Literasi Keluarga: Bercerita Sejak Dini

Literasi merupakan keaksaraan atau kebahasaan tulis. Literasi menjadikan bahasa tulis sebagai media untuk mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan. Literasi menggunakan aksara tulis untuk menyampaikan ide, gagasan, dan perasaan pada orang lain. Literasi dalam hal ini bukan berarti hanya aktivitas membaca dan menulis, melainkan ada nilai keberhasilan anak-anak mendapat pelajaran dengan membaca dan menulis.

Literasi untuk anak usia dini berkaitan dengan pengenalan bahasa-bahasa tulis guna memahami dan menggunakan bahasa tulis sebagai media untuk memahami dunia dan mengekspresikan keinginan dan kesenangan. Anak usia dini akan mendalami proses aspek perkembangan bahasanya, ada orientasi untuk bisa memahami tulisan seiring dengan kemampuannya dalam mengembangkan bahasa lisan (Sofie Dewayani, 2018).

Literasi ditanamkan lebih awal kepada anak-anak dimulai dari ruang keluarga. Ruang keluarga merupakan ruang sosial terpenting bagi anak-anak dalam belajar literasi. Keluarga pertama kali belajar literasi melalui interaksi dengan melakukan proses imitasi dan inovasi literasi dengan menjadikan perilaku literasi orang tua sebagai role model-nya. Makin intens dan kompleks kegiatan literasi yang dikondisikan dan dikembangkan dalam lingkungan pendidikan keluarga,akan makin baik pula kemampuan dan keterampilan literasi yang dikuasasi anak. Anak akan berumbuh dan berkembang menjadi individu yang literat.

Berbagai fenomena perilaku literasi anak-anak pun bisa ditemukan dalam lingkungan pendidikan di ruang keluarga. Misalnya, keluarga yang memiliki kegiatan literasi yang melibatkan anak dan orang tua akan membentuk anak yang memiliki kompetensi dan keterampilan literasi baik. Sebaliknya, jika anak-anak dengan orang tua kurang intensif dalam pengembangan literasi di ruang keluarga, anak cenderung memiliki kemampuan dan keterampilan literasi yang tidak baik. Dari sinilah, kemampuan dasar literasi anak tidak akan lepas dari pengaruh lingkungan belajar dalam keluarga.

Belajar bahasa anak usia dini itu komprehensif. Artinya, dalam waktu yang bersamaan anak bisa belajar keterampilan bahasa, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam satu kegiatan bahasa, anak belajar menyimak dan berbicara yang bisa dikombinasikan sekaligus dalam belajar menulis dan membaca. Oleh karena itu, kegiatan literasi dilakukan melalui materi literasi yang yang sesuai dengan perkembangan bahasa sehingga tidak terjadi pemaksaan dan kekerasan bahasa dari aspek psikologi anak-anak. Dalam artikel ini, penulis akan mengkaji dan memformulasikan bagaimana mengembangkan literasi sejak dini melalui kegiatan bercerita dengan memadukan komunikasi menyimak dan berbicara. Artinya, aktivitas bercerita akan digunakan sebagai metode dalam mengembangkan literasi anak usia dini sehingga kemampuan membaca dan menulis anak telah dibangun sejak dini (Siregar & dkk, 2021).

Penelitian dalam artikel ini mengambil subjek anak-anak dan keluarga yang mempunyai aktivitas bercerita di Lingkungan Wadas Kelir, Karangklesem, Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas. Wadas Kelir merupakan kampung literasi. Sejak tahun 2017, Wadas Kelir dinobatkan menjadi kampung literasi oleh pemerintah Kabupaten Banyumas. Banyak kegiatan literasi yang dilakukan telah berdampak pada masyarakat sekitar, seperti mendongeng, membaca nyaring, tebak kata, dan lainnya. Program literasi dilakukan secara bersama-sama dengan menyediakan program taman bacaan masyarakat untuk meminjamkan buku-buku secara gratis. Anak-anak mendapat buku-buku cerita sebagai bahan belajar di rumah. Dari sinilah, penulis tertarik menganalisis dan menyampaikan kegiatan literasi keluarga bercerita sejak dini. Berikut paparan singkat hasil penelitian penulis.

Bercerita Memudahkan Struktur Bahasa

Kemampuan produksi bahasa anak usia dini sedang dalam proses pemahaman pada kalimat sederhana. Namun, dari aspek kemampuan resepsinya, anak usia dini bisa memahami bahasa dengan tingkat struktur kalimat lengkap. Oleh karena itu, cerita yang disajikan dalam tujuan membangun kemampuan literasi, struktur bahasanya harus sederhana (Afifah & Kuswanto, 2020). Jika melihat di keluarga Bapak Aziz, salah satu subjek penelitian, melakukan aktivitas bercerita kepada Alya Firzanah, terdapat tiga hal penting dalam nilai kesederhanaan sebagai berikut.

Pertama, pilihan kata yang digunakan merupakan kata-kata yang familier dengan anak usia dini. Kata-kata yang konkret serta sudah sering dikatakan oleh Bapak Aziz dan banyak orang di sekelilingnya. Kata ajaib dikenalkan kepada anak dengan kata tematik yang menjadi fokus kegiatan bercerita. Kata yang sifatnya konkret dengan arti petunjuk merujuk pada benda, sifat, dan kegiatan yang ada dan sering dilakukan.

Kedua, struktur kalimatnya singkat dalam satu klausa. Tidak ada kalimat majemuk dan rancu. Kalimat menunjukkan kesederhanaan struktur, yaitu subjek, predikat, objek, perlengkapan, dan keterangan yang tunggal. Tidak ada kalimat ungkapan kias. Kalimat merujuk dunia keseharian anak usia dini. Kalimat bisa berkombinasi dalam membangun imajinasi anak-anak. Kalimat langsung dipahami oleh anak-anak.

Ketiga, bahasanya diutamakan yang liris, yaitu bahasa yang berlagu. Anak usia dini lebih mudah mengingat bahasa dalam satuan liris. Buktinya, anak cepat menghafalkan lagu-lagu, hafal kejadian yang didengar, dilihat, dan dirasakan oleh anak. Bahasa liris harus dibangun dalam struktur cerita untuk anak usia dini.

Aktivitas Bercerita untuk Anak

Kemampuan bahasa anak dimulai dari keterampilan menyimak. Sejak dilahirkan dalam proses pertumbuhan sampai empat bulan, anak tumbuh dalam pesatnya indra pendengaran yang sempurna. Melalui indra pendengar ini, anak menyerap berbagai bunyi dan suara yang tercipta di sekelilingnya. Bunyi akan ditransfer dan disimpan dalam sistem pusatnya. Menurut Montessori, indra pendengar yang sedemikian rupa menakjubkan bisa mendengarkan bunyi yang diciptakan oleh Tuhan dengan sangat indah. Setidaknya, indra pendengar ini membuat anak-anak berbeda dengan binatang yang juga memiliki indra pendengar. Perbedaannya terletak pada kemampuan indra pendengar anak lebih terpikat pada bunyi yang berupa bunyi dari alat ucap manusia daripada bunyi lainnya (Montessori, 2011). Hal ini dilakukan oleh Keluarga Bapak Idris, Bapak Heru, dan Bapak Cipto yang memiliki anak kecil. Mereka sudah mengajari  keterampilan menyimak berbagai bunyi dari luar.

Keluarga Bapak Cipto mempunyai anak bernama Rois Nur Ikhsan. Dalam proses tumbuh kembangnya, Rois mengucapkan kata-kata masih deng terbata-bata,  saat berbicara terkadang tidak bisa mengendalikan huruf “r”, dan terkadang cedal dalam ucapannya.  Akan tetapi, logika bermain sangat aktif. .

Keterampilan menyimak membutuhkan banyak pembiasaan. Dari sinilah, anak belajar bahasa pertama kali dari bunyi-bunyi bahasa lisan yang diterima indra pendengar yang kemudian disimpan di otak pusatnya. Barang kali Rois selama tumbuh tidak begitu banyak mendapatkan komunikasi sehingga alat ucapnya belum bisa dikendalikan.

Prosesnya, saat anak sudah bisa mengucapkan kata dengan baik, pengenalan struktur kata yang terbangun atas huruf-huruf akan bisa dilakukan dengan baik. Dengan pengenalan huruf yang membangun struktur kata, anak akan memahami bahasa tulis. Pengenalan bahasa tulis dengan baik dilakukan melalui sistem kategorisasi gambar, yaitu menampilkan kata dengan gambar agar kesan konkret tercipta sehingga proses mengingat kata dan gambarnya bisa dilakukan dengan baik. Dengan ingatan tentang gambar dan kata yang baik, anak diorientasikan untuk memahami struktur kata dengan cara yang menyenangkan dan dapat dieksplorasi dengan cepat.

Keluarga Bapak Cipto dapat mengamati berbagai problem dan aktivitas yang dilakukan dengan penilaian yang berbeda dan tingkatan usia yang berbeda. Hal ini tentu diawali dari ruang keluarga bagaimana menanamkan rasa kesadaran untuk membudayakan literasi dengan baik. Kegiatan ini yang telah dilakukan oleh keluarga Bapak Heru terhadap Kemilau Setanggi Timur. Dalam aktivitas bercerita, Kemilau seolah memiliki beberapa hal penting sebagai berikut.

Pertama, Kemilau berada dalam aktivitas bercerita yang menyenangkan. Salah satu aktivitas yang tepat bagi anak adalah aktivitas yang menyenangkan. Hal yang menyenangkan bagi anak usia dini salah satunya adalah aktivitas bercerita. Oleh karena itu, Setiap kita bercerita hendaknya dilakukan dengan menarik melalui organisasi potensi gerak, imajinasi, kognitif, dan moral.

Kedua, aktivitas bercerita melatih keterampilan menyimak dan berbicara. Aktivitas bercerita merupakan aktivitas intensif dalam menyimak dan berbicara. Ketika cerita disampaikan, anak akan melakukan aktivitas mendengarkan. Pada aktivitas ini, anak-anak usia dini akan mendapatkan banyak struktur bahasa (intonasi, kata, kalimat, wacara, sampai pragmatika). Anak-anak dalam keluarga akan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dari kegiatan menyimak cerita. Proses menyimak akan diteruskan ke otak pusat, disimpan, dan dijadikan kemampuan bawah sadar anak dalam hal bahasa. Kemampuan bahasa dalam menyimak ini akan diaktualisasikan melalui kegiatan berbicara.

Ketiga, aktivitas berbicara melalui kategorisasi gambar. Aktivitas bercerita untuk anak-anak di ruang keluarga harus dilakukan dengan media gambar. Melalui media gambar, anak bisa mengembangkan imajinasinya, mendapat gambaran konkret tentang cerita, serta bisa mengidentifikasi arti bahasa. Dari sinilah, aktivitas bercerita akan membuat anak-anak melakukan kategorisasi gambar, yaitu suatu aktivitas mengidentifikasi kata melalui gambar sehingga diperoleh pemahaman semantik dan morfologisnya bahkan pragmatika dalam mengucapkan kata-kata itu.

Keempat, aktivitas bercerita itu bisa didesain dengan pengintai. Selain kategorisasi gambar, dengan aktivitas cerita yang berdasarkan pada proses pengintaian, yaitu kegiatan mengintip kata melalui gambar dan membongkar kata menjadi satuan linguistik yang (huruf, suku kata, dan kata) akan memberikan pemahaman linguistik (membaca) pada anak. Kemudian, dengan desain aktivitas bercerita pada menulis yang berbasis permainan, akan membuat anak-anak terlatih keterampilan menulis sejak awal. Dari sinilah, aktivitas bercerita dengan desain pengintai akan membuat anak-anak meningkatkan keterampilan membaca dan menulisnya.

Simpulan

Dari serangkaian aktivitas bercerita ini dapat diidentifikasi bahwa kegiatan literasi melalui aktivitas bercerita di ruang keluarga dilakukan dalam konteks (1) aktivitas anak dalam menyimak cerita yang disampaikan dengan menarik dan menyenangkan; (2) berbicara dengan menyebutkan aspek dan hal penting dalam cerita yang dipandu oleh pencerita; (3) terlibat dalam aktivitas membaca melalui media kreativitas yang diciptakan; dan (4) aktivitas menulis sederhana dari media kreativitas yang diambil dari materi cerita. Melalui aktivitas bercerita ini, anak usia dini dikondisikan untuk belajar literasi, terutama membaca dan menulis, dengan menarik dan menyenangkan sehingga anak usia dini dalam ruang keluarga akan menyukainya. Dari sinilah tujuh keluarga (subjek penelitian) yang memiliki aktivitas bercerita yang didesain sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik bahasa anak dan konsep literasi anak usia dini dapat meningkatkan kemampuan anak dalam membaca dan menulis yang sesuai dengan perkembangan bahasa anak.

Daftar Pustaka

Afifah, D. N., & Kuswanto, K. 2020. Membedah Pemikiran Maria Montessori Pada Pendidikan Anak Usia Dini. Pedagogi?: Jurnal Anak Usia Dini Dan Pendidikan Anak Usia Dini, 6(2), 57–67. https://doi.org/10.30651/PEDAGOGI.V6I2.4950

 

Montessori, M. 2011. The Absorbent Mind. Pustaka Pelajar.

 

Siregar, M., & dkk. 2021. Pengenalan Ecoliteracy pada Anak Usia Dini melalui Metode Bercerita. Jurnal Obsesi, 5(1), 724.

 

Sofie Dewayani, R. S. 2018. Saatnya Bercerita Mengenal Literasi Sejak Dini. PT Kanisius.

 

Wiyatun, I. I. 2022. Peningkatan Aktivitas Belajar melalui Latihan Bercerita pada Anak Usia Dini. PAUD Lectura: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(03), 155–165. https://doi.org/10.31849/PAUD-LECTURA.V5I03.10680

Nur Hafidz

Pengajar Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa