Bukan Dinosaurus, tetapi Rajawali Gagah Perkasa
Ada yang
berbeda pada Kongres Bahasa Indonesia ke-12 ini, yakni kegiatan yang bernama
kelas mahir. Kelas mahir adalah kegiatan yang mempertemukan tumbu dan tutup
untuk peningkatan kompetensi kebahasaan. Tumbunya adalah para pakar kelas dunia
dengan para praktisi bahasa se-Indonesia, sebagai tutupnya.
Ada dua
kelas yang diadakan oleh Badan Bahasa dalam rangka KBI XII ini, yaitu Kelas
Mahir Leksikografi dan Kelas Mahir Linguistik Forensik. Keduanya dilaksanakan
berturut-turut tanggal 2--13 Oktober lalu.
Kedua
kelas tersebut dipilih karena kebutuhan yang mendesak terhadap peningkatan
kompetensi dalam dua bidang itu. Bahasa-bahasa daerah yang berjumlah ratusan
perlu dikodifikasi secepatnya karena jumlah penuturnya yang terus menyusut.
Bahasa daerah juga taman sari pemerkayaan bahasa Indonesia sekaligus bahan baku
pemadanan istilah asing.
Seringnya
terjadi kekisruhan dalam interaksi di media sosial juga memerlukan kompetensi
ahli linguistik forensik untuk mengurainya. Kegaduhan di dunia maya berpotensi
merambat ke dunia nyata, apalagi di bulan-bulan dan tahun politik ini.
Setiap
kelas mahir mendapat porsi pelaksanaan yang maksimal. Dilaksanakan selama lima
hari mulai dari pagi sampai malam, diisi dengan teori dan praktik. Secara total
setiap kelas melaksanakan 40—57 jam pelajaran, kurang lebih setara dengan tiga
sks di perguruan tinggi.
Peserta
tiap kelas dibatasi hanya 20 orang, 15 orang dari luar Badan Bahasa dan tiga
peserta dari lingkungan Badan Bahasa. Mereka diseleksi dari 58 orang pendaftar
dari seluruh Indonesia. Seleksi meliputi karya dan pekerjaan yang relevan,
karya tulis, dan kemampuan bahasa Inggris.
Kelas
Mahir Leksikografi diampu oleh tim dari Lexicom Ltd. yang berkantor di Inggris
dan Czech. Lexicom adalah perusahaan yang berada di belakang aplikasi korpus
terkenal Sketch Engine. Pada kelas itu diajarkan kompetensi tentang
leksikografi praktis langsung oleh Dr. Michael Rundell, penulis buku The Oxford
Guide to Practical Lexicography yang pernah menjadi redaktur kamus Longman dan
pemimpin redaksi kamus Inggris Macmillan.
Kelas tersebut juga mengajarkan cara pemanfaatan aplikasi Sketch Engine untuk tujuan penyusunan dan pengayaan kamus serta pencarian istilah. Materi-materi seputar itu dipandu langsung oleh CEO aplikasi Dr. Miloš Jakubí?ek dan koleganya Vojt?ch Ková?. Saat ini, Sketch Engine, telah memiliki data korpus bahasa Indonesia sebanyak lebih dari empat miliar kata. Pada kelas itu peserta juga diberi wawasan mengenai kecerdasan artifisial seperti ChatGPT dan perannya dalam dunia leksikografi.
Kelas
mahir kedua, linguistik forensik, diampu oleh pengajar dari Aston University
yang terkenal dengan Aston Institute for Forensic Linguistics-nya. Ada dua
orang pengajar dari Aston yaitu Dr Tahmineh Tayebi dan Amy Booth. Kepala Badan
Bahasa, Prof. E. Aminudin Azis, Ph.D, yang juga guru besar linguistik forensik
ikut memberikan materi. Kelas linguistik forensik mengajarkan materi tentang
bagaimana mendeteksi serta menganalisis ujaran kebencian (hate speech)
dalam media sosial dan beberapa praktiknya.
Selain tentang ujaran kebencian dibahas juga cara mengetahui sekaligus menganalisis ihwal perundungan siber (cyber bullying) dan bahasa kasar dan ofensive (rude/offensive language). Ada pula praktik tentang ujaran yang jadi delik aduan di pengadilan dan cara analisis mengunakan korpus. Sesi kelas ini diakhiri dengan cara membuat catatan ahli (expert note) tentang kasus yang melibatkan kompetensi linguistik forensik.
Nomenklatur kelas mahir (master class) merujuk pada kualitas dan kompetensi peserta. Para peserta adalah para praktisi tingkat lanjut (advanced student) yang sudah bekerja, baik di kampus, maupun di institusi lain dalam salah satu dari dua bidang tadi. Mereka terdiri atas dosen, pengembang aplikasi, dan peneliti. Setelah mengikuti kelas itu mereka diharapkan menjadi ahli mahir yang akan mengembangkan dan menularkan keahlian, menengarai kasus bahasa di pengadilan, atau dapat menghasilkan produk terkait.
Kegiatan ini pertama
kali dilaksanakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Mungkin pernah
ada beberapa kegiatan serupa, tetapi jangkauan, kedalaman, dan peserta serta
narasumbernya tidak seluas dan seberagam ini. Hal tersebut dilakukan karena
penanganan kebahasaan di Indonesia harus melibatkan semua sumber daya yang ada
dan kepakaran kelas dunia agar bahasa Indonesia menjadi rajawali yang gagah
perkasa bukan dinosaurus yang tinggal cerita.
Azhari Dasman Darnis
Koordinator Kelas Master