua dapat berinteraksi dalam bahasa daerah dengan anak-anak dan melihat kondisi/situasi tertentu yang disepakati bersama. Dengan begitu, literasi bahasa daerah akan menular kepada anak.

Keempat, meminta anak untuk mencatat. Menjaga dan melestarikan adalah persoalan cara. Bahasa daerah sebagai budaya yang ingin terus kita jaga sebaiknya dapat dilestarikan dengan melisterasikannya dengan baik, yaitu dengan membaca, bertutur, dan mencatat.

Dengan mencatat, bahasa daerah akan memiliki nilai autentik/orisinalitas yang baik. Orang tua dapat mengajak anak untuk dapat menanyakan sesuatu yang sulit dan memberi tahu anak untuk mencatatnya. Hal ini akan menghindari kekeliruan berbahasa. Tentu ini menjadi langkah baik untuk menyempurnakan budaya berbahasa daerah. Upaya-upaya inilah yang akan memberikan sumbangsih terhadap kemajuan literasi bahasa daerah. Orang tua dapat melibatkan anak untuk turut meliterasikan bahasa. Hal kecil ini akan menjadi upaya terjaganya autentisitas peradaban nusantara.

 

Pengarusutamaan Bahasa Ibu di Lingkungan Sekolah

Sekolah menjadi tempat yang efektif untuk mempertahankan bahasa ibu karena sekolah menjadi tempat interaksi antara guru dan anak. Guru memiliki peran yang penting dalam mengomunikasikan dan mendesain pembelajaran yang bermuatan bahasa ibu. Pertama, dengan menjadikan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan pada jenjang sekolah dasar, yaitu kelas 1—3. Kebermanfaatan penggunaan bahasa ibu (daerah) sebagai bahasa pengantar pada tingkat dasar ditunjukkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Freeman dan Freeman (1992). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak yang belajar di sekolah dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa kedua (bahasa Inggris) sering mengalami kesulitan dalam belajar mata pelajaran lain, seperti matematika, IPA, IPS, dan sejenisnya. Namun, siswa yang belajar di sekolah dengan menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar cenderung tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar (Cummins, 1989).

Pemberian pelajaran dengan menggunakan bahasa ibu pada tingkat dasar dapat menjadi sarana bagi pembentukan sikap percaya diri pada anak. Mereka merasa dihargai karena bahasa yang mereka gunakan menjadi sarana sosialisasi budaya yang membentuk diri mereka dan sebagai sarana dalam penyampaian pengetahuan di sekolah, tempat mereka menuntut ilmu.

Selain itu, secara psikologis mereka merasa aman berada di sekolah dan akan selalu siap menerima pelajaran. Apa yang terjadi jika pelajaran tertentu disampaikan dalam bahasa kedua yang belum dikuasai anak? Selain mereka harus berjuang untuk memahami materi pelajaran dalam waktu yang bersamaan, mereka juga harus mengerahkan segala potensinya untuk memahami bahasa yang digunakan dalam penyampaian materi pelajaran tersebut. Rasa putus asa dapat saja membayangi anak dan karena itu pula dapat memunculkan rasa kurang percaya diri. Mungkin itu salah satu penyebab mengapa nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam pelajaran agama atau PPKN di sekolah belum sepenuhnya dapat diaplikasikan anak dalam kehidupan nyata karena sesungguhnya mereka hanya memahami konsep itu secara verbal bukan secara substansial.

Kedua, menjadikan bahasa ibu sebagai salah satu materi pelajaran muatan lokal pada semua jenjang pendidikan formal (dari SD hingga perguruan tinggi). Pengembangan materi muatan lokal bahasa daerah memiliki arti penting bagi upaya meningkatkan kepribadian bangsa dan jati diri manusia Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan pemahaman tentang dinamika makna yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kesadaran akan keanekaragaman budaya bangsa itu diharapkan semakin diyakini karena pemahaman diperoleh melalui pengetahuan empiris yang berupa bukti kebahasaan, bukan dalam bentuk “indoktrinasi”.

 

Pengarusutamaan Bahasa Ibu di Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan ruang pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah dengan sifat, fungsi, ruang lingkup yang berbeda, batasan yang tidak jelas, serta keanekaragaman bentuk kehidupan sosial dan budaya. Lingkungan masyarakat yang baik akan memberikan pengaruh-pengaruh yang baik pada individu masyarakatnya. Begitupun sebaliknya. Lingkungan masyarakat juga turut membentuk bahasa ibu yang digunakan oleh anggota masyarakatnya. Pengarusutamaan bahasa ibu di lingkungan masyarakat dapat dilakukan dengan cara berikut.

Pertama, membangun komunitas. Hal yang mengejutkan dari era milenial adalah komunitas-komunitas baru yang banyak bermunculan secara bersamaan. Berbagai komunitas dapat kita jumpai dengan mudah. Komunitas-komunitas tersebut muncul dari lingkup mikro hingga makro, dari persoalan sekunder hingga primer. Namun, masih jarang komunitas yang menyentuh bahasa daerah. Minimnya penutur (native speaker) sebaiknya menjadi semangat untuk membangun generasi-generasi penutur muda bahasa daerah dengan menciptakan komunitas yang konsisten dalam pelestarian bahasa daerah. Komunitas ini pun dapat memanfaatkan ruang digital sebagai ruang eksplorasi, misalnya dengan menciptakan konten-konten berbahasa daerah atau membuat video/film untuk kelestarian bahasa daerah.

Kedua, membuat perayaan tentang bahasa daerah. Bahasa sebagai budaya adalah peradaban. Bahasa daerah tentu membutuhkan perayaan yang melibatkan seluruh penutur nusantara. Hal ini dilakukan untuk dapat mencegah punahnya kekayaan bangsa Indonesia. Perayaan bahasa dapat dilakukan dengan beragam kegiatan yang memiliki unsur bahasa itu sendiri. Perayaan bahasa inilah yang akan menjaga keaslian dan kelestarian bahasa.

Bahasa daerah menjadi bahasa yang penting diajarkan kepada anak. Slogan Bahasa Indonesia kita cintai dan bahasa daerah kita sayangi perlu diterapkan kepada anak. Anak-anak sejak dini sangat senang mendapatkan hal-hal baru. Bahasa daerah bisa menjadi stimulus anak untuk dapat mengembangkan dan memperbanyak perbendaharaan kata dalam bahasa ibu. Dengan demikian, orang tua telah ikut membantu mengenalkan budaya nusantara. Bahasa sebagai salah satu unsur budaya erat dengan keragaman etnis di Indonesia. Bimbingan dan keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan untuk pelestarian bahasa kita.

Mengapa bahasa ibu penting untuk dilestarikan? Apa alasannya? Setidaknya terdapat lima alasan mengapa bahasa ibu penting untuk dijaga dan dilestarikan. Pertama, bahasa ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi bagi anak. Anak-anak dapat menyampaikan ide atau maksud dan keinginannya pada orang terdekatnya melalui bahasa ibu. Misalnya, “Bu, kulo pengin maem,” ucap anak. “Nggih mangke sekedap, Ibu pundut riyin,” jawab Ibu. Maksud anak dapat tercapai karena keduanya paham dan mengerti dengan bahasa yang digunakan.

Kedua, bahasa ibu adalah sumber pengetahuan bagi seorang anak. Anak pada mulanya memiliki kebiasaan imitatif. Anak yang memiliki kebiasaan meniru, bukan hanya akan meniru apa saja yang dilihatnya, melainkan juga apa yang ia dengar, termasuk bahasa. Anak akan menangkap apa saja yang ada di lingkungan keluarga dan sekitarnya sebagai bahan pengetahuannya yang baru.

Ketiga, bahasa ibu dapat menjadikan pola pikir anak lebih terkonsep karena ungkapan rasa dan bahasa ibu mudah melekat dan dipahami anak. Pola pikir anak yang terkonsep menjadikan anak berprestasi dan memudahkan kehidupannya di masa depan.

Keempat, bahasa ibu dapat dijadikan sebagai pertahanan yang kuat bagi anak untuk melestarikan bahasa daerah (lokal). Bahasa ibu yang sudah melekat pada diri anak akan mampu bertahan sehingga bahasa ibu tetap eksis di tengah arus globalisasi.

Kelima, bahasa ibu juga dapat membentuk dan menumbuhkan karakter anak. Misalnya, anak yang diajarkan bahasa ibu dengan variasi bahasa halus, seperti di daerah Solo akan memiliki karakter yang lembut. Kemudian anak yang sejak kecil diajarkan bahasa Batak yang memiliki logat keras akan memiliki karakter yang keras. Begitu juga dengan bahasa-bahasa ibu yang lainnya, karakter anak akan terbentuk sesuai karakteristik daerah masing-masing. Namun demikian, kelestarian bahasa daerah sangat penting bagi autentisitas peradaban suatu bangsa. Indonesia dengan keanekaragamannya menjadi hal yang perlu disyukuri bersama. Mari kita literasikan bahasa daerah bagi kelestarian budaya nusantara.

 

Daftar Bacaan

Cummins, J. 1989. Empowering Minority Students Sacramento CABE; The Sanitiged Curriculum: Educational Disempowerment in a Nation at Risk. In Richness in Writing: Empowering ESL Students. Ed. By D. Junction and D. Roen. Hal. 19-38. New York: Long Man.

Freeman, Yvonne S and Freeman, David E. 1992. Whole Language for Second Language Leaners. Portsmouth, NH: Heinemann.

Samiaji, Mukhamad Hamid. 2019. “Bahasa Ibu: Bagaimana Mengajarkannya” dimuat di https://anggunpaud.kemdikbud.go.id/index.php/berita/index/20191105102040/Bahasa-Ibu-Bagaimana-mengajarkannya.

Mukhamad Hamid Samiaji

Penulis merupakan pemerhati bahasa dan anak di Lembaga Kajian Nusantara Raya UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto.

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa