Keluhuran Bahasa Indonesia dan Legasi Malahayati di UNESCO

Duel satu lawan satu di atas geladak kapal pada 11 September 1599 merupakan kisah perjuangan bangsa yang berujung dengan cerita tewasnya Cornelis de Houtman di tangan Laksamana Malahayati (Keumalahayati). Peristiwa heroik ini terjadi dalam pergerakan kebahasaan dari periode pembibitan bahasa persatuan Indonesia yang diketahui berlangsung hingga abad ke-16.

Pergerakan kebahasaan yang dimaksud tercatat dalam kamus Frederick de Houtman. “Appa bowat pagy hary bankit? Lagy poysa kamoe?” Begitulah contoh kalimat berbahasa (Melayu) Indonesia dalam kamus yang terbit pada 1603 di Amsterdam. Jika ditulis sekarang, kalimat percakapan itu akan tersusun sebagai berikut. Buat apa pagi hari bangkit/bangun? Lagi puasa, kamu? Berbeda dengan nasib Cornelis, Frederick ditangkap dan dibiarkan hidup selama 26 bulan dalam penjara Benteng Pidi, Aceh (Suratminto, 2012).

Selama hidup dalam penjara, Frederick menyusun kamus yang terbilang paling tua sepanjang sejarah pembentukan bahasa Indonesia, yaitu kamus bahasa Belanda-Indonesia yang pada awalnya bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa Melayu (https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/97/ ejarah-kamus-besar-bahasa-indonesia). Penyusunan kamus dwibahasa itu menandai pergerakan babak baru. Kebaruan ini dijelaskan oleh Lili Suratminto yang mengaitkan kebaruan itu dengan fakta bahwa kebanyakan buku pada waktu itu ditulis dengan huruf Jawi atau Arab Pegon.

Konsolidasi Pembangunan Berkelanjutan

Hasil Sidang Umum UNESCO Ke-42 pada tanggal 7—22 November 2023 memberikan petunjuk transformasi sosial kebahasaan dalam tiga tahapan pergerakan: pembibitan, pembentukan, dan konsolidasi bahasa persatuan Indonesia. Bahasa kebangsaan yang sangat transformatif ini dapat dibaca melalui asas trikon dari ajaran Ki Hadjar Dewantara.  Pertama, bahasa Indonesia terbukti berkembang sangat luhur dalam gerak pembangunananya seturut dengan asas kontinyu. Tidak seperti sebuah sulap (bak bahasa Esparanto), bahasa persatuan ini hadir berkesinambungan, baik sebelum maupun sesudah bangsa Indonesia sukses terbentuk pada abad ke-20 melalui Sumpah Pemuda 1928.

Dengan membebaskan diri dari belenggu asing sebagaimana perjuangan Malahayati dalam perlawanan fisik terhadap bangsa Belanda, bangsa Indonesia mewujudkan kemuliaan diri. Setelah empat abad membentuk jati diri, kini bangsa Indonesia mulai terkonsolidasi dalam pembangunan kebahasaan secara berkelanjutan di dunia internasional. Konsolidasi kehidupan berbangsa ini dilakukan atas penghormatan UNESCO kepada Malahayati yang tanggal lahirnya dirayakan secara internasional dan pemuliaan badan PBB ini terhadap bahasa Indonesia yang bertambah fungsi menjadi bahasa persidangan antar-bangsa.

Kedua adalah asas konvergen dalam hal bahasa Indonesia yang menerima sumber dari luar. Dalam hal ini, kehormatan Malahayati di UNESCO tidak terpisahkan dari keluhuran bahasa Indonesia di badan dunia itu. Legasi kamus Frederick de Houtman telah memberikan sumbangan literasi keberaksaraan latin bagi perkembangan bahasa Indonesia terkini. Sebelumnya, sumbangan Arab juga diterima lebih awal. Semua perolehan bahasa Indonesia dari sumber luar itu berjejak di Aceh dan secara khusus bersumber dari bahasa Arab yang diperoleh dari “titik nol” di kawasan kancah lebur Barus sebagai bagian Aceh pada masa silam.

Terakhir, ketiga ialah asas konsentris dari ajaran Ki Hadjar Dewantara yang berarti bahwa bahasa Indonesia berkembang sangat mulia atas landasan kesatuan bangsa sebagaimana cerminan kesamaan bahasa daerah di seluruh wilayah NKRI. Bangsa ini juga turut melestarikan bahasa daerah yang tersebar dari Papua hingga Aceh dan terkonsentrasi dengan semboyan keabadian “Bhinneka Tunggal Ika”.

Nah, janganlah terbelenggu dengan berbahasa asing melulu di fora internasional. Untuk membangun bangsa yang amat terhormat ini, keluhuran bahasa tetap terjaga melalui trigatra bangun bahasa: utamakan bahasa Indonesia; lestarikan bahasa daerah; dan kuasai bahasa asing.

Sekali lagi, bahasa menunjukkan bangsa!

Maryanto

Widyabasa Ahli Madya, Badan Bahas (Penghayat Trigatra Bangun Bahasa)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa