Pentingnya Bahasa bagi Anak

Dalam perkembanganya, bahasa sudah melalui perekonstruksian yang sangat dominan. Bahasa yang menjadi tonggak awal perkembangan seorang anak ialah bahasa ibu. Tidak dapat dimungkiri bahwa anak yang tumbuh dewasa dengan karakter berbeda dan memiliki daya pikir yang tinggi tidak lepas dari peran orang tua serta keluarga. Sebagian besar anak masih terkendala dalam berbahasa, khususnya bahasa daerah yang menjadi citra khas kebudayaan setiap daerah. Sebagian anak generasi Z (gen Z) menormalisasikan bahwa berbahasa dengan baik dan benar cenderung ketinggalan zaman. Faktanya dapat kita lihat di lingkungan sekolah sekarang.

Riset menyebutkan bahwa hampir 95% nilai mata pelajaran bahasa daerah dan bahasa Indonesia masih di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap penguasaan bahasa. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang dapat dikatakan adat kejawennya sangat kental dan sangat pulen dalam berbahasa Jawa justru dapat terkontaminasi dan terbuyarkan penguasaan bahasanya karena beberapa faktor. Salah satunya adalah lingkungan sekolah yang mempertemukan berbagai anak dari latar belakang dan bahasa yang berbeda-beda. Ini tentunya menjadi perhatian penting, khususnya bagi orang tua (Rahmi dan Syukur, 2023).

Selain di lingkungan sekolah, pergaulan dengan teman saat bermain pun menjadi sangat krusial, contohnya saat bermain gim daring (game online). Banyak dari mereka yang melampiaskan kegagalan dan kekalahan dengan berkata kasar. Hal ini tentu sangat memengaruhi anak-anak dalam berbahasa yang baik. Dalam penggunaan bahasa kasar, banyak dari mereka yang mengakui bahwa mereka hanya mengucapkan bahasa kasar tersebut kadang-kadang dan ada juga yang  sangat  sering menggunakan  bahasa  tersebut  ketika  sedang  bermain  gim daring. Bagi mereka, ada rasa kepuasan yang diperoleh apabila bahasa kasar itu dipergunakan. Perkembangan bahasa yang tidak baik ini juga erat kaitannya dengan emosi anak yang tidak stabil. Anak-anak akan terbiasa mengumpat dan berkata kotor ketika sesuatu yang dibayangkan tidak sesuai dengan ekspektasi atau mereka memperoleh kegagalan dalam berbagai hal.

Dalam pengaplikasiannya, bahasa mempunyai peran penting, terutama dalam tumbuh kembang anak. Dengan bahasa, anak mampu mengenal siapa dirinya sebenarnya. Selain itu, bahasa mampu mengasah daya pikir seorang anak (kognitif) sebagai kemampuan dalam bersosialisasi dengan baik serta dengan bahasa anak mampu mengekspresikan perasaan, ide, dan gagasan. Bahasa bukan hanya tentang ucapan, melainkan juga lebih mendalam lagi, yaitu tentang korelasi antara hati dan pikiran.

 

 

 

 

Kognitif mengacu pada mental diri seorang anak yang bersifat internal yang meliputi pemahaman, ide, serta pola pikir. Jika dilihat dalam konteks psikologi, kognitif lebih mengacu pada bagaimana seseorang mengolah informasi dan bagaimana informasi tersebut dapat memengaruhi perilaku serta pola pikir seorang anak. Jean Piaget, seorang ilmuwan yang ahli di bidang kognitifisme, mengemukakan bahwa anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor yang memberi kerangka dalam interaksi awal anak dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh skemata sensorimotor ini. Dengan kata lain, hanya kejadian awal yang dapat diasimilasikan dengan skema melalui daya tangkap seorang anak.

 

Perkembangan kognitif dan bahasa merupakan aspek yang  perlu  dikembangkan pada masa usia prasekolah. Hal itu terjadi karena anak usia prasekolah mulai mengembangkan interaksi dengan lingkungan sosialnya sehingga perkembangan kognitif dan bahasa menjadi bekal penting untuk mencapai perkembangan sosialnya. Selain sebagai bekal pada masa depan dalam bersosialisasi, perkembangan kognitif dan bahasa juga menjembatani seseorang dalam membaca dan memahami dunia seisinya menuju manusia yang paripurna (Affrida, 2018).

 

Menurut teori Piaget yang didasarkan pada kesemestaan kognitif, pada intinya bahasa itu diperoleh berdasarkan struktur kognitif deriamotor. Dengan kata lain, dapat kita pahami mekanisme bahasa dalam perkembangan seorang anak sebagai berikut.

a.       Anak-anak antara usia 0 sampai dengan 1,5 tahun dalam mengolah sesuatu yang diperoleh dengan pancaindra menerapkan pola-pola aksi. Maksudnya adalah hal itu dilakukan dengan cara beraksi terhadap alam sekitar. Pola-pola inilah yang kemudian diolah menjadi struktur akal (mental). Struktur ini kemudian mulai membangun ruang benda kekal, dengan kata lain, kekekalan lazim. Dengan demikian, sesuatu yang pernah anak amati dan  sentuh, meskipun hilang dari pandangan, bukan berarti itu hilang dari kehidupan.

b.      Setelah struktur aksi berkembang, anak-anak memasuki tahap representasi kecerdasan yang berlangsung pada usia 2 hingga 7 tahun. Pada tahap ini, mereka sudah dapat menciptakan representasi simbolik dari berbagai benda, seperti dalam permainan simbolik, peniruan, gambaran mental, dan gambar-gambar lainnya.

c.       Setelah tahap representasi kecerdasan, penggunaan simbolik anak-anak mulai berkembang dan bahasa mereka mulai terbangun dengan menyerap nilai-nilai sosial. Struktur linguistik mulai terbentuk berdasarkan pola kognitif umum yang telah berkembang saat mereka berusia sekitar 2 tahun (Jasmine, 2014).

 

Pengaplikasian bahasa terhadap perkembangan seorang anak menimbulkan dampak positif, salah satunya ialah berbahasa yang baik dan benar yang menuntut otak serta pikiran untuk selalu mengarah pada hal yang positif, baik dalam mengolah informasi maupun dalam memecahkan suatu problematika. Bahasa yang melatih seorang anak dalam berpikir positif terdiri atas kemampuan reseptif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara). Kemampuan berbicara lebih mudah diukur dibandingkan dengan kemampuan lainnya sehingga diskusi tentang kemampuan bahasa sering kali lebih fokus pada kemampuan berbicara. Keterampilan dalam berbahasa dan berbicara dipengaruhi oleh faktor intrinsik (dari dalam diri anak) dan faktor ekstrinsik (dari lingkungan). Faktor intrinsik mencakup kondisi bawaan sejak lahir, termasuk aspek fisiologis dari organ yang berperan dalam kemampuan berbahasa dan berbicara. Sementara itu, faktor ekstrinsik meliputi stimulus dari lingkungan sekitar anak, seperti kata-kata yang didengar atau yang ditujukan kepada mereka. Dengan kata lain, bahasa bisa melatih kemampuan menyampaikan gagasan anak dan juga mengasah kecerdasan intelektual.

 

Dengan bahasa, anak mampu bersosialisasi dengan masyarakat luas secara baik dan benar. Interaksi sosial, menurut para ahli, dapat dipahami sebagai hubungan-hubungan sosial yang bersifat dinamis. Hubungan itu dapat terjadi antarindividu, antarkelompok, atau antara kelompok dan individu. Selain itu, dalam interaksi terdapat simbol yang berarti bahwa sesuatu yang makna atau nilainya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya.

 

Alasan bahasa dapat mengembangkan interaksi sosial anak ialah karena bahasa menumbuhkan komunikasi yang efektif. Di sini peran bahasa sangat krusial. Dengan bahasa, seorang anak mampu mengembangkan pikiran, ide, gagasan, serta perasaannya sehingga memfasilitasi komunikasi pemahaman di antara orang yang berkomunikasi. Bahasa juga dapat dikatakan sebagai kunci utama dalam berinteraksi sehingga pihak yang berkomunikasi mencapai maksud yang diucapkan. Pada intinya peran bahasa sangat dominan di berbagai sektor kehidupan.

 

Mekanisme bahasa dalam perkembangan interaksi sosial seorang anak dapat kita amati pada saat awal perkembanganya dan seorang anak akan mencerna segala sesuatu yang didengar ataupun dilihatnya. Setelah melalui penangkapan pancaindra atau psikomotorik, sebuah objek lalu diproses di dalam otak. Oleh karena itu, perilaku dan tuturan dalam interaksi sosial tecermin dari lingkungan awal pada saat pengenalan dan pembinaan kebahasaan terhadap anak. Pada tahap awal, anak mendapatkan bahasa pertama dari ibunya. Selanjutnya, pemerolehan bahasa berlangsung secara bertahap hingga anak mampu menguasai tata bahasa secara menyeluruh yang setara dengan orang dewasa (Suardi dkk., 2019). Pada setiap tahap pemerolehan bahasa, anak belajar mengenali suara, menguasai kosakata dasar, hingga membentuk kalimat yang lebih kompleks.

 

Dampak bahasa terhadap perkembangan interaksi anak ialah bahasa dapat melatih kefasihan dan tutur kata yang baik dan benar. Tanpa bahasa, manusia tidak dapat berkomunikasi karena manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan orang lain. Dalam interaksi terdapat komunikasi dan dalam komunikasi terdapat bahasa. Berbeda halnya dengan hewan yang mengandalkan insting untuk berkomunikasi dengan sesama hewan. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi bagi anak yang menggunakannya sehingga memungkinkan mereka berkomunikasi secara efektif (Autoridad Nacional del Servicio Civil, 2021).  Selain itu, penggunaan bahasa yang benar akan mengasah kemampuan anak dalam berpikir kritis dan logis.

 

Bahasa diperoleh anak pada masa pertumbuhanya melalui rangsangan benda ataupun stimulus. Selain mengasah daya intelektual dan menjembatani interaksi sosial anak dengan baik dan benar, bahasa turut andil dalam pembentukan pendidikan karakter anak. Pendidikan karakter merupakan sifat dan sikap dasar seseorang sesuai dengan faktor lingkungan yang memengaruhinya yang diperoleh melalui proses pengembangan dari sebuah pengalaman, baik bersifat formal maupun informal.

 

Peran bahasa dalam pembentukan karakter anak dapat dibuktikan dengan riset yang mengatakan bahwa sifat dan perilaku anak berpacu dengan lingkungan dalam menstimulus penguasaan kosakata pada anak. Kita dapat melihatnya dalam kehidupan nyata. Anak cenderung berperilaku kalem ketika lingkungan di sekitar mereka memang berasimilasi terhadap penggunaan bahasa yang baik serta sopan. Faktanya, keadaan lingkungan anak saat ini begitu miris karena lingkungan sekitar menormalisasikan perkataan kotor dan kebiasaan tersebut. Hal itu berpengaruh terhadap psikologi dan mental anak sehingga apabila mengalami kegagalan atau memperoleh sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasi, mereka akan mengucapakan perkataan kotor. Di sisi lain perkataan kotor atau umpatan itu memang tidak sesuai dengan kaidah kesantunan kebahasaan. Jadi, kembali lagi lingkungan berpengaruh penting dalam pembentukan karakter.

 

Mekanisme bahasa dalam perkembangan karakter anak dapat juga kita amati melalui lingkup pendidikan moral dan nilai. Di sini bahasa berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai dan norma sosial. Melalui cerita, diskusi, dan pengajaran, anak memperoleh pemahaman tentang empati, kejujuran, dan tanggung jawab. Hal tersebut dapat kita lihat dalam lingkup sekolah, misalnya saat guru sedang mendongeng, dongeng tersebut menceritakan sesuatu yang memiliki nilai moral dan nilai sikap yang tinggi. Oleh karena itu, secara tidak langsung guru mengajarkan nilai kebaikan tersebut dengan metode berbeda, tetapi lebih mudah diterima dengan mengutamakan bahasa yang baik dan benar.

 

Anak usia dini diibaratkan sebagai selembar kertas putih yang siap diisi. Mereka adalah peniru aktif dari orang dewasa yang meniru sikap, perilaku, dan terutama bahasa yang digunakan di sekitar mereka. Sebagaimana telah disebutkan, kemampuan meniru anak sangat memengaruhi cara mereka berbahasa. Jika anak sering mendengar bahasa dan sikap yang positif, mereka cenderung akan mengikutinya sehingga bersikap baik. Sebaliknya, jika mereka terpapar bahasa dan sikap yang negatif, anak juga akan menirunya. Dengan demikian, bahasa dan sikap orang dewasa di sekitar mereka sangat berpengaruh pada pendidikan dan perkembangan karakter anak. Jika orang dewasa tidak mengajarkan bahasa, seperti bahasa ibu yang seharusnya menjadi bahasa pertama anak, anak akan kesulitan berkomunikasi dengan baik dalam bahasa tersebut dan mungkin tidak merasa bangga terhadap bahasa ibunya. Dengan demikian, dampak dari bahasa terhadap karakter seorang anak sangat dominan dan faktual. Oleh karena itu, bimbingan serta pengawasan terus diperhatikan, terutama pada awal pertumbuhannya (Rohullah, 2017).

 

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung dengan sangat cepat dan dapat memengaruhi kehidupan mereka pada masa depan. Dunia anak berbeda dari dunia orang dewasa karena mereka masih aktif, bebas berimajinasi, dan tidak mengenal lelah, serta memiliki rasa ingin tahu yang kuat terhadap apa yang mereka lihat dan dengar. Dalam belajar, anak sering lebih memilih bermain karena mereka menyukai aktivitas yang menyenangkan tanpa tekanan dari pihak mana pun.

 

Dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman dan lingkungan, anak membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi dengan baik sangat mendasar dan penting bagi perkembangan mereka. Melalui bahasa, anak dapat mengembangkan keterampilan sosial yang diperlukan untuk bergaul dengan orang lain. Tanpa bahasa, komunikasi tidak dapat berlangsung dengan baik.

 

Anak dapat mengekspresikan dan mewujudkan pikirannya melalui bahasa sehingga orang lain dapat memahami apa yang ingin mereka sampaikan. Dalam menjalin hubungan, bahasa memainkan peran penting yang membantu anak berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan yang akan diraih oleh seorang anak.

 

Kemampuan berbahasa anak berkembang seiring bertambahnya pengalaman dan kebutuhan mereka yang sebagian besar diperoleh dari lingkungan sekitar. Lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan bahasa anak karena lingkungan memfasilitasi interaksi mereka sehari-hari. Stimulus yang diterima dari lingkungan akan berdampak pada perkembangan bahasa anak. Rangsangan yang diterima secara bertahap akan memengaruhi kemampuan berbahasa mereka. Stimulus dari orang-orang terdekat, terutama orang tua, akan diproses oleh anak sehingga hal itu berkontribusi pada kematangan pola pikir, tindakan, dan ucapan mereka.

 

 

Daftar Pustaka

Autoridad Nacional del Servicio Civil. (2021). In Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.

Affrida, Ervin Nurul. 2018. “Model Pembelajaran Literasi Dasar dalam Mengembangkan Kemampuan Kognitif Dan Bahasa Di Taman Kanak-Kanak.” Wahana 70(2): 7–10. doi: 10.36456/wahana.v70i2.1736.

Jasmine, Khanza. 2014. "Penambahan Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat (Antiinversi) dan Kecepatan Pengadukan sebagai Upaya Penghambatan Reaksi Inversi pada Nira Tebu".

Rahmi, Sri, and Muhammad Syukur. 2023. “Analisis Penggunaan Bahasa Daerah Dan Lemahnya Kemampuan Berbahasa Indonesia Pada Siswa SD No. 249 Tunrung Ganrang.” Jurnal Syntax Imperatif: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan 4(2): 131–39. doi: 10.36418/syntax-imperatif.v4i2.228.

Rohullah, Ratu. 2017. “Pengaruh Perilaku Bahasa dalam Masyarakat terhadap Mutu Pendidikan dan Perkembangan Sikap/Karakter pada Anak Usia Dini.” Proceedings Education and Language International Conference 1(1): 692–702.

Suardi, I.P., Ramadhan, S., & Asri, Y. 2019. “Pemerolehan bahasa pertama pada anak usia dini”. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 3(1): 265. https://doi.org/10.31004/obsesi.v3i1.160

Fariz Nurul Hidayat

Penulis adalah mahasiswa aktif di Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto dan sekarang menjadi relawan di Rumah Kreatif Wadas Kelir, Purwokerto Selatan.

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa