Urgensi Penyusunan Kamus Dwibahasa Indonesia-Inggris untuk Penutur Bahasa Indonesia
Pendahuluan
Kata kamus diserap dari bahasa Arab qamus. Kata Arab itu sendiri berasal dari kata Yunani okeanos yang berarti ‘lautan’. Sejarah kata itu menyiratkan makna dasar yang terkandung dalam kata kamus, yaitu wadah pengetahuan, khususnya pengetahuan bahasa, yang tidak terhingga dalam dan luasnya (KBBI, 2008). Dewasa ini kamus merujuk pada buku yang berisi sejumlah kata yang disusun secara alfabetis beserta penjelasan maknanya, dan biasanya disertai informasi mengenai tata bahasa, pelafalan, atau etimologi.
Dilihat dari bahasa yang digunakan kamus dapat dibagi atas (1) kamus ekabahasa, (2) kamus dwibahasa, dan (3) kamus anekabahasa (multibahasa). Kamus ekabahasa menggunakan satu bahasa dalam pemberian deskripsi. Kamus dwibahasa disusun dengan menggunakan dua bahasa. Sementara itu, kamus anekabahasa terdiri atas lebih dari dua bahasa yang berbeda.
Tren untuk mempelajari bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, sudah sejak lama dirasakan. Hal itu bukanlah sesuatu yang mengherankan mengingat bahwa bahasa Inggris adalah alat komunikasi antarbangsa yang digunakan hampir di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri bahasa Inggris digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Penggunaannya pun dapat menunjukkan derajat keterdidikan seseorang. Bahkan, prestisenya sering dianggap lebih tinggi daripada bahasa Indonesia. Dalam bidang pendidikan, bahasa Inggris pun mempunyai posisi yang “istimewa” daripada bahasa asing lainnya ataupun bahasa Indonesia.
Dalam mempelajari bahasa asing, kamus tentunya akan sangat bermanfaat atau, bahkan, sangat dibutuhkan. Survei yang pernah dilakukan oleh Hartmann menunjukkan bahwa kamus dwibahasa umum cenderung menjadi alat yang paling disukai oleh pemelajar bahasa, terutama ketika mencari arti kata, tata bahasa, atau konteks pemakaian kata dalam bahasa sasaran.
Kebutuhan pemelajar bahasa asing meliputi dua macam, yaitu (1) reseptif, seperti dalam pemahaman bacaan dan dengaran, atau setidaknya penerjemahan bahasa asing dan (2) produktif, seperti dalam berbicara dan menulis, serta penerjemahan bahasa asing. Agar menguasai semua keterampilan itu dengan baik seseorang harus memiliki seperangkat bahan rujukan atau referensi. Sayangnya, umumnya referensi yang tersedia disusun untuk tujuan analisis, pengetahuan, atau pemahaman, dan sangat sedikit yang ditujukan untuk sintesis atau produksi.
Pilihan dan Kebiasaan dalam Menggunakan Kamus
Bagi kebanyakan orang, kata kamus sering merujuk pada kamus dwibahasa. Hal itu didukung oleh survei yang dilakukan oleh J. Tomaszczyk (1983). Ia mendapati bahwa tidak hanya pemelajar bahasa asing tingkat pemula dan menengah yang mengandalkan kamus dwibahasa, tetapi guru bahasa pada tingkat atas dan perguruan tinggi juga menggunakannya. Pilihan mereka jatuh pada kamus dwibahasa, bukan kamus ekabahasa, meskipun kamus itu tersedia. Tujuan dasar kamus dwibahasa, menurut Ladislav Zgusta, adalah menghubungkan satuan leksikal dari satu bahasa dengan satuan leksikal dari bahasa yang lain yang makna leksikalnya sama.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh survei yang dilakukan oleh James Baxter. Ia mendapati bahwa pemelajar bahasa asing tingkat pemula dan menengah menghidari penggunaan kamus ekabahasa karena mereka menganggap susah untuk menggunakannya. Mencari satu kata dapat membawa mereka pada pencarian yang tak berakhir ketika berhadapan dengan definisi dari kata kepala yang dicari. Namun, hal itu jarang terjadi pada pemelajar atau guru bahasa pada tingkat lanjut. Fakta lain yang ditemukan adalah bahwa mayoritas responden lebih memilih menggunakan kamus bilingual tidak hanya untuk berlatih keterampilan memproduksi teks, tetapi juga untuk keterampilan reseptif.
Berdasarkan pilihan dan kebiasaan dalam penggunaan kamus itu, tampak adanya kebutuhan yang mendesak akan kamus dwibahasa yang bersifat produktif.
Kamus Dwibahasa Indonesia-Inggris
Ada begitu banyak kamus dwibahasa Indonesia-Inggris yang terbit di pasar buku Indonesia. Dari segi ukuran, ada kamus saku hingga kamus besar. Dari segi penamaan, ada yang menggunakan kamus lengkap, kamus komprehensif, kamus modern, kamus sekian juta kata, hingga kamus sekian miliar kata. Karena banyaknya kamus yang beredar di pasar/toko buku, para pengguna akhirnya sering bingung untuk memilih kamus mana yang tepat untuk mereka gunakan sebagai rujukan. Bahkan, ada juga yang terkecoh dengan iming-iming penggunaan kata juta atau miliar dalam judul kamus karena ternyata jumlah entri yang terkandung di dalam kamus itu tidak sampai angka ribuan. Kecermatan dari pengguna kamus sungguh akan menentukan.
Selain dalam bentuk cetakan, ada juga kamus dwibahasa Indonesia-Inggris yang dibuat dalam bentuk elektronik, yaitu berupa perangkat lunak dan bisa diinstal ke komputer, atau dalam bentuk daring (online). Kamus yang demikian setidaknya memerlukan komputer dan jaringan internet. Dibandingkan dengan versi cetak, tentunya kamus tersebut memerlukan biaya yang cukup besar agar dapat mengaksesnya.
Dalam pengamatan penulis, setidaknya ada dua kamus Indonesia-Inggris yang paling banyak digunakan sebagai acuan. Pertama, Kamus Indonesia-Inggris yang disusun oleh John M. Echols dan Hasan Shadily. Kamus yang judul aslinya An Indonesian-English Dictionary itu diterbitkan pertama kali pada 1961 oleh Cornell University. Kemudian, pada tahun 1989, ketika menginjak edisi ketiga, kamus itu direproduksi oleh Gramedia Pustaka Utama. Kedua, kamus A Comprehensive Indonesian-English Dictionary yang disusun oleh Alan M. Stevens dan A Ed. Schmidgall-Tellings. Kamus itu pertama kali diterbitkan oleh Ohio University Press pada thun 2004. Setahun kemudian kamus itu diterbitkan khusus di Indonesia oleh Mizan.
Kamus Indonesia-Inggris adalah kamus komprehensif dan praktis yang tergolong kamus reseptif. Kamus itu dapat digunakan oleh penutur bahasa Indonesia yang ingin mengetahui padanan bahasa Inggris dari kata-kata bahasa Indonesia. Akan tetapi, kamus itu sesungguhnya bukan ditujukan untuk penutur bahasa Indonesia, melainkan untuk penutur bahasa Inggris yang ingin mempelajari bahasa Indonesia, khususnya penutur asing yang ingin membaca atau memahami bacaan berbahasa Indonesia kontemporer. Penggunaan bahasa Inggris pada bagian Pendahuluan menunjukkan bahwa kamus itu memang ditujukan bukan untuk penutur Indonesia. Penulisan label singkatan, seperti Coll untuk Colloquial, Derog untuk Derogatory, atau Med untuk Medicine, dan penulisan glosa (kata atau frasa penjelas padanan atau definisi) dalam bahasa Inggris juga menguatkan indikasi tersebut.
Setali tiga uang dengan Kamus Indonesia-Inggris. Kamus yang disusun Alan M. Stevens dan A. Ed. Schmidgall-Tellings pun diperuntukkan utamanya bagi penutur bahasa Inggris, bukan penutur bahasa Indonesia. Petunjuk pemakaian kamus, penulisan label singkatan, dan penulisan glossa, semuanya dijelaskan dan dibuat dalam bahasa Inggris.
Kamus yang disusun oleh John M. Echols eh dan hassan Shadily ataupun yang disusun oleh Alan M. Stevens dan A. Ed. Schmidgall-Tellings dapat dikatakan kamus yang kurang ramah pengguna karena kurang memudahkan penggunanya untuk memahami informasi yang ada di dalam kamus. Dapat dibayangkan bagaimana penutur bahasa Indonesia yang akan mengalami kesulitan untuk memahami informasi yang disajikan dalam bahasa Inggris sementara ia sendiri masih dalam tahap mempelajarinya. Bagi pengguna kamus yang memiliki kemampuan bahasa Inggris lumayan, menggunakan kedua kamus tersebut mungkin tidak menjadi masalah. Namun, mungkin tidak demikian bagi para pemelajar. Kamus yang diharapkan akan memberikan jawaban dengan cepat, justru dapat memperlambatnya. Oleh karena itu, kehadiran kamus Indonesia-Inggris yang memang khusus diperuntukkan bagi penutur bahasa Indonesia dirasakan sangat perlu.
Penyusunan Kamus Dwibahasa Indonesia-Inggris
Kebutuhan akan kamus dwibahasa Indonesia-Inggris untuk penutur bahasa Indonesia disadari oleh Tim Perkamusan dari Badan Bahasa. Oleh karena itu, upaya untuk menyusun kamus dwibahasa itu sejak beberapa tahun terakhir sudah dilakukan.
Ada dua pertanyaan penting yang harus dijawab sebelum menyusun kamus dwibahasa: (1) Untuk siapa kamus itu ditujukan? Apakah penutur dari bahasa sumber atau penutur dari bahasa sasaran? dan (2) Apa tujuan kamus ini disusun? Dengan kata lain, apakah dimaksudkan untuk memahami bahasa asing atau memproduksi teks bahasa asing?
Kedua pertanyaan itu menunjukkan setidaknya ada empat jenis kamus antarbahasa, yaitu (1) untuk penutur bahasa sumber untuk memahami teks bahasa sasaran; (2) untuk penutur bahasa sumber untuk memproduksi atau menghasilkan teks bahasa sasaran; (3) untuk penutur bahasa sasaran untuk memahami bahasa teks bahasa sumber; dan (4) untuk penutur bahasa sasaran untuk memproduksi atau menghasilkan teks bahasa sumber.
Kamus yang tengah disusun Tim Kamus Badan Bahasa difokuskan untuk pemelajar yang telah memiliki pengetahuan dasar bahasa Inggris. Pembatasan sasaran pengguna tersebut perlu dilakukan agar pemilihan informasi leksikografis yang akan dimasukkan ke dalam kamus dapat ditentukan dengan tepat. Sasaran pengguna yang berbeda, misalnya peneliti, wartawan, mahasiswa, tentu akan memerlukan informasi leksikografis yang berbeda pula.
Dalam kaitannya dengan pertanyaan kedua, terdapat dua jenis kamus dwibahasa, yaitu kamus reseptif dan kamus produktif. Kamus reseptif adalah kamus yang digunakan untuk memahami teks atau bacaan. Oleh karena itu, informasi leksikografis dalam kamus jenis ini biasanya disusun sedemikian rupa agar mudah dipahami dan cepat ditemukan. Selain itu, jumlah lema atau kata kepala biasanya lebih banyak daripada kamus produktif dan begitu juga dengan makna atau polisemnya. Sementara itu, kamus produktif kamus yang disusun agar penggunanya dapat memproduksi teks (lisan atau tulis) yang natural seperti penutur jati. Oleh karena itu, isinya banyak berisi informasi morfologis dan sintatik yang dapat membantu penggunanya untuk menggunakan kata-kata secara baik dan benar. Kamus yang disusun untuk tujuan pemahaman dan produksi sekaligus harus terdiri atas dua bagian, yaitu satu bagian untuk bahasa sumber-bahasa sasaran dan bahasa sasaran–bahasa sumber. Kamus yang disusun oleh Tim Kamus Badan Bahasa dimaksudkan untuk tujuan yang kedua, yaitu yang bersifat produktif.
