Pemutakhiran Penskoran UKBI
PENDAHULUAN
Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) merupakan perwujudan gagasan bernas para ahli bahasa dan pengambil kebijakan bahasa dalam momentum besar Kongres Bahasa Indonesia V Tahun 1988. Amanat kongres tentang diperlukannya bahan ujian bahasa Indonesia yang bersifat nasional menjadi salah satu alasan dicantumkannya UKBI dalam politik bahasa nasional yang diwujudkan dalam bentuk program prioritas oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Setelah berbilang masa pascakongres, UKBI mulai disusun dan dikembangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (pada saat itu bernama Pusat Bahasa). UKBI telah dikukuhkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Mendiknas No. 152/U/2003 yang telah diganti dengan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standar Kemahiran Berbahasa Indonesia. Penggantian tersebut memperkuat landasan yuridis UKBI.
Penyusunan soal UKBI merupakan satu rangkaian kegiatan dalam upaya menghasilkan soal UKBI yang standar. Penyusunan dilakukan dengan tahapan inventarisasi bahan uji, penyusunan soal, pembakuan soal melalui sidang pembakuan, validasi empiris, dan sidang validasi. Pada akhirnya setelah melalui pengatakan, soal dimasukkan ke dalam bank soal.
Rangkaian tersebut berjalan terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan soal standar setiap tahunnya. Di antara kegiatan rutin tersebut, dibutuhkan pemutakhiran dari berbagai sisi agar UKBI dapat memiliki kualifikasi sebagai tes standar yang mengantarkan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern yang diakui martabatnya dalam dunia internasional.
PEMUTAKHIRAN ACUAN TES STANDAR
Tes standar adalah setiap tes yang materi, prosedur administrasi, cara penskoran, dan cara interpretasinya telah dibakukan. Tes standar sengaja dirancang untuk kebutuhan jangka panjang dan dibuat sedemkian rupa sehingga komparabilitas makna skor antarkelompok subjek dapat dijamin (Azwar, 2016).
Tes standar sering dikotomikan dengan tes kelas, tes buatan guru, atau tes hasil belajar. Perbedaan ini penting disadari agar tidak terjadi kekeliruan memahami tes standar sebagai tes kelas. Kekeliruan itu dapat terjadi ketika orang yang telah mengikui pembelajaran tertentu langsung diasumsikan akan meraih skor tertentu dalam sebuah tes standar. Misalnya, ketika orang yang telah menyelesaikan penyuluhan bahasa Indonesia atau orang yang asing yang telah menyelesaikan kelas BIPA berharap memperoleh skor UKBI yang sesuai dengan harapannya. Dalam kondisi tertentu pada peuji tertentu, dapat teridentifikasi peuji yang memiliki skor kemahiran berbahasa yang tinggi dengan latar belakang pendidikan formal bukan di bidang bahasa Indonesia. Hal itu harus diterima sebagai kelaziman. Pemahaman tentang tes standar juga harus diiringi dengan pemahaman bahwa UKBI merupakan tes standar kemahiran berbahasa Indonesia, bukan tes tentang pengetahuan bahasa Indonesia.
Berikut ini tabel yang menampilkan perbedaan tes kelas dan tes standar yang disampaikan oleh Azwar (2016).
| Tes Kelas | Tes Standar |
Tujuan | Khusus untuk kebutuhan di kelas tertentu. | Untuk memenuhi kebutuhan banyak kelas secara umum. |
Isi | Isi disesuaikan dengan kurikulum kelas, item boleh dikurangi, ditambah, atau dimodifikasi kapan saja | Mencakup kurikulum yang umum. Itemnya tetap dan tidak boleh berubah. |
Aturan Penyajian dan Pemberian Skor | Ditentukan oleh guru kelas | Ditentukan oleh penerbit (pengembang) tes dan harus diikuti sepenuhnya. |
Norma | Tidak diperlukan | Dibuat oleh penerbit (pengembang) untuk lintas usia dan lintas kelas. |
Evaluasi terhadap Tes | Dilakukan oleh guru sendiri | Dilakukan oleh penerbit (pengembang) |
Selain diidentifikasi sebagai tes standar, UKBI merupakan jenis tes kemahiran kemahiran (proficiency test). Tes kemahiran merupakan salah satu jenis tes yang disusun untuk mengukur kemampuan berbahasa peserta uji tanpa memperhatikan pelatihan apa pun yang mungkin telah diikutinya. Hal itu dikemukakan oleh Heaton (1988:172—3; dan Davies et al. 1999:154). Uji kemahiran tidak didasarkan pada isi atau tujuan pembelajaran bahasa yang telah diikuti peserta tes itu, tetapi didasarkan pada spesifikasi tentang apa yang seharusnya dapat dilakukannya agar ia dinilai mahir dalam berbahasa, dalam konteks ini mahir berbahasa Indonesia. Pelabelan UKBI sebagai tes kemahiran dan tes standar saling menguatkan sosok UKBI sebagai tes yang disetarakan dengan tes standar dalam bahasa lain. Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan diri sebagai tes standar diperlukan pemutakhiran ihwal acuan tes.
Terdapat dua acuan dalam pengembangan tes, acuan norma dan acuan kriteria. Pada rentang tahun 1997--2001, tes UKBI disusun dengan beracuan norma. Acuan norma merupakan sebuah acuan untuk mengidentifikasi sebuah tes yang memiliki interpretasi tertentu pada kelompok tertentu yang dinormakan. Acuan kriteria adalah ancangan tes yang menetapkan terlebih dahulu kriteria soal untuk mengomparasikan performansi kebahasaan yang dimiliki peserta uji. Peserta uji tidak dikomparasikan denga sesama peserta uji dalam ruang kelompok terbatas sebagaimana dalam tes beracuan norma (McNamara, 2000).
Tabel 3 Perbedaan antara NRT dan CRT
Karakteristik | NRT | CRT |
Jenis pengukuran | Pengukuran dilakukan terhadap kemahiran atau kemampuan berbahasa secara umum | Pengukuran dilakukan terhadap perihal bahasa yang didasarkan pada tujuan khusus |
Jenis interpretasi | Relatif: Kemampuan seorang peserta dibandingkan dengan kemampuan semua peserta yang lain. | Absolut: kemampuan seorang peserta dibandingkan hanya dengan tujuan pembelajaran tertentu. |
Distribusi skor | Ada sebuah distribusi normal dari skor sekitar rerata. | Jika semua peserta tahu semua materi, semua harus diberi skor 100%. |
Tujuan pengujian | Peserta tersebar sepanjang kontinum kemampuan umum atau kemahiran. | Yang dinilai adalah jumlah materi yang diketahui atau dipelajari oleh setiap peserta. |
Pengetahuan tentang soal | Peserta tidak tahu atau memiliki pengetahuan sedikit tentang apa yang diharapkan dalam soal tes. | Peserta mengetahui dengan pasti apa yang diharapkan dalam soal tes. |
PENSKORAN MASA AWAL
Keputusan bahwa UKBI beracuan norma pada awal pengembangannya dilandasi oleh hasil uji coba yang melibatkan 216responden. Jumlah soal yang diujikan sebanyak 150 butir soal. Jumlah butir dalam satu baterai UKBI yang terdiri atas 150 soal dituangkan dalam sembilan format, yaitu Format Dialog Singkat (FDS), Format Dialog Panjang (FDP), Format Ceramah Singkat (FCS), Format Isi Rumpang (FIR), Format Pilih Salah (FPS), Format Pilih Benar (FPB), Format Pilih Arti (FPA), Format Pilih Tafsir (FPT), dan Format Bacaan Singkat (FBS). Setiap baterai UKBI terdiri atas tiga seksi pokok yang disebut seksi uji dengaran (SUD), Seksi Uji Kaidah (SUK), dan seksi uji pemahaman (SUP) (Maryanto, 2001). Jika dilihat dari segi seksi dan formatnya, komposisi soal dalam baterai UKBI saat itu adalah sebagai berikut.
Tabel Komposisi soal UKBI
Seksi | Bagian | Format | Bobot Soal | Jumlah Soal | Jumlah Bobot | ||||
1,00 | 0,75 | 0,50 | 0,25 | 0,00 | |||||
SUD | A | FDS | 3 | 7 | 6 | 3 | 1 | 20 | 12 |
B | FDP | 2 | 6 | 4 | 2 | 1 | 15 | 9 | |
C | FCS | 3 | 6 | 3 | 2 | 1 | 15 | 9,5 | |
SUK | A | FIS | 2 | 7 | 7 | 3 | 1 | 20 | 11,5 |
B | FPB | 2 | 4 | 2 | 1 | 1 | 10 | 6,25 | |
C | FPS | 2 | 4 | 6 | 2 | 1 | 15 | 8,5 | |
SUP | A | FPA | 3 | 5 | 4 | 2 | 1 | 15 | 9,25 |
B | FPT | 3 | 4 | 1 | 1 | 1 | 10 | 6,75 | |
C | FBS | 4 | 10 | 9 | 5 | 2 | 30 | 17,25 | |
Jumlah Soal | 24 | 53 | 42 | 21 | 10 | 150 | 90 |
Rumus Skor maksimum UKBI:
? Bobot x 10 atau
90 x 10 = 900
Tabel Pemeringkatan Kemahiran berbahasa Indonesia 2001--2010
Peringkat | Predikat | RentangSkor |
I | Istimewa | 816—900 |
II | Sangat Unggul | 717—815 |
III | Unggul | 593—716 |
IV | Madya | 466—592 |
V | Semenjana | 346—465 |
VI | Marginal | 247—345 |
VII | Terbatas | 162—246 |
PENSKORAN MASA PERKEMBANGAN
Pada tahun 2003 dilakukan perubahan kisi-kisi soal yang sudah mulai berorientasi pada tes beracuan kriteria. Pada gagasan awal tes beracuan kriteria tersebut, soal UKBI dipetakan dalam empat ranah komunikasi dan tiga dimensi pengetahuan yang menentukan gradasi kesulitan soal. Makalah ini tidak akan membahas lebih jauh tentang perubahan pada soal karena hal itu membutuhkan ruang luas tersendiri. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan perubahan skor, perubahan pada jumlah soal dan kriteria soal perlu disampaikan dalam makalah ini
Tahun 2011 terjadi perubahan skor dengan landasan bahwa penskoran sebelumnya berdasarkan pada kelompok yang dinormakan dalam jumlah yang terbatas, yaitu sejumlah 216 responden. Perubahan skor juga mutlak harus dilakukan karena jumlah soal pun berubah. Ketika acuan tes beralih menuju acuan kriteria, penskoran dengan landasan tersebut menjadi tidak sesuai lagi.Sejak tahun 2003 jumlah soal UKBI ditetapkan menjadi 105 butir soal dengan pemerian Seksi Mendengarkan sejumlah 40 butir soal, soal Merespons Kaidah sejumlah 25 butir soal, dan Seksi Membaca sejumlah 4 butir soal. Jumlah105 tersebut jika tes dilakukan tanpa Seksi Menulis dan Berbicara. Penyesuaian menyebabkanpembagian rentang mengalami perubahan. Sekalipun demikian, jumlah peringkat sebanyak tujuh peringkat tetap dipertahankan.Penyesuaian tersebut dilakukan dengan empat langkah sebagai berikut.
- Menentukan model kurva normal standar sebagai dasar klasifikasi kemahiran. Penentuan kurva normal tersebut penting untuk meletakkan dasar pemeringkatan.
- Memberi bobot sama dalam penskoran untuk soal pilihan ganda (Seksi I—III). Setiap soal yang dijawab benar oleh peserta diberi skor 1 dan setiap jawaban salah tidak diberi skor (skor = 0) sehingga skor tes adalah jumlah jawaban benar peserta.
Model penskoran yang dirancang dengan bobot sama sebagai berikut. (µ = 450, ? = 150) Tabel Model Penskoran | ||||||||||||
Seksi I | Seksi II | Seksi III | Skor UKBI |
| ||||||||
Jawaban Benar | Nilai Z | Skor | Jawaban Benar | Nilai Z | Skor | Jawaban Benar | Nilai Z | Skor |
| |||
30 | 1,4 | 664 | 22 | 2,4 | 806 | 32 | 1,7 | 707 | 726 |
| ||
36 | 2,3 | 793 | 17 | 1,1 | 619 | 31 | 1,6 | 686 | 699 |
| ||
28 | 1,1 | 621 | 22 | 2,4 | 806 | 32 | 1,7 | 707 | 712 |
| ||
33 | 1,9 | 729 | 22 | 2,4 | 806 | 33 | 1,9 | 729 | 754 |
| ||
29 | 1,3 | 643 | 24 | 2,9 | 881 | 30 | 1,4 | 664 | 729 |
| ||
Keterangan:
µ = mean atau rata-rata matematik
? = jarak atau penyimpangan skor dari mean dalam satuan deviasi standar, dalam model distribusi normal standar rentang skor teoretik terbagi atas 6 ? (unit deviasi standar). Masing-masing tiga unit di atas rata-rata dan tiga unit di bawah rata-rata. Dengan mengacu pada model penskoran tersebut, disusun rentang skor 0—900 dengan simpangan baku tidak terbagi rata (ekspektasiyang diharapkan predikat Istimewa tercapai)
µ = 450; ? = 150
? = 150 diperoleh dari (900 – 0) : 6 satuan deviasi standar
Peringkat | Predikat | Batas Klasifikasi | Rentang Skor | Range | |
I | Istimewa | µ + 2? ? X | 750 | 900 | 150 |
II | Sangat Unggul | µ + 1,5? ? X < µ + 2? | 675 | 749 | 74 |
III | Unggul | µ + 0,5? ? X < µ + 1,5? | 525 | 674 | 149 |
IV | Madya | µ - 0,5? ? X < µ + 0,5? | 375 | 524 | 149 |
V | Semenjana | µ - 1,5? ? X < µ - 0,5? | 225 | 374 | 149 |
VI | Marginal | µ - 2? ? X < µ - 1,5? | 150 | 224 | 74 |
VII | Terbatas | X ? µ - 2? | 0 | 149 | 149 |
3. Menentukan klasifikasi kemahiran
Klasifikasi kemahiran berbahasa terbagi dalam tujuh peringkat.Klasifikasi kemahiran berbahasa tersebut diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut.
Tabel Pemeringkatan Kemahiran berbahasa Indonesia 2010--2014
Peringkat | Predikat | RentangSkor |
I | Istimewa | 750—900 |
II | Sangat Unggul | 675—749 |
III | Unggul | 525—674 |
IV | Madya | 375--524 |
V | Semenjana | 225—374 |
VI | Marginal | 150—224 |
VII | Terbatas | 0--149 |
Akan tetapi, penskoran ini memilki beberapa kelemahan. Pertama meletakkan ambang bawah 0 dalam predikat Terbatas menjadi perdebatan tersendiri di kalangan pengembang. Angka nol (0) dianggap tidak seharusnya muncul dalam sebuah tes kemahiran. Sekalipun nol di sana bukan merupakan nol mutlak, tetapi hanya nol skor. Akan tetapi, bagi orang awam tentu sulit memahami bahwa skor 0 bukan skor yang mutlak. Pandangan bahwa tidak memiliki kemahiran apa pun, alias nol, masih diberikan predikat sekalipun Terbatas tentu sulit diterima. Kedua penskoran masih mengacu pada kriteria yang belum terpetakan dengan baik saat itu.
PENSKORAN MUTAKHIR
Dengan pertimbangan peningkatan daya manfaat, daya vitalitas, dan daya jelajahnya sebagai tes kemahiran standar beracuan kriteria, penskoran UKBI disesuaikan kembali pada tahun 2014.
