Manfaat Apresiasi Puisi
Memahami puisi dan memahami
prosa ada bedanya. Hal itu
disebabkan
oleh bahasa
dalam
puisi yang berbeda
dengan bahasa dalam
prosa. Memahami puisi mungkin sedikit lebih rumit daripada memahami prosa.
Kerumitan itu
terjadi
karena cara melukiskan pengalaman dalam puisi biasanya berlapis-lapis, tidak
langsung atau runtut seperti halnya kebanyakan prosa. Penyair tidak hanya
memberikan keterangan dan penjelasan kepada pembacanya tentang apa yang ingin disampaikan,
tetapi
juga memperhitungkan keindahan bunyi, keharmonisan irama, kekayaan imaji,
ketepatan simbol, rancang bangun kata-kata, dan sebagainya. Bahasa dalam puisi tidak hanya
menjadi
alat
untuk menyampaikan keterangan, tetapi
juga
harus mempunyai kekuatan puitis.
Puisi adalah jenis karya
sastra yang menggunakan bahasa yang khas, bukan bahasa umum atau biasa. Puisi
biasanya menggunakan
bahasa yang efektif, dengan kata-kata yang hemat, tetapi mempunyai
makna dan efek yang banyak (Acep, 2018). Puisi juga kadang menggunakan bahasa
yang sugestif walaupun
menggunakan bahasa umum dan biasa. Dengan kata lain, puisi adalah seni merangkai
kata-kata, seni menciptakan keajaiban berbahasa.
Karena bahasanya yang khas, puisi kadang agak sulit untuk dipahami.
Puisi tak bisa dibaca sambil lalu seperti halnya membaca prosa atau berita.
Membaca puisi membutuhkan keseriusan, kekhusyukan,
dan pengorbanan dengan proses berlatih yang terus-menerus. Puisi akan terasa
gelap jika kita belum bisa mengakrabinya. Puisi akan menjadi terang
kalau kita bisa menguak misterinya. Memang
tidak semua puisi sulit dipahami. Ada banyak jenis puisi yang tiap-tiapnya harus didekati dengan cara yang berbeda-beda. Ada
puisi yang berisi cerita tentang sesuatu, ada puisi yang berisi luapan
perasaan, ada puisi yang melukiskan suasana,
ada puisi yang sarat ide-ide abstrak, ada puisi yang mengandung permainan irama seperti halnya mantra, dan
lain-lain. Tiap
jenis harus dibaca atau dipahami dengan
pendekatan yang berlainan pula. Nilai puisi tidak semata-mata terletak pada apa
yang diungkapkan, tetapi
lebih pada bagaimana cara mengungkapkannya. Dengan demikian, dalam puisi
biasanya bentuk lebih menonjol
daripada
isi
atau paling tidak,
ada keseimbangan di antara
keduanya.
Melalui
bentuk itulah pembaca akan menemukan sesuatu yang khas, yang merupakan kreativitas
dari seorang penyair. Di sinilah masalah sudut pandang,
kejelian, kepekaan,
serta reaksi pada tema atau gagasan tertentu (entah tema besar maupun sepele)
menjadi sangat menentukan. Tak heran jika banyak puisi yang temanya biasa atau
sederhana,
mempunyai
kekuatan puitis
yang luar biasa. Mengapa? Itu terjadi karena penyair berhasil
memberikan
bentuk yang tepat, indah, dan segar bagi tema sederhana itu sehingga memberikan kesan yang
mendalam bagi siapa saja yang membacanya. Seperti halnya sebuah
bangunan, puisi mempunyai rancang bangun atau strukturnya sendiri. Struktur itu
terdiri atas
unsur-unsur
yang menopang berdirinya bangunan tersebut.
Dengan menelusuri secara mendalam tiap-tiap unsur tersebut, kita akan menemukan kekuatan dan kelemahan sebuah puisi. Selain itu, dengan memahami unsur-unsur tersebut, kita akan mengetahui apakah sebuah puisi sangat dominan unsur simbolisnya, kemerduan iramanya, kecanggihan bahasanya, atau kekhusyukan suasananya. Dengan demikian, sebuah puisi dapat diketahui kekayaan maknanya dengan mengupas unsur-unsur tersebut. Salah satu unsur yang menarik dan menentukan sejauh mana pencapaian puitis sebuah karya adalah suasana. Sebuah puisi yang baik mampu membawa pembacanya ke dalam suasana tertentu dan suasana itulah yang akan memengaruhi pembacanya. Perasaan akan tersentuh, hati tergetar, dan bulu kuduk berdiri jika seorang penyair berhasil menciptakan suasana sedih atau murung ataupun penuh gelora semangat. Pemakaian simbol atau lambang adalah upaya menyatakan sesuatu di luar arti kata yang sebenarnya.
Apresiasi Puisi
Istilah apresiasi berasal
dari bahasa Latin apresiatif yang
berarti ‘mengindahkan’ dan ‘menghargai’. Selanjutnya, apresiasi menurut Gove
mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan dan kepekaan batin dan (2)
pemahaman dan pengakuan
terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang (Nurhadi, 2005).
Disck (via Waluyo,
2002) menyebutkan adanya empat
tingkatan
apresiasi,
yaitu (1) tingkat menggemari,
(2) tingkat menikmati,
(3) tingkat mereaksi, dan (4) tingkat produktif. Apresiasi puisi berarti
kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam memahami makna puisi.
Objek apresiasi pada dasarnya adalah nilai-nilai dan makna yang terkandung
dalam teks. Mengapresiasikan puisi berarti kesanggupan dalam mengenal,
memahami, menghargai, menilai, dan memberi makna terhadap puisi yang dibaca
(Djojosuroto, 2006).
Apresiasi seseorang
terhadap puisi dapat dikembangkan dari tingkat sederhana ke tingkat yang tinggi. Apresiasi tingkat pertama
terjadi apabila seseorang memahami atau merasakan pengalaman yang ada dalam
sebuah puisi. Apresiasi
tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca
bekerja lebih giat. Pembaca mulai bertanya pada dirinya tentang makna
pengalaman yang diperolehnya, pesan yang disampaikan pengarang, dan hal yang tersembunyi di balik
alur puisi (Waluyo, 2002). Pada
apresiasi
tingkat ketiga, pembaca menyadari hubungan antara karya sastra dan dunia
luarnya sehingga pemahamannya pun lebih luas dan mendalam.
Sementara itu, menurut Squire dan Tab (dalam Jihad & Haris, 2008), sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga aspek inti yang meliputi (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek evaluatif. Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam memahami unsur-unsur kesastraan dan keterlibatan rasa (emosi) pembaca dalam upayanya menikmati unsur-unsur keindahan teks sastra. Aspek evaluatif berkaitan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk, indah-tidak indah, sesuai-tidak sesuai, dan sebagainya yang secara inheren dan personal dimiliki oleh setiap pembaca.
Manfaat
Apresiasi
Puisi
Sebagai
hasil cipta yang mengandung aspek-aspek pengalaman manusia, puisi mampu memberikan berbagai
manfaat kepada pembacanya. Horace
(dalam Jihad & Haris, 2008) mengatakan bahwa fungsi sastra adalah dulce et utile atau ‘indah
dan
bermanfaat’.
Dengan keindahannya, puisi dapat
memberikan hiburan yang menyenangkan. Akan tetapi, Wellek dan Warren (dalam
Darmawan, 1999) mengingatkan bahwa hiburan yang diperoleh dari kegiatan membaca
puisi bukanlah kesenangan fisik semata, melainkan hiburan dan kesenangan yang
lebih tinggi, yaitu kontemplasi.
Salah
satu metode pembelajaran yang mengacu
pada komponen apresiasi puisi (aspek-aspek pengalaman manusia) adalah metode pembelajaran experiental
learning.
Metode
pembelajaran experiental learning
merupakan konsep penemuan dan pembentukan pengetahuan (Trianto, 2007). Di samping itu, ada metode pembelajaran
experimental learning yang dikembangkan oleh David Kolb sekitar
awal tahun 1980-an.
Experimental learning dapat
didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman
yang secara
terus-menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil
belajar itu sendiri. Dalam
metode pembelajaran experimental
learning, pengalaman
juga mempunyai
peranan sentral dalam proses belajar.***
Abdul Wachid B.S
Penulis adalah seorang penyair, lulus Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS), dan menjadi dosen di Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto