Mempercakapkan Sastra Anak
“Kita
hidup dikelilingi sastra.” (Lakoff dan Johnson)
Ungkapan “Kita hidup
dikelilingi sastra” dipinjam dari Lakoff dan Johnson (1980) yang menulis buku Metaphors
We Live By. Pada intinya, Lakoff dan Johnson menunjukkan adanya dan
pentingnya metafora dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
berbagai aktivitasnya, manusia tidak dapat melepaskan diri dari bermetafora, berbicara,
dan bahkan berpikir dengan mempergunakan berbagai metafora. Misalnya, ungkapan
yang sudah amat biasa didengar dalam pembicaraan sehari-hari, seperti jatuh
cinta, patah hati, patah semangat, patah arang, keras kepala, berhati baja,
ujian sudah di ambang pintu, gantungkan cita-cita setinggi langit, dan menjadi
batu sandungan adalah bentuk-bentuk metafora. Namun, orang tidak menyadari
bahwa kata-kata yang sering diucapkan tersebut sebenarnya adalah metafora.
Berdasarkan fakta bahwa
orang hampir tidak dapat menghindar dari penggunaan metafora tersebut, Lakoff dan
Johnson kemudian mengatakan bahwa kita hidup dikelilingi metafora, kita tidak
bisa hidup tanpa metafora. Lebih dari itu, menurutnya bahkan metafora menguasai
kehidupan manusia, yaitu menguasai cara berbahasa, berpikir, dan berbudaya. Itu
sama halnya dengan kenyataan bahwa orang tidak menyadari kata-kata yang
diucapkannya adalah metafora. Hal yang sama juga terjadi dalam hal cara
berpikir dan berbudaya. Artinya, kita juga tidak menyadari bahwa kita sering
berpikir dan berbudaya dengan bermetafora. Hal yang kurang lebih sama juga terjadi
dengan sastra, khususnya sastra anak. Kita sering tidak menyadari bahwa berbagai
hal dan aktivitas yang kita lakukan, atau dilakukan orang lain, bahkan oleh
anak-anak, bernuansa sastra. Dengan demikian, tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa sebenarnya kita hidup dikelilingi sastra (anak).
Mempercakapkan
Sastra Anak
Sastra anak menempatkan
anak-anak sebagai fokusnya. Ada yang mengartikan bahwa sastra anak itu adalah
semua buku yang dibaca dan yang dinikmati oleh anak-anak. Pernyataan itu kurang
disepakati oleh Sutherland dan Arthburnot (1991) karena sastra anak bukan hanya
meliputi buku yang dibaca dan dinikmati anak-anak, melainkan juga ditulis
khusus untuk anak-anak dan memenuhi standar artistik dan syarat kesastraan.
Norton (1988) mengungkapkan pendapatnya bahwa sastra anak adalah sastra yang
mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak yang dapat dilihat dan dipahami
melalui mata anak-anak (through the eyes
of a child). Sastra anak bukan hanya karya yang dibuat oleh anak-anak,
bukan pula dibatasi oleh siapa pengarangnya, melainkan untuk siapa karya itu
diciptakan. Dengan demikian, sastra anak boleh saja merupakan hasil karya orang
dewasa, tetapi berisikan cerita yang mencerminkan perasaan anak-anak,
pengalaman anak-anak, serta dapat dipahami dan dinikmati oleh anak-anak sesuai
dengan pengetahuan mereka.
Jadi, apa itu sastra anak?
Sastra anak adalah citraan dan/atau metafora kehidupan yang disampaikan kepada
anak yang melibatkan aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, serta pengalaman
moral dan diekspresikan dalam bentuk-bentuk kebahasaan yang dapat dijangkau dan
dipahami oleh pembaca anak-anak (Saxby,1991). Jadi, sebuah buku dapat dipandang
sebagai sastra anak jika citraan dan metafora kehidupan yang dikisahkan, baik
dalam hal isi (emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, dan pengalaman moral)
maupun bentuk (kebahasaan dan cara-cara pengekspresian) dapat dijangkau dan
dipahami oleh anak sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya. “Children’s books
are books that have the child’s eye at the center (Huck dkk., 1987). Buku
anak, sastra anak, adalah buku yang menempatkan sudut pandang anak sebagai
pusat penceritaan.
Cakupan sastra anak membentang luas sekali atau lazim dikenal sebagai genre, bahkan melebihi cakupan sastra dewasa. Bentuknya dapat berupa lisan, tulis, bahkan juga aktivitas. Sastra lisan dapat berupa cerita si ibu kepada anaknya, cerita ibu guru kepada murid-murid TK-nya atau murid-murid SD kelas awalnya, nyanyian, tembang-tembang dolanan, rengeng-rengeng lagu ninabobo, dan lain-lain. Sastra tulis dapat berupa berbagai hal yang memang secara sengaja ditulis untuk anak dengan menekankan pentingnya unsur keindahan. Jadi, itu dapat berupa puisi, cerita fiksi, biografi tokoh, sejarah, berbagai jenis buku informatif, naskah sandiwara, dan lain-lain yang lazimnya disertai gambar-gambar menarik. Sastra aktivitas adalah sesuatu yang berupa penampilan, seperti drama, pembacaan puisi/deklamasi, dan bahkan juga yang sekadar ber-finger rhyme (seperti mengetuk-ngetukkan jari di meja dengan membentuk pola irama tertentu).
Manfaat
Sastra Anak
Menurut Huck dan Norton,
sastra anak memengaruhi perkembangan bahasa anak karena pergaulan anak-anak
dengan sastra lisan ataupun tulis akan berdampak terhadap perkembangan bahasa
mereka. Dengan menyimak atau membaca karya sastra, secara sadar atau tidak,
pemerolehan bahasa dan kosakata mereka terus meningkat. Bertambahnya kosakata
turut pula meningkatkan keterampilan berbahasa mereka.
Melalui karya sastra,
kognisi siswa juga dapat dikembangkan. Sastra sudah barang tentu menghadirkan
keterlibatan orang dengan unsur kognisi sebab beberapa unsur cerita, plot
misalnya, yang dibangun berdasarkan kejadian-kejadian dalam sebuah hubungan
sebab-akibat, tidak bisa tidak akan melibatkan kegiatan berkognisi. Dengan
demikian, sastra anak sebenarnya berpotensi untuk mengembangkan kognisi
anak-anak.
Sastra anak dalm bentuk lisan
sudah sejak lama dimanfaatkan untuk menanamkan nilai-nilai etika oleh orang
tua. Tradisi bercerita, di samping berhubungan dengan kehangatan hubungan antara
orang tua dan anak, berfungsi sebagai media pewaris nilai-nilai yang akan
mengisi dan membangun kepribadian anak. Oleh karena itu, cerita-cerita yang
baik sesungguhnya ialah cerita yang menarik sekaligus mengandung ajaran. Dengan
perkataan lain, cerita yang baik haruslah memberikan kenikmatan dan sekaligus
kehikmahan kepada para pembaca atau pendengarnya.
Bagi anak-anak, sastra
bermanfaat untuk melatih perkembangan pribadinya (Huck, 1987; Norton, 1988).
Cerita akan mengisi ruang imajinasi dan pengalaman batin anak sehingga mereka
tergerak untuk menyatakan berbagai emosinya, mengekspresikan empatinya kepada
orang lain, serta mengembangkan berbagai perasaan sebagai curahan kepribadian.
Manfaat sastra anak dalam
pembelajaran dan pengembangan bahasa anak-anak sangat banyak. May (1990)
mengemukakan pendapatnya bahwa karya sastra dapat memberi kontribusi dalam
pembelajaran, yaitu (1) menjadi alternatif sumber belajar, (2)
mengembangkan/melayani perbedaan individu, (3) memberi kesempatan untuk
pengembangan diri (emosi dan konsep), (4) memberi dorongan untuk berlatih membaca
secara interaktif, (5) memperkaya bidang kurikulum yang lain (other
curriculum areas), (6) menjadi model dan inspirasi untuk menulis, (7)
memberi pengalaman estetis, (8) memberi kesempatan untuk menghayati cara-cara
bersosial dengan yang lain, (9) dan memberi kesadaran untuk bertanggung jawab
secara etis.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan manfaat sastra anak telah dilakukan oleh para ahli. Hasilnya adalah sastra anak dapat mengembangkan kemampuan menulis, berbicara, membaca, dan menulis, bahkan berpikir logis.
Pembelajaran
Sastra Anak
Sastra anak sangat penting
untuk mendukung mental, imajinasi, dan kreativitas seorang anak dan
meningkatkan aspirasi anak tentang karya sastra. Seperti yang kita ketahui
bahwa sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh
anak-anak. Sastra anak hanya berisi tentang dunia yang akrab dengan akan-anak.
Dalam menciptakan sastra
anak tentunya seseorang harus menyajikan karya sastra yang sesuai dengan dunia
dan karakteristik anak. Sastra anak sangat penting untuk pembelajaran mental,
moral, dan juga kepribadian seorang anak serta meningkatkan kreativitas dan imajinasi
seorang anak. Pembelajaran sastra anak tidak hanya diterapkan dalam dunia
pendidikan, tetapi juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran sastra anak
dalam dunia pendidikan seperti di sekolah dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra. Dalam pembelajaran
sastra anak tentunya kita harus tahu apa saja karya-karya sastra anak yang
dapat disukai dan dipahami oleh seorang anak.
Ilustrasi dan buku yang
disukai oleh anak-anak adalah gambar-gambar yang disertai dengan cerita. Di dalam
sastra anak, kebanyakan penulis menyajikan ilustrasi sebagai daya tarik
tersendiri untuk anak. Sastra dapat dibedakan menjadi beberapa genre, yaitu
fiksi, nonfiksi, sastra tradisional, dan komik. pembelajaran sastra anak
diyakini menjadi pengembang kepribadian seorang anak sebelum menuju proses
kedewasaan sebagai manusia yang memiliki jati diri yang jelas.
Dalam pertumbuhannya, seorang
anak membutuhkan pendamping yang mampu menuntun pertumbuhan diri dan sosialnya.
Sastra anak menjadi jawabannya. Untuk itulah, sastra anak sangat penting untuk
mengenalkan anak pada hal-hal dasar hingga hal-hal kompleks.
Penerapan sastra
tradisional, seperti legenda, cerita rakyat, asal-usul kebudayaan, dan adat
istiadat bagi seorang anak dalam kehidupan sehari-hari bertujuan untuk menambah
wawasan, membentuk kepribadian, membentuk jati diri, dan menambah pengetahuan
seorang anak tentang adat istiadat serta kebudayaan di daerah tempat
tinggalnya. Sastra anak dapat mengembangkan wawasan anak menjadi perilaku
insani.
Pembelajaran melalui karya
sastra yang luas dapat membuat anak mengerti tentang dunia. Selain itu, seorang
anak dapat membayangkan dan merasakan keindahan serta merasakan kesadaran
mengenai kehidupan orang lain dan mungkin juga bangsa lain sekali pun. Dengan
menyimak atau menbaca sastra anak, seorang anak dapat meningkat pemerolehan bahasanya
sehingga mereka lebih terampil dalam berbahasa untuk berkomunikasi dalam
kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, penyajian
sastra anak harus bermanfaat sehingga membawa anak-anak ke arah yang lebih baik
karena seorang anak cenderung mengikuti apa yang baru diketahui dan yang diajarkan
oleh orang tua, guru, ataupun orang-orang di sekitarnya. Sastra dapat
memberikan pengalaman seolah-olah si anak sendiri yang mengalaminya, seperti
petualangan dan perjuangan dalam menghadapi rintangan.
Dalam membaca sastra,
selain sebagai hiburan karena dapat menikmati jalan cerita dan pelukisan
watak yang mengesankan, anak juga harus mempertimbangkan kebenaran. Di sini
pembaca sastra juga harus mencari makna yang terkandung di dalamnya. Selain itu,
guru atau orang tua harus memilihkan bacaan sastra yang di dalamnya terdapat pesan-kesan
yang bermakna bagi seorang anak atau seorang siswa. Apabila karya sastra
diajarkan sejak dini, seorang anak dapat mengerti kehidupan manusia yang
sederhana, berbudi luhur, dan disiplin. Hal itu terjadi karena di dalam karya
sastra terdapat gambaran kebiasaan manusia yang bergaul dengan kebenaran,
keindahan, dan kebaikan.
Ada empat kategori bacaan
awal seorang anak. Pertama, buku alfabet
pada umumnya tidak langsung menuliskan uraian abjad. Namun, di dalamnya abjad
dirangkai sedemikian rupa dengan objek-objek, seperti hewan atau benda yang
bentuknya mirip dengan abjad yang dimaksud. Hal itu dimaksudkan supaya otak anak
dirangsang dengan hal-hal yang sudah dilihat sehingga mereka lebih mudah
mengingatnya. Kedua, buku berhitung
juga bertujuan mengenalkan anak pada angka-angka dan konsep-konsep perhitungan
dasar, tetapi menggunakan benda atau objek yang menarik serta sering dilihat
dan mudah diingat oleh anak.
Ketiga, di dalam buku konsep diajarkan hal-hal yang terjadi di lingkungan
sekitar anak. Semuanya dirancang untuk menggugah otak anak agar melihat hal-hal
abstrak di sekelilingnya dengan lebih mendalam, tetapi tetap pada konsep
menarik, mudah diingat, dan seru dibaca.
Keempat, buku gambar tanpa kata adalah buku sastra anak yang lebih banyak membangun kemampuan literasi anak serta menggugah imajinasi, perasaan, dan kecerdasan anak melalui gambar-gambar yang tersaji. Buku bergambar sebenarnya berisi cerita yang dilengkapi ilustrasi pendukung. Buku bergambar ini juga dapat berupa buku panduan untuk anak tentang hal-hal apa pun dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar
Bacaan
Norton,
Donna E. 1988. Through the Eyes of a Child: An Introduction to Children
Literature. Columbus: Charles Merrill Publishing.
Nurgiantoro,
Burhan. 2005. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Huck,
Charlotte S., Susan Hepler, dan Janet Hickman. 1987. Children’s Literature
in The Elementary School. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Saxbya,
Maurice. 1991. “The Gift Wings: The Value of Literature to Children”, dalam
Maurice Saxby & Gordon Winch (eds). Give Them Wings, The Experience of
Children’s Literature. Melbourne: The Macmillan Company, hlm. 3?118.
Sutherland,
Z. dan M.N.Arbuthnot. 1991. Children and Books. New York: Harper Collins
Publisher.
Mukhamad Hamid Samiaji
...