Peran Media Massa dalam Perkamusan
1. Pengantar
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa bahasa merupakan pembuka dan penyebar pengetahuan. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan pengetahuan, termasuk kebudayaan dan teknologi, yang semakin cepat dan pesat tidak akan tersebar luas tanpa adanya sarana yang dapat digunakan untuk menyebarluaskannya. Salah satu sarana tersebut adalah bahasa. Dengan kata lain, bahasa sebagai salah satu alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam penyebarluasan itu. Orang dapat menyampaikan segala gagasan atau idenya melalui bahasa.
Sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi, bahasa juga memerlukan media sebagai sarana penyebarluasannya. Salah satu media yang dapat digunakan sebagai wahana tersebut adalah media massa, baik yang berbentuk audio, visual, audiovisual, cetak, maupun elektronik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa media massa dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, dan perkembangan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi juga tidak terpisahkan dengan keberadaan media massa.
Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa juga mempunyai peranan yang amat penting dalam perkembangan pengetahuan. Hadiono (dalam Putera, 2010) menyebutkan bahwa peran media massa dalam kehidupan sosial bukan sekadar sarana diversion dalam kehidupan sosial, pelepasan ketegangan, atau hiburan, melainkan isi yang disajikan mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial, media massa juga mempunyai peran yang besar dalam mendukung perkembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Asmadi (2008) menyatakan media massa adalah pendukung utama bahasa Indonesia pada awal bahasa itu bergulat dengan batasan oleh penjajah. Peran penting media massa itu perlu dimunculkan mengingat media massa berperan penting dalam berbagai aspek. Di sisi lain, bagaimana peran media massa dalam perkamusan? Pertanyaan itu dimungkinkan karena kamus merupakan buku yang mendokumentasi bahasa beserta makna dan pemakaian suatu bahasa, termasuk pemakaiannya di media massa.
2. Definisi dan Tujuan Penyusunan Kamus
Kamus merupakan buku referensi yang sudah tidak asing lagi bagi hampir sebagian masyarakat bahasa. Banyak definisi kamus yang diberikan oleh pemerhati bahasa, khususnya mereka yang merupakan pakar dalam bidang perkamusan atau mungkin juga pekamus (orang yang menyusun kamus). Di antara definisi yang diberikan oleh sebagian kamus atau pekamus adalah sebagai berikut.
Kamus dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2011) didefinisiskan dengan beberapa makna, yakni (1) buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, dan terjemahannya; (2) kamus juga merupakan buku yang memuat kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan pemakaiannya,
Kamus Webster (2003), antara lain, memberikan definisi dengan (Top of Form
1) sumber referensi yang dicetak dalam bentuk elektronik yang berisi kata, biasanya disusun secara alfabet disertai dengan informasi tentang bentuk, pengucapan, fungsi, etimologi, makna, sintaksis, dan idiomatis, (2) referensi berupa buku daftar abjad istilah atau nama penting untuk subjek atau aktivitas tertentu bersama dengan diskusi tentang makna dan aplikasi, dan (3) buku referensi untuk memberikan kata seorang setara bahasa lain. Kridalaksana (2008:107) mendefinisikan kamus dengan (1) buku referensi yang memuat daftar kata atau gabungan kata dengan keterangan mengenai pelbagai segi maknanya dan penggunaannya dalama bahasa; biasanya disusun menurut urutan abjad ( dalam tradisisi Yunani-Romawi menurut abjad Yunani-Romawi, kemudian menurut abjad yang bersangkutan; dalam tradisi Arab menurut urutan jumlah konsonan); (2 ) buku referensi yang memuat informasi mengenai
Chaer (2007) mengemukakan beberapa konsep tentang kamus, antara lain, yang dikemukakan oleh Pierre Labrousse (1997), kamus adalah buku kumpulan kata sebuah bahasa yang disusun secara alfabetis diikuti dengan definisi atau terjemahannya dalam bahasa lain. Keraf (1984) mengatakan bahwa kamus merupakan sebuah buku referensi, memuat daftar kata yang terdapat dalam sebuah bahasa, disusun secara alfabetis disertai dengan keterangan cara menggunakan kata itu. Selain mengemukakan berapa definisis tentang kamus, Chaer (2007) mengemukakan bahwa dalam kamus yang ideal diberikan juga keterangan pemenggalan kata, informasi asal-usul kata, informasi bidang penggunaan kata, informasi baku dan tidaknya sebuah kata, informasi kata arkais dan klasik, informasi area penggunaan kata, informasi status sebuah kata, dan berbagai informasi lainnya.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para pakar tersebut, dapat dikatakan bahwa kamus tidak hanya sebagai buku referensi yang memuat kosakata beserta makna dan pemakaiannya, kamus juga merupakan alat pendokumentasi kosakata. Hal itu dimungkinkan karena kamus dapat menjadi wahana untuk merekam bahasa sebagai salah sarana dan alat untuk berkomunikasi bagi manusia yang memiliki sifat dinamis dan produktif. Selain itu, bahasa juga berkembang sejalan dengan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Sehubungan dengan itu, penyusunan kamus dilakukan dengan berbagai tujuan sesuai dengan fungsinya. Dapat pula dikatakan bahwa penyusunan kamus dilakukan dengan tujuan tertentu yang dicanangkan dan ditentukan oleh penyusunnya. Berdasarkan tujuan penyusunan kamus, akan didapatkan bentuk lema atau entri yang termuat dalam sebuah kamus. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tujuan penyusunan kamus akan menentukan kosakata dan lema yang akan termuat. Di samping itu, besar kecilnya kamus dan jumlah entri atau lema yang termuat dalam kamus juga dipengaruhi oleh tujuan penyusunan kamus tersebut. Apabila tujuan sudah ditentukan, pembuat kamus dapat mengumpulkan data lema yang akan termuat dalam karyanya dengan kriteria tertentu. Penyusun kamus akan mencari data dari berbagai sumber yang tepercaya dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal itu, media massa mempunyai peranan yang besar yang antara lain dapat ditunjukkan sebagai berikut.
3. Peran Media Massa
Sebagai pendokumentasi kosakata, kamus atau penyususun kamus memerlukan sumber data, baik yang berbentuk lisan maupun tulisan. Pekamus dapat menggunakan data yang tertulis apabila masyarakat pemakai bahasa (kamus yang akan disusun) mempunyai ragam tulis. Data tulis tersebut dapat diambil dari media massa cetak, seperti koran, majalah, atau dalam bentuk terbitan cetak lain, seperti lembar komunikasi atau selebaran yang lain.
Dalam dunia perkamusan dapat dikatakan bahwa media massa juga berperan dalam penyedia data atau sebagai sumber data. Hal itu tidak terlepas dari sifat bahasa yang selalu berkembang. Dengan salah satu sifat bahasa yang selalu berkembang, dan tidak menutup kemungkinan adanya saling pengaruh-memengaruhi antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain. Saling pengaruh itu dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan kebahasaan dari masyarakat pemakai bahasa. Hal itu dapat dicontohkan sebagai berikut.
Sebagai bahasa yang berkembang, bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Pengaruh dalam dunia kebahasaan terjadi karena kebutuhan masyarakat bahasa akan adanya kosakata yang dapat digunakan sebagai penyebutan suatu simbol. Masyakat pemakai bahasa akan menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah, misalnya ketika ia tidak menemukan kosakata bahasa Indonesia yang tepat untuk mengungkapakan ide tau gagasannya. Lambat laun, tetapi pasti, bahasa yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut akan tersebar luas dan akan memperkaya bahasa Indonesia.
Penyebaran kosakata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah tersebut sudah pasti akan melibatkan berbagai macam media massa, baik cetak maupun elektronik. Ketersebaran itu melibatkan pelaku media yang salah satunya adalah jurnalis. Hal itu dapat terjadi ketika para jurnalis atau wartawan membuat berita atau menyampaikan informasi dengan menggunakan kosakata tersebut sehingga secara langsung dan tidak langsung jurnalis dengan media massanya itu telah menyediakan data bagi pekamus untuk bahan penyusunan kamusnya. Data yang berupa kosakata tersebut dapat dikatakan data yang masih mentah. Artinya, untuk dapat digunakan secara benar, baik dari segi kebahasaan maupun dari segi nonkebahasaan, masih perlu diolah.
Pengolahan data itu melibatkan peran pekamus. Para pekamus akan mendata dan mengumpulkan kosakata baru yang muncul dan tersebar melalui media massa tersebut. Data yang terkumpul tersebut akan didokumentasikan atau dimasukkan dalam kamus yang akan disusunnya dengan berbagai ketentuan yang disesuaikan dengan tujuan penyusunan kamus. Salah satu ketentuan umum yang sampai saat ini masih berlaku adalah bahwa suatu kosakata akan masuk menjadi warga lema untuk kamus apabila sudah termuat dalam tiga terbitan media massa yang berbeda, misalnya karena berbeda wilayah dan penerbitnya. Di samping itu, pekamus tentu tidak serta merta memasukkan begitu saja kosakata baru tersebut ke dalam lema kamusnya, tetapi akan menyesuaikannya dengan aturan atau kaidah kebahasaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia, misalnya kaidah penulisan kata, pelafalan, morfologi, dan pemakaian kosakata.
Kosakata baru yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah dalam bahasa Indonesia tidak hanya berbatas pada kosakata yang bersifat umum, tetapi juga dapat berupa kosakata yang berupa istilah. Dalam hal itu, kosakata tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyakat bahasa dalam bidang keilmuan tertentu. Hal itu perlu mendapat perhatian karena seperti yang dikemukanan oleh Asmadi (2008) perkembangan dunia dalam berbagai bidang, seperti teknologi, sastra, ekonomi, dan kebudayaan memaksa wartawan untuk menyelaraskan bahasanya. Selanjutnya, Asmadi mengungkapkan bahwa kadang-kadang munculnya kosakata baru dari luar negeri tidak tertampung dalam perbendaharaan bahasa Indonesia sehingga kosakata yang muncul di media massa hanyalah penyederhanaan atau penyesuaian dengan pemahaman yang dimiliki oleh wartawan. Pernyataan tersebut tentu saja bukanlah tanpa alasan. Kamus sebagai wahana pendokumentasian kosakata selalu berjalan terlambat jika dibandingkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu dimungkinkan karena kamus baru dapat mendokumentasikan kosakata yang baru setelah kosakata tersebut tersebar.
Sehubungan dengan itu, kosakata baru atau suatu istilah muncul dan diperkenalkan oleh bidang ilmu tertentu untuk memenuhi salah satu sifat bahasa yang selalu berkembang. Ketersebaran pengetahuan tidak dapat tercapai dengan baik apabila bahasa pengetahuan tersebut tidak dikenali oleh masyarakat bahasa. Oleh karena itu, pakar berbagai bidang keilmuan akan berusaha untuk memperkenalkan ide atau gagasanya melalui bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya sehingga dapat tercapai ketersebaran pengetahuan. Dengan demikian, pengetahuan tersebut akan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.
Keberadaan dan ketersebaran kosakata yang berupa istilah itu juga tidak lepas dari peran media massa. Istilah dapat tersebar luas dan dikenali oleh masyarakat melalui media massa. Sebagai contoh, istilah yang digunakan dalam bidang informatika yang kemajuannya amat cepat dapat dengan mudah dan dikenali dan digunakan oleh masyarakat bahasa melalui media massa. kata download dan upload misalnya, begitu cepat tersebar dengan istilah berbahasa Indonesia menjadi unduh (download) dan unggah (upload), begitu pula dengan penemuan dalam bidang yang lain, seperti bidang konstruksi fondasi bangunan teknik cakar ayam dan fondasi jalan layang yang dikenal dengan teknik sosrobahu. Dalam bidang pendidikan, misalnya, dikenal kata pembentukan watak atau pembentukan karakter yang merupakan padanan dari kata character building. Kosakata tersebut tersebar dan diterima oleh masyarakat karena adanya media massa sebagai penginformasi yang dapat dikatakan selalu terbarui.
4. Penutup
Kosakata atau istilah baru tidak akan dikenal oleh masyarakat pemakai bahasa apabila tidak tersebar dan tidak dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Ketersebaran dan keberterimaan sebuah kosakata baru itu banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh seberapa besar kosakata tersebut muncul dan digunakan sebagai kosakata yang produktif oleh masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat pemakai bahasa dapat mengenal kosakata itu melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Dalam hal itu, media massa berperan sebagai penyebar kosakata baru yang muncul sebagai perkembangan bahasa.
Kosakata yang bermunculan tersebut selanjutnya akan didata, didokumentasikan, dan diolah oleh penyusun kamus sehingga dapat menjadi buku referensi. Berdasarkan pemunculan kosakata yang digunakan dalam madia massa tersebut, media massa melalui pelakunya medianya (wartawan atau jurnalisnya) berperan sebagai penyedia data bagi perkamusan. Dengan demikian, dapat dikatakatan bahwa media massa mempunyai peran yang besar dalam perkamusan. Dalam hal itu, bagi dunia perkamusan, media massa, baik cetak maupun elektronik, mempunyai peran ganda, yaitu sebagai penyedia data dan pemasar hasil perkamusan. Media massa dan perkamusan mempunyai hubungan timbal balik.
Daftar Pustaka
Asmadi, TD. 2008. “Merintis Bahasa Jurnalistik Baku untuk Mencerdaskan Bangsa”. Makalah dalam Konggres IX Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2012. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional
Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Putera, Prakosa Bhairawa. 2010. “Peranan Media Massa Lokal dalam Pemertahanan Bahasa Ibu di Bangka Belitung” dalam Menyelamatkan Bahasa Ibu sebagai Kekayaan Budaya Nasional. Bandung: Balai Bahasa Bandung dan Alqa Print.
Sugono, Dendy, dkk. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat
Jakarta: Gramedia.
Webster’s. 2003. Meriam Webster’s Collegiiate Dictionary. Edisi Kesebelas. USA: Massachusetts.
Hari Sulastri
...