Upaya Menumbuhkan Nilai dan Sikap Kebangsaan Melalui Pengajaran Sastra Berbasis E-learning dengan Menggunakan Perangkat Blog wordpress.com
ABSTRAK
Media pembelajaran sastra yang kreatif dan inovatif dapat meningkatkan minat belajar mahasiswa dalam menumbuhkan nilai dan sikap kebangsaan. Tujuan penulisan makalah ini untuk mengungkapkan nilai dan sikap kebangsaan mahasiswa melalui pengajaran sastra berbasis e-learning dengan menggunakan perangkat blog wrodpress.com. Penulisan makalah ini menggunakan metode pengembangan media pembelajaran dan penelitian tindakan (action research). Media yang dikembangkan dengan media pemrograman dengan menampilkan berbagai bentuk tayangan dalam perangkat blog wordpress.com dalam bentuk puisi dan cerpen baik visual maupun audiovisual. Hasil makalah ini menunjukkan bahwa kemampuan mengemukakan pendapat oleh mahasiswa melalui perangkat blog wordpress.com terhadap karya sastra puisi serta cerpen dapat meningkatkan nilai dan sikap kebangsaan proses kreativitas menulis mahasiswa terhadap pengembangkan teknologi semakin baik. Hal itu terlihat dalam perubahan setiap action yang penulis lakukan berdasarkan isi atau komentar mahasiswa kemukakan melalui tulisan-tulisannya rasa kecintaan dan perasaan yang mereka miliki terhadap bangsa dan negara, yaitu jiwa semangat dan nasionalisme serta nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu, pengembangan media pembelajaran karya sastra akan menumbuhkan motivasi, kreatifitas, dan mahasiswa terhadap karya sastra berbasis e-learning. Hal tersebut tentu dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan karya sastra bidang teknologi. Pengembangan media pembelajaran ini dapat dijadikan salah satu model dalam pembelajaran karya sastra, khususnya sastra puisi dan cerpen di Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Bengkulu. Selain itu, mahasiswa dan dosen lebih inovatif dan kreatif dalam pengembangan dan pemahaman informasi karya sastra sehingga kemampuan mahasiswa terhadap apresiasi karya sastra dapat ditingkatkan baik secara klasikal maupun perorangan.
Kata kunci: nilai dan sikap kebangsaan, pengajaran sastra, e-learning
I. Pendahuluan
Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas baik itu guru, dosen ataupun siswa/mahasiswa. Oleh karena itu, pendidikan generasi muda dalam membentuk sumber daya manusia yang potensial merupakan kunci utama kemajuan suatu bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas. Inti pendidikan itu sendiri pada dasarnya adalah proses alih informasi dan nilai?nilai yang ada. Selama proses ini terjadi, pengalaman dan penalaran pengambilan keputusan pada diri seseorang akan bertambah baik. Hasil akhir suatu proses pendidikan adalah terbentuknya seseorang yang mampu berdiri sendiri, bekerja dan tak pernah berhenti untuk belajar serta mengembangkan apa yang telah diperolehnya. 1Makalah disampaikan pada Konferensi Internasional Kesusastraan XX Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia 2009 Rabu s.d. Jumat, 5 s.d. 7 Agustus 2009 di Kampus Universitsa Pendidikan Indonesia, Bandung 2Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Bengkulu Proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan secara umum melibatkan empat buah komponen utama, yaitu murid, guru atau dosen, lingkungan belajar dan materi pelajaran. Keempat komponen ini memengaruhi murid dalam mencapai tujuan belajarnya. Tentunya setiap murid mempunyai berbagai tingkat kemampuan yang berlainan ditinjau dari aspek daya tangkap, pengetahuan yang dimilikinya dalam bidang yang akan dipelajari (prior knowledge), motivasi belajar, ketrampilan belajar (learning skill), tujuan untuk belajar dll. Mutu pendidikan mempunyai kaitan dengan kualitas lulusannya, sedangkan kualitas lulusan ditentukan oleh proses belajar. Dalam suatu lembaga pendidikan, misalnya Perguruan Tinggi, prestasi belajar yang diraih mahasiswa setelah proses pembelajaran, mempunyai makna bagi mahasiswa bersangkutan maupun bagi Perguruan Tinggi tersebut. Prestasi belajar yang tinggi menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, sedangkan bagi lembaga pendidikan, prestasi belajar mahasiswa yang tinggi menunjukkan keberhasilan lembaga dalam proses pembelajaran. Prestasi belajar mahasiswa dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Slameto (2003), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibagi menjadi dua bagian utama, yang pertama faktor internal yang mencakup faktor jasmaniah, intelegensi, motivasi, perhatian, minat, bakat, dan kesiapan. Kedua, faktor eksternal yang terdiri dari faktor keluarga, masyarakat, metoda pembelajaran, kurikulum, sarana dan prasarana pembelajaran. Lebih jauh Nelda dan Adri (2005), mengemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seorang mahasiswa baik dari internal maupun eksternal, seperti : (1) Kecerdasan emosional; (2) Minat dan bakat; (3) Metoda Pembelajaran; (4) Sarana dan prasarana; (5) Motivasi Berprestasi; (6) Cara belajar; (7) Kurikulum; dan (8) Kecerdasan Intelektual. Perkembangan teknologi yang telah dicapai pada saat ini, terutama dibidang teknologi informasi telah tumbuh dengan pesat. Hal tersebut menimbulkan berbagai macam perubahan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hal ini juga memberikan pengaruh besar terutama dalam perkembangan dunia pendidikan. Beberapa tahun yang lalu kita masih melihat beberapa orang mengetik dengan mesin tik, namun sekarang sudah mulai ditinggalkan. Dengan komputer sekarang semuanya menjadi lebih mudah. Dahulu proses belajar hanya dari buku-buku dan guru, sekarang dengan teknologi internet kita dapat belajar lebih banyak dan mendapatkan informasi apapun yang kita inginkan. Proses kegiatan belajar-mengajarpun menjadi lebih mudah, yang dulu bersifat konvensional, kini dengan kemajuan teknologi sekarang mulai beralih ke arah digital. Di Indonesia sendiri beberapa cara dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam menemukan metode-metode yang tepat, dimana metode tersebut dapat bermanfaat dan membantu terjadinya proses pembelajaran yang lebih baik. Dengan adanya sistem pembelajaran yang baik diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang ada di Indonesia saat ini. Salah satu metode yang memanfaatkan teknologi informasi ini adalah metode e-learning. Saat ini penulis mengembangkan software pembelajaran sekaligus sebuah sistem e-learning. Software ini dapat mengakomodasi fitur fitur yang dapat diberikan dalam sistem pembelajaran satra yang online dan inetraktif dengan melalui bolg wordpress.com. Sistem ini dapat mengakomodasi fasilitas seperti online module, diskusi, download modul saja, namun juga harus mempunyai lectures movie content, and tutorial online. Untuk mendukung hal tersebut, Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Unib telah memiliki Labor Bahasa Multimedia yang bisa dimanfaatkan sebagai pengembangan media pembelajaran. Selain itu, internet yang tersedia bagi mahasiswa yang bisa diakses kapan saja untuk pemanfaatan media pembelajaran. Kombinasi pemanfaatan media tersebut dapat menciptakan sebuah produk media pembelajaran sastra yang mutakhir. Kegiatan ini sudah penulis lakukan pada semester yang lalu, tetapi hanya sebatas pengaksesan sebagai sumber media internet dan multimedia yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran, tetapi belum pada produk media yang diinginkan. Pembelajaran bahasa Indonesia di setiap jenjang pendidikan saat ini kurang mendapat respon dari siswa atau mahasiswa. Salah satu faktor yang menyebabkan hal itu adalah pemanfaatan media yang belum maksimal sehingga menimbulkan kebosanan pada peserta didik. Selain itu, pembelajaran sastra belum dilaksanakan yang berbasis teknologi. Artinya, kompetensi pembelajaran agar siswa mampu belajar sastra, tetapi masih dilaksanakan pada aspek pengetahuan sastra sehingga kegiatan yang betul-betul memanfaatkan media teknologi belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, software ini akan menjadikan media pembelajaran sastra yang menarik pada setiap jenjang pendidikan baik mahasiswa maupun siswa SMP/SMA. II. Pembahasan Fenomena Pembelajaran Sastra Berbasis Teknologi Kemelut yang dihadapi bangsa Indonesia disebabkan oleh eksistensi sains dan teknologi sebagai basis pembangunan nasional. Opini tersebut sering dilontarkan para pakar pendidikan di berbagai seminar dan dalam pengamatan penulis SDM Indonesia memang lebih mengagungkan iptek. Pemujaan terhadap iptek secara berlebihan dapat menyebabkan arogansi teknologi yang mampu meruntuhkan martabat bangsa. Sebagai contoh, arogansi teknologi menjatuhkan Jepang dengan meledaknya bom di Hiroshima dan Nagasaki oleh sekutu. Sejak saat itu, bangsa Jepang menata hidup dengan memprioritaskan pendidikan serta menghancurkan berhala arogansi teknologi. Ilustrasi di atas membuka lebar mata dan cakrawala berpikir SDM Indonesia yang kesehariannya bergelut dengan bahasa untuk turut mengambil bagian dalam membangun karakter bangsa. Landasan pembangunan nasional selayaknya tidak hanya bertumpu pada sains dan teknologi tetapi juga harus berlandaskan humaniora. Salah satu cabang ilmu sosial yang dapat menjadi alternatif merajut tatanan kenegaraan adalah sastra. Pada kenyataannya sastra telah diajarkan kepada siswa untuk seluruh jenjang pendidikan selama ini. Namun disinyalir bahwa pembelajaran sastra belum mencapai hasil yang optimal. Pembelajaran sastra perlu dikembangkan karena pembelajaran tersebut didukung oleh aspek pertimbangan psikologis. Menurut Mulyana (2000:4) peserta didik memiliki pengetahuan dan keingintahuan yang sangat besar. Dengan pengetahuan yang dimiliki, mereka dapat memeroleh kenikmatan dan intelektual dari sebuah karya sastra. Kebutuhan akan pencarian makna estetis dan makna intelektual berkorelasi positif dengan kebutuhan mereka dalam mengembangkan kematangan intelektual dan emosionalnya. Oleh karena itu, Rudy (2003:297) menegaskan bahwa sastra dapat menjadi wahana pencarian makna apabila diajarkan dengan benar. Pengajaran sastra yang baik dan benar adalah pengajaran yang mengadopsi perspektif estetik dan memberi penekanan pada sudut pandang tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Rosenblatt berikut, “To teach literature correctly is to emphasize the aesthetic stance and to de-emphasize the efferent.” (1978:22-47). Pernyataan tersebut mengindikasikan makna yang signifikan bahwa siswa tidak hanya mengidentifikasi apa yang tertuang dalam karya sastra seperti latar, tokoh dan penokohan, serta alur cerita, tetapi mereka juga dapat mengidentifikasi apa yang ada di luar karya sastra itu sendiri seperti maksud pengarang, simbolisme, gaya cerita dan sebagainya. Sayangnya, pengajaran sastra di sekolah menengah maupun di perguruan tinggi lebih menekankan sudut pandang efferent; siswa atau mahasiswa hanya menceritakan kembali kisah perjalanan tokoh cerita dengan segudang permasalahannya. Selanjutnya, perlu dicermati dan ditelusuri perjalanan dan kiprah pengajaran sastra di tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Rudy (2003:298) menandaskan, “Sastra telah diperlakukan secara ‘kurang adil’ di berbagai jenjang pendidikan.” Keprihatinan Rudy muncul bersamaan dengan asumsi yang memosisikan sastra semakin terpojokkan bahwa sastra hanya merupakan pelajaran hafalan untuk beroleh kesenangan, bahwa sastra tidak mampu meningkatkan kompetensi berbahasa siswa. Selain itu, banyak sastrawan yang turut prihatin dengan ketidakmampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Keprihatinan tersebut mereka atasi dengan melakukan kegiatan “Sastrawan ke Sekolah” pada tahun 2006. Demikian halnya dengan pengajaran sastra Inggris di jurusan bahasa Inggris, sangat diabaikan dan dihindari karena kedua asumsi di atas (Zughoul, 1986; Rosenblatt, 1991). Kekurangadilan bagi pengajaran sastra sebagaimana diilustrasikan oleh Moody (1977) adalah sastra menempati kedudukan yang sangat kecil dalam pendidikan bahasa. Keberadaan sastra dalam pendidikan bahasa berdasarkan hasil penelitian Harras (2003:303) belum menyentuh substansi dan mengusung misi utamanya yaitu memberikan pengalaman bersastra kepada peserta didik karena porsi pengajaran sastra yang lebih sedikit dibandingkan bahasa. Oleh karena itu, pengajaran sastra harus dipisahkan dari pengajaran bahasa. Pemisahan sastra dari pembelajaran bahasa ditentang oleh Alwasilah (2002) bahwa bahasa dan sastra bukan sebuah dikotomi. Sebagai perbandingan, ia menggambarkan bahwa sastra berada dalam naungan bahasa (language arts) di mancanegara. Dengan demikian, tidak ada argumentasi yang menguatkan temuan Harras bahwa sastra harus dipisahkan dari pengajaran bahasa (Moody, 1977; Rusyana, 2003; Rudy, 2005). Porsi pengajaran sastra yang lebih sedikit dibandingkan bahasa tidak harus menjadi sebuah masalah yang mendasar. Perlu disepakati bersama bahwa permasalahan pokok dalam pembelajaran sastra adalah “teacher as the actor, not the song.” Hal ini tergambar dengan jelas berdasarkan beberapa temuan dan pendapat berikut: pengetahuan guru tentang sastra sangat terbatas (Alwasilah, 1994), sastra diajarkan guru-guru yang tidak profesional (Alwasilah, 1999), guru tidak tahu mengajarkan sastra dengan baik (Wei, 1999) dan guru dan strategi mengajar mereka penyebab rendahnya mutu pengajaran sastra (Mansour, 1999). Pendapat Alwasilah tentang sastra diajarkan oleh guru-guru yang tidak profesional berseberangan dengan temuan Rudy (2005) bahwa sastra dapat diajarkan oleh semua guru bahasa karena komponen terpenting dalam apresiasi sastra adalah strategi mengajar dan mengapresiasinya. Dengan demikian, kesepakatan awal tentang guru yang menjadi masalah utama, bukan karya sastra, pun karena guru belum mengetahui cara mengajarkan sastra dan apresiasinya. Kualitas pengajaran sastra sejauh ini masih sering dipertanyakan dan diragukan. Kondisi itu diperkirakan oleh adanya kurikulum yang sering berganti-ganti dan alokasi waktu yang dituding sebagai penyebab rendahnya kualitas pengajaran sastra. Bertentangan dengan penafsiran tersebut, berdasarkan fakta empirik yang ditemukan Ismail (2000:115) penyebab dari hal itu adalah metodologi pengajaran sastra yang tidak efisien. Kondisi demikian dipertegas lagi oleh Rosidi (1983:130) bahwa kualitas pembelajaran sastra masih sangat memprihatinkan diindikasikan oleh pengajaran sastra yang seadanya. Penyebabnya adalah kurikulum yang tak jelas arahnya, jumlah pengajar dan kemampuannya tidak memadai, dan materi pengajaran yang jauh dari lengkap. Kedua sastrawan tersebut merupakan stereotipe yang representatif mengeluhkan buruknya pengajaran bahasa dan sastra di seluruh jenjang pendidikan. Harapan untuk mewujudkan pembelajaran sastra yang estetik terinspirasi dari temuan Ismail (2000) bahwa siswa SMU di Indonesia membaca 0 (nol) karya sastra dan termotivasi berdasarkan data empiris dalam Pikiran Rakyat (2000) bahwa keterampilan menulis siswa Indonesia paling rendah di Asia. Kenyataan di atas didukung oleh hasil observasi Alwasilah (1998) bahwa kaum intelektual rendah mutunya dalam menulis. Untuk itulah sastra perlu diperkenalkan kepada siswa sedini mungkin. Kebiasaan membaca dan mengapresiasi karya sastra dapat menjadikan langkah awal siswa untuk gemar membaca. Ini berarti bahwa salah satu keterampilan berbahasa mulai tumbuh dalam diri siswa. Seiring dengan pertumbuhan kegiatan tersebut, guru dapat meneruskan kegiatan lainnya, yaitu mengapresiasi cerita yang telah dibaca siswa. Kegiatan mengapresiasi dapat melibatkan kompetensi berbahasa lainnya. Setelah membaca, guru dapat meminta siswa menuliskan kembali (meringkas) cerita dan menuliskan pemeran cerita, karakterisasi, latar cerita. Menurut Rusyana (2003:4) menulis merupakan salah satu kompetensi dalam pembelajaran sastra untuk beroleh kemampuan berekspresi sastra. Ia menyebutkan menulis puisi, cerita pendek, dialog, dongeng dan drama singkat sebagai contoh kegiatan menulis yang dapat dilakukan siswa. Untuk mewujudkan kegiatan tersebut, guru harus menjelaskan bagaimana melibatkan perasaan siswa terhadap tokoh cerita yang dibaca oleh siswa dan bagaimana menghubungkan segala unsur yang ada dalam cerita dengan kehidupan sosial, budaya, dan agama yang dianut oleh mereka. Perspektif sosial dan budaya dalam mengidentifikasi karya sastra dikemukakan oleh Beach dan Marshall (1991), sedangkan perspektif religi oleh Moody (1970). Cox dan Many (1992:28) mencontohkan Winke, 11 tahun, dapat merespons buku yang baru saja dibacanya A Proud Taste for Scarlet and Miniver, sebuah karya besar berdasarkan kehidupan Eleanor of Aquitaine. Winke merespons isi buku tersebut dengan cara menceritakan kembali apa yang telah dibacanya, mengaitkan hal-hal pokok dalam cerita sesuai dengan perasaan dan pengalamannya. Kemudian ia hubungkan cerita itu dengan buku cerita lain yang pernah dibacanya atau film yang pernah ditontonnya. Pada akhirnya, ia dihadapkan pada keyakinannya tentang apa yang telah dibaca sebagai hasil membaca. Ilustrasi ini mengindikasikan bahwa keterampilan menulis siswa dapat dikembangkan sejak kecil dengan cara merespons karya sastra. Sejalan dengan ilustrasi tersebut, Beach (1990:74) mengungkapkan bahwa kualitas respons siswa dapat ditingkatkan oleh guru. Respons tersebut dapat mengembangkan kemampuan berbahasa karena para siswa menulis secara bebas, menghubungkan respons mereka, mengaitkan tindakan mereka dengan karya yang dibaca serta berbagi pengalaman tentang respons mereka di era digital saat ini melalui media pembelajaran sastra yang online seperti wordpress.com. Media Pembelajaran Sastra Kata media berasal dari bahasa Latin merupakan bentuk jamak dari kata medium adalah sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau dua kutup) atau suatu alat. Dalam Webster Dictionary (1960), media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam letak jenjang atau alat apa saja yang digunakan sebagai perantaraatau penghubung dua hal. Oleh karena itu, media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan tersebut. Konsep media pembelajaran mempunyai dua yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan atau saling menunjang, yaitu perangkat keras atau peralatan (hardwere) dan materi atau bahan yang disebut perangkat perangkat lunak (software). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa media adalah setiap orang, bahan, alat atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Salah satu cara untuk mengaktifkan proses pembelajaran adalah dengan menggunakan bantuan media salah satunya komputer multimedia. Paket multimedia adalah produk komunikasi yang menggunakan lebih dari satu media, seperti teks, gambar, urutan gerakan, audio, grafik, dan animasi, dalam ragam kombinasi yang terintegrasi dalam komputer (Gisiandi dan Gayeski, 1996). Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Heinich, Molenda, dan Russel (1993) bahwa multimedia meliputi slide suara, presentasi multimedia, kit multimedia, video interaktif, multimedia komputer, dan hipermedia komputer. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Meier (2002) bahwa multimedia sejati berarti campuran berbagai media mulai teknologi tinggi hingga sebuah buku kecil, pena warna, percakapan, papan tulis, serta aneka sarana dan sumber. Hal tersebut dikemas dalam CD-ROM atau program internet pada penyampaian medium tunggal. Multimedia merupakan sarana belajar yang fleksibel bagi pendidik dan dapat digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan meliputi bahan pembelajaran yang diproyeksikan melalui komputer, komunikasi online, penelitian data dasar, hiperteks, tutorial interaktif, simulator, dan sistem pendukung kinerja elektronik, seperti atlas dan kamus yang berbasis komputer (Gayeski, 1996). Multimedia powerpoint adalah salah satu bentuk trobosan dalam pembelajaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi sarana dalam memfasilitasi dan mempermudah proses pembelajaran. Dalam multimedia learning mahasiswa akan berinteraksi dengan komputer yang akan membantu siswa dalam proses belajarnya. Komputer akan menunjukkan langkah-langkah dalam belajar. Komputer akan memberikan latihan-latihan serta memberikan ujian kepada siswa. Selian itu, multimedia powerpoint merupakan suatu bentuk implementasi multimedia learning. Dengan media ini dosen/guru dapat melakukan streaming materi pembelajaran ke komputer mahasiswa melalui CD-ROM. Dengan bantuan media ini, matrei pelajaran dapat diperoleh mahasiswa melalui layar monetornya. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong mahasiswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar. Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya (Hubbard, 1983). Kreteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif (Thorn, 1995). Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga pembelajar bahasa tidak perlu belajar komputer lebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran si pembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek dan ketrampilan bahasa yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu. Pembelajaran Sastra dengan Komputer Komputer telah mulai diterapkan dalam pembelajaran bahasa mulai 1960 (Lee, 1996). Dalam 40 tahun pemakaian komputer ini ada berbagai periode kecenderungan yang didasarkan pada teori pembelajaran yang ada. Periode yang pertama adalah pembelajaran dengan komputer dengan pendekatan behaviorist. Periode ini ditandai dengan pembelajaran yang menekankan pengulangan dengan metode drill dan praktik. Periode yang berikutnya adalah periode pembelajaran komukatif sebagai reaksi terhadap behaviorist. Penekanan pembelajaran adalah lebih pada pemakaian bentuk-bentuk tidak pada bentuk itu sendiri seperti pada pendekatan behaviorist Periode atau kecenderungan yang terakhir adalah pembelajaran dengan komputer yang integratif. Pembelajaran integratif memberi penekan pada pengintegrasian berbagai ketrampilan berbahasa, mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca dan mengintegrasikan tehnologi secara lebih penuh pada pembelajaran. Lee merumuskan paling sedikit ada delapan alasan pemakaian komputer sebagai media pembelajaran (Lee, 1996) Alasan-alasan itu adalah: pengalaman, motivasi, meningkatkan pembelajaran, materi yang otentik, interaksi yang lebih luas, lebih pribadi, tidak terpaku pada sumber tunggal, dan pemahaman global. Dengan tersambungnya komputer pada jaringan internet maka pembelajar akan mendapat pengalaman yang lebih luas. Pembelajar tidak hanya menjadi penerima yang pasif melainkan juga menjadi penentu pembelajaran bagi dirinya sendiri. Pembelajaran dengan komputer akan memberikan motivasi yang lebih tinggi karena komputer selalu dikaitkan dengan kesenangan, permainan dan kreativitas. Dengan demikian pembelajaran itu sendiri akan meningkat. Pembelajaran dengan komputer akan memberi kesempatan pada pembelajar untuk mendapat materi pembelajaran yang otentik dan dapat berinteraksi secara lebih luas. Pembelajaran pun menjadi lebih bersifat pribadi yang akan memenuhi kebutuhan strategi pembelajaran yang berbeda-beda. Di samping kelebihan dan keuntungan dari pembelajaran dengan komputer tentu saja ada kekurangan dan kelemahannaya. Hambatan pemakaian komputer sebagai media pembelajaran antara lain hambatan dana, ketersediaan piranti lunak, dan keras komputer, keterbatasan pengetahuan tehnis dan teoris dan penerimaan terhadap tehnologi. Dana bagi penyediaan komputer dengan jaringannya cukup mahal demikian untuk piranti lunak dan kerasnya. Media pembelajaranpun kurang berkembang karena keterbatasan pengetahuan tehnis dari pengajar atau ahli pengajaran dan keterbatasan pengetahuan teoritis pembelajaran bahasa dari para pemrogram. Mengkreasikan Wordpress.Com Keinginan untuk memiliki website pribadi dapat ditanggulangi dengan munculnya berbagai layanan Weblog Gratis. Salah satu layanan terkenal yang mengelola blog adalah Wordpress. Jangan heran jika engine yang digunakan situs ilmukomputer ini adalah engine wordpress. (begitu hebat dan terkenalnya). Pada kesempatan ini saya akan mencoba menjelaskan beberapa langkah awal yang dapat digunakan dalam usaha mempercantik tampilan blog wordpress yang Kitamiliki (khusus Wordpress). Selain itu saya juga menyuguhkan beberapa materi sederhana yang dapat digunakan pemula blog wordpress dalam menulis dan memplublish tulisan di blog yang mereka bangun. Tulisan ini berisi Quick Tutor awal dalam mengkreasikan Weblog WordPress. Tulisan ini ditujukan kepada pengguna baru blog wordpress yang menggunakan account free dari wordpress. Bagi para pengguna wordpress yang baru (awam) melihat halaman admin blog sangatlah memusingkan, terlebih lagi banyak tools yang dapat diklik tanpa diketahui fungsi masing-masing tool tersebut. Bahkan ada beberapa pengguna belum tau cara masuk ke halaman admin weblog yang mereka bangun.Untuk menyiasati kejadian ini, penulis berusaha menulis beberapa langkah awal yang mungkin dapat diterapkan dalam memodifikasi blog yang kitabangun dalam pembelajaran sastra. Modifikasi yang dilakukan adalah memanfaatkan fasilitas layanan wordpress, menyusun tampilan widget, semudah mungkin. Adapun tutor cepat tersebut adalah sebagai berikut. Bagi yang belum tau login ke halaman admin, caranya : buka alamat blog kitaseperti “http://namauser.wordpress.com” maka akan muncul tampilan Blog anda. Selanjutnya, ketikkanlah “wp-admin” dibagian akhir alamat blog tersebut pada address browser anda, maka akan menjadi “http://namauser.wordpress.com/wp-admin“, tekan enter untuk melanjutkan. Maka akan muncul jendela yang meminta username dan Password anda. Seperti pada gambar berikut. Gambar 1. Account Webblog Wordpress.com Tayangan Awal Gambar 2. Masuk Log Wordpress.com Modifikasi 1 : Lakukan pergantian tema blog anda, jika tema standar tidak kitasukai, caranya: Tampilan (Appearance) > Tema (themes). Maka akan muncul jendela pilihan tema. Pilihlah tema yang memiliki penjelasan “Custom Header” pada bagian “Tag” nya. Tujuan Costum header adalah untuk memodifiksi tampilan header blog. Header dapat kitadesain sendiri dengan menggunakan aplikasi Desain Grafis spt : Adobe Photoshop, Corel Photo Paint, Paint, etc. Ingat! supaya sinkron(sesuai dengan header) buatlah desain yang memiliki ukuran sama atau sesuai dengan permintaan Gambar 3. Pergantian Tema Blog Tema. Cara melihat dan menggantinya, kunjungi : Tampilan > Current Theme Option. Setelah selesai di desain, upload gambar tersebut dan simpan alamat URL-nya dgn meng-copy-nya. Setelah alamat URL di dapat, Buka kembali : Tampilan > Current Theme Option, lalu pastekan alamat URL tsb di box “Header Image Url“. Lakukanlah penyimpanan, dan lihat hasilnya. Modifikasi 2 : tambahkanlah widget pada blog tersebut. Caranya : Tampilan > Widget. Maka akan muncul jendela penambahan widget. Semua widget dapat dimanfaatkan asalkan kitatau dengan fungsinya. Untuk tahap awal , tambahkan Widget Kalender, Widget Taut, Statistik Blog, Tulisan Teratas, Komentar, Text dsg. Penyusunan dapat dilakukan dengan mendrag kotak “biru” judul widget dan menggeserkannya ke posisi yang kitainginkan. Jangan Lupa disimpan. Modifikasi 3 : Tambahkan halaman-halaman. Caranya Pilih : Halaman > Tambahkan Baru. Salah satu contoh halaman yang akan ditambahkan adalah HALAMAN TENTANG pemilik blog. Bikin Judulnya seperti “About me, Tentang saya, Pemilik Blog, Admin dan etc” sesuai dengan keinginan anda. Tulislah deskripsi blog dan id pengelola blog tersebut. Gunakanlah bahasa yang mudah dimengerti. Selanjutnya tambahkan halaman lain yang mungkin kitasukai. Jangan lupa di simpan! Modifikasi 4 : Lakukan pembuatan Gravatar, sebagai image pengguna (admin/user). Caranya : Pengguna > Profil Anda. Maka akan muncul jendela Identitas pengguna. Gravatar terletak di bagian kanan jendela. Upload foto yang akan digunakan sebagai Gravatar anda. Jendela ini juga berfungsi untuk mengatur ID pengguna, seperti Nama, Bahasa yang digunakan, tampilan nama, email yang digunakan, serta alamat Webblog anda. Selain itu, penggantian password juga dilakukan di halaman ini. Jangan lupa disimpan! Modifikasi 5: Ganti Judul Blog, Slogan, dan Blog Picture. Caranya : Pengaturan > Umum. Upload Foto atau Gambar yang akan dijadikan gambar Blog (yang tampil sebagai icon blog). Selanjutnya ganti Judul Blog, dan slogan dengan kalimat yang memotivasi diri anda. Lakukan pada jendela ini.. Simpan! Gambar 4. Isi Komentar Sikap dan Nilai Kebangsaan Mahasiswa Gambar 5. Isi Komentar Semua Tuliasan yang Ada di Blog Gambar 6. Polling Terhadap Efektivitas Penggunaan Wordpress.Com Selain hal itu, dalam membuat sebuah website ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu pertama, kita bisa mengajukan sebuah pertanyaan kepada diri kita sendiri yaitu “Apa tujuan saya membuat website?” dengan menjawab pertanyaan tersebut dapat mengarahkan pikiran kita untuk menentukan dan menjawab pertanyaan selanjutnya yaitu, “Website seperti apa yang akan saya buat untuk mencapai tujuan tersebut dan bagaimana cara membuat websitenya.” Mengapa dimulai dengan mengajukan pertanyaan tersebut? Karena diharapkan nantinya website yang kita buat sesuai dengan yang kita inginkan dan bisa membawa kita mencapai tujuan yang kita inginkan dalam membuat website. Jangan sampai website sudah selesai Kitabuat tetapi website yang Kitabuat tidak sesuai dan tidak bisa menjadi media atau sarana untuk mencapai tujuan kita. Perlu diketahui, jenis website itu bermacam-macam, ada yang hanya satu halaman sederhana saja seperti website ini, ada yang memuat beberapa halaman seperti website perusahaan, ada yang menggunakan sistem blog dan sering disebut juga blog atau weblog (website blog), ada yang menggunakan sistem CMS (Content Management System) seperti joomla, ada yang berupa forum diskusi, ada yang berupa website iklan baris, ada yang berupa website toko online dan ada yang lebih kompleks lagi seperti website komunitas friendster. Kita perlu memulainya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sebelum kita membuat website. Sehingga nanti kita bisa memutuskan website seperti apa yang paling cocok dan sesuai untuk mencapai tujuannya. Karena masing-masing jenis website yang saya sampaikan diatas memiliki fungsi yang berbeda-beda. Contoh bila kita ingin menjual berbagai macam produk, kita membuat website toko online; bila Kitaingin menjual satu jenis produk saja bisa dengan satu halaman sederhana saja atau lengkap dengan menggunakan sistem pemesanannya; bila Kitaingin membuat website portal Kitabisa menggunakan Joomla; bila Kitaingin membangun branding dan mempublikasikan artikel bisa menggunakan blog; dan lain-lainnya. Jadi bisa penulis rangkumkan 3 pertanyaan tersebut, yaitu Apa tujuan saya membuat website? Website seperti apa yang akan saya buat untuk mencapai tujuan tersebut? Bagaimana cara membuat website tersebut? III. Penutup Berdasarkan pembahasan di atas menunjukkan bahwa media pembelajaran sastra yang kreatif dan inovatif dapat meningkatkan minat belajar mahasiswa dalam menumbuhkan nilai dan sikap kebangsaan salah satunya melalui perngkat wordpress.com yang sistematis dan terprogram. Pengembangan media pembelajaran dapat dijadikan salah satu model dalam praktik pembelajaran sastra, khususnya karya satra puisi dan cerpen mata kuliah Menyimak di Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Jurusan Bahasa Indonesia FKIP Unib. Selain itu, mahasiswa dan dosen lebih inovatif dan kreatif dalam pengembangan dan pemahaman informasi dalam menulis kritik sastra berbasis e-learing sehingga kemampuan mengenai sastra berdasarkan sikap dan nilai kebangsaan terhadap bahan bacaan sastra dapat meningkat baik secara klasikal maupun perorangan. Hal itu terlihat dalam perubahan setiap action yang penulis lakukan berdasarkan isi atau komentar mahasiswa kemukakan melalui tulisan-tulisannya rasa kecintaan dan perasaan yang mereka miliki terhadap bangsa dan negara, yaitu jiwa semangat dan nasionalisme serta nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu, pengembangan media pembelajaran karya sastra akan menumbuhkan motivasi, kreatifitas, dan mahasiswa terhadap karya sastra berbasis e-learning. Hal tersebut tentu dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan karya sastra bidang teknologi. Pengembangan media pembelajaran ini dapat dijadikan salah satu model dalam pembelajaran karya sastra, khususnya sastra puisi dan cerpen di Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Bengkulu. Selain itu, mahasiswa dan dosen lebih inovatif dan kreatif dalam pengembangan dan pemahaman informasi karya sastra sehingga kemampuan mahasiswa terhadap apresiasi karya sastra dapat ditingkatkan baik secara klasikal maupun perorangan.
Daftar Pustaka
Alwasilah, A. Chaedar. 1994. Dari Cicalengka sampai Chicago: Bunga Rampai Pendidikan Bahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.
Anonim. 2009. “Pertolongan Pertama Modifikasi Blog Wordpress”. http://isaninside.wordpress.com/2009/01/14/pertolongan-pertama-modifikasi-blog-wordpress/ Bengkulu, 20 Juni 2009 Asim. 2001. Sistematika Penelitian Pengembangan. Malang : Lembaga Penelitian-Universitas Negeri Malang.
Davis, Ben. 1991. Teaching with Media, a paper presented at Technology and Education Conference in Athens, Greece.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SLTP/MTsSLTA/MA. Jakrata: Depdiknas.
Dwiyogo, Wasis D. 2001. Pelaksanaan Penelitian Pengembangan. Malang: Lembaga Penelitian-Universitas Negeri Malang. ECT. 1977. The Difinition of Educational Technology. Washington: ECT. Gerlach, V.S. and D.P. Ely. 1980. Teaching and Media. New York: Prentice Hall, Inc. Gephart, William J. 1972. Toward a Taxonomy of Empirically-Based Problem Solving Strategies. University of Viscounsin: Viscounsin.
Hubbard, Peter et al. 1983. A Training Course for TEFL, Oxford University Press: Oxford.
Ibnu, Suhadi. 2001. Kebijakan Penelitian Perguruan. Malang: Lembaga Penelitian-Universitas Negeri Malang.
Jonassen, David H. 1996. Computer as a Mindtools for Schools. Prentice Hall. New Jersey. Kemp, Ferrod E. 1980. Planning and Producing Audiovisual Materials. Harper and Row: New York.
Moody, H.L.B. 1971. The Teaching of Literature. London: Longman Group, Ltd.
Mulyana. Yoyo. 2000. Keefektifan Model Mengajar Respons pembaca dalam Pengajaran Pengkajian Puisi; Studi Eksperimen pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Bandung, TA 1998/1999. Disertasi. Bandung: PPS UPI.
Nunan, David. 1991. Languange Teaching Methodology a Textbook for Teacher. Great Britain: Prentice Hall International (UK) Ltd.
Rosenblatt, Louise M. 1978. The Reader, the Text, the Poem: The Transactional Theory of the Literary Work. Illinois: Southern Illinois University Press.
Rosenblatt, Louise M. 1991. “Literature – S.O.S.” Language Arts. Vol. 8 October 1991.
Rudy, Rita I. 2005. “Keefektifan Model Respons Pembaca dan Simbol Visual dalam Pembelajaran Sastra di SD.” Makalah. Dipresentasikan dalam Konferensi Internasional Himpunan Sarjana-Kesusasteraan Indonesia (HISKI) XVI di Palembang, 18-21 Agustus 2005. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Rineka, Cipta, Jakarta.
Wardani, I. G.A. K. 2006. “Panduan Peminjaman Mutu Perkuliahan Program PGSD FKIP Universitas Bengkulu”. Bengkulu: FKIP Unib.
Wei, Shu. 1999. Literature Teaching. Tersedia: http://exchanges.state.gov/forum/vols/vol 37/no 3/p25.htm
Arono
...