Untuk mencapai sasaran itu, mikrostruktur kamus dirancang atas (1) lema/sublema, (2) kelas kata, (3) padanan, (4) pelafalan, dan (5) konteks/contoh pemakaian. Pemilihan lema didasarkan atas frekuensi kemunculan dalam korpus. Selain itu, jika suatu kata dianggap penting meskipun di dalam korpus frekuensi kemunculannya tidak terlalu tinggi, kata itu dapat juga dimasukkan sebagai lema. Penentuan kelas kata sebuah lema dari bahasa sumber ke bahasa sasaran seharusnya sejajar. Apabila dalam bahasa sumber suatu kata memiliki kelas kata verba, kata itu juga harus berkelas kata verba dalam bahasa sasaran. Namun, dalam praktiknya sering dijumpai ketidaksejajaran. Misalnya, kata berbahaya yang memiliki kelas kata verba dalam bahasa Indonesia berkelas kata adjektiva dalam bahasa Inggris. Hal itu mungkin yang menjadi sebab mengapa beberapa kamus dwibahasa Indonesia-Inggris tidak menyertakan kelas kata. Dalam memberikan padanan diusahakan dengan memberi sinonim yang memiliki makna yang paling dekat dan apabila makna kurang mendekati, penggunaan glosa (kata/frasa penjelas padanan/definisi) dapat dilakukan. Pemberian lafal menjadi hal yang signifikan untuk dilakukan mengingat kamus yang akan disusun merupakan kamus produktif. Hal itu akan sangat membantu pengguna kamus ketika akan memproduksi ujaran atau teks secara lisan. Dalam hal pemberian konteks diharapkan akan membantu pemelajar dalam memahami sekaligus memproduksi teks.
Penyusunan kamus merupakan pekerjaan yang memerlukan ketekunan dan ketelitian. Banyak tahapan yang harus dilalui. Oleh karena itu, proses pengerjaan kamus menghabiskan banyak tenaga dan waktu yang cukup panjang. Penyusunan kamus dwibahasa Indonesia-Inggris untuk pemelajar ini pun demikian. Kamus itu diharapkan dapat segera diselesaikan dan diterbitkan sehingga dapat segera dimanfaatkan.
Penutup
Kehadiran kamus dwibahasa dalam pemelajaran atau pembelajaran bahasa asing sudah menjadi suatu kebutuhan. Kamus dapat membantu pemelajar bahasa untuk dapat menguasai keterampilan berbahasa, baik yang bersifat reseptif maupun produktif. Namun, ketersediaan kamus dwibahasa yang bertujuan untuk memproduksi teks lisan ataupun tulis sangat terbatas, terutama yang ditujukan untuk penutur bahasa Indonesia. Kebanyakan yang beredar adalah kamus Inggris-Indonesia. Kalau pun ada kamus Indonesia-Inggris, biasanya ditujukan untuk penutur bahasa Inggris. Oleh karena itu, kamus dwibahasa Indonesia-Inggris yang dirancang untuk keperluan penutur bahasa Indonesia tampaknya akan memberi kontribusi besar dalam dunia pengajaran atau pemelajaran bahasa.
Daftar Pustaka
Al-Kasimi, A.M. 1983. “Dictionaries for Translation”. Dalam R.R.K. Hartmann (ed.). Lexicography: Principles and Practice. London: Academic Press.
Amalia, Dora. 2014. “Formulasi Pendefinisian dan Model Pengentrian Verba dalam Kamus Pemelajar Bahasa Indonesia”. Ringkasan Disertasi. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 2008. Kamus Indonesia-Inggris. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia
Encarta Dictionary. 2009. Microsoft Corporation.
Fontenelle, Thierry. 2008. Practical Lexicography: A Reader. New York: Oxford University Press.
Mary Snell-Hornby. n/a. “The Bilingual Dictionary: Help or Hindrance?”.
Sterkenburg, Piet van. 1984. A Practical Guide to Lexicography. Amsterdam: John Benjamins
Stevens, Alan M. dan A Ed. Schmidgall-Tellings. 2004. A Comprehensive Indonesian-English Dictionary. Bandung: Mizan.
Tomaszczyk, J. 1983. “The Case for Bilingual Dictionaries for Foreign Language Learners”. Dalam R.R.K. Hartmann (ed.). Lexicography: Principles and Practice. London: Academic Press.
Zgusta, Ladislav. 1971. Manual of Lexicography. Paris: Mouton.
Adi Budiwiyanto
...