Perubahan skor melibatkan pakar psikometri. Tim mengumpulkan data peuji sejumlah 30.000 dalam rentang 13 tahun. Selanjutnya dengan menggunakan program SPSS data tersebut didistribusikan dan disesuaikan dengan jumlah soal yang terdapat dalam kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya dengan mempertimbangkan kriteria tersebut, dilakukan penentuan distribusi normal pemeringkatan kemahiran berbahasa per seksi sebagai berikut.
Tabel Distribusi Normal Seksi Mendengarkan
Kategori/Predikat | Seksi I (Mendengarkan) Mean score = 20 S = 6,67 | ||
Interval Skor | Skor Z | Skor* Mean = 500 S = 100 | |
Istimewa | X > 34 | Z > 1,86 | Skor* > 709 |
Sangat Unggul | 30 < X> | 1,50 < Z> | 649 < skor> |
Unggul | 24 < X> | 0,60 < Z> | 559 < skor> |
Madya | 18 < X> | -0,30 < Z> | 470 < skor> |
Semenjana | 14 < X> | -0,90 < Z> | 410 < skor> |
Marginal | 8 < X> | -1,80 < Z> | 320 < skor> |
Terbatas | 4 < X> | -2,40 < Z> | 260 < skor> |
Prawicara | X <= 4
| X <= -2,40 | Skor*<= 260 |
Berdasarkan komposisi soal UKBI, Seksi Mendengarkan terdiri atas 40 butir soal. Untuk menyusun penskoran baru, dilakukan penentuan batas awal dan batas akhir dalam tiap kelas interval sejumlah 8 kelas. Dengan soal sejumlah itu, ditetapkan nilai rerata skor pada angka 20 dan standar deviasi 6,67. Skor hasil berada pada nilai rerata 500 dan standar deviasi 100. Kondisi peuji yang mendapatkan skor hasil lebih rendah daripada 260 dimasukkan ke dalam kondisi prawicara. Demikian pula dipetakan jumlah soal pada Seksi Merespons Kaidah dan Membaca yang masing-masing terdiri atas 25 butir soal dan 40 butir soal.
Tabel Disitribusi Normal Seksi Merespons Kaidah
Kategori/ Predikat | Seksi II (Merespons Kaidah) Mean = 12,5 S = 4,17 | ||
Interval Skor | Skor Z | Skor* Mean = 500 S = 100 | |
Istimewa | X > 23 | Z > 2,52 | Skor* > 752 |
Sangat Unggul | 19 < X> | 1,56 < Z> | 656 < skor> |
Unggul | 16 < X> | 0,84 < Z> | 584 < skor> |
Madya | 12 < X> | -0,12 < Z> | 488 < skor> |
Semenjana | 8 < X> | -1,08 < Z> | 392 < skor> |
Marginal | 5 < X> | -1,80 < Z> | 320 < skor> |
Terbatas | 2 < X> | -2,52 < Z> | 248 < skor> |
Prawicara | X <= 2 | X <= -2,52 | Skor*<= 248 |
Tabel Distribusi Normal Seksi Membaca
Kategori/Predikat | Seksi III (Membaca) Mean score = 20 S = 6,67 | ||
Interval Skor | Skor Z | Skor* Mean = 500 S = 100 | |
Istimewa | X > 34 | Z > 2,10 | Skor* > 710 |
Sangat Unggul | 29 < X> | 1,35 < Z> | 635 < skor> |
Unggul | 24 < X> | 0,60 < Z> | 560 < skor> |
Madya | 19 < X> | -0,15 < Z> | 485 < skor> |
Semenjana | 14 < X> | -0,90 < Z> | 410 < skor> |
Marginal | 9 < X> | -1,65 < Z> | 335 < skor> |
Terbatas | 3 < X> | -2,55 < Z> | 245 < skor> |
Prawicara | X <= 3
| X <= -2,55 | Skor*<= 245 |
Dengan klasifikasi rentang skor tersebut, disusunlah peringkat dan predikat UKBI yang terdiri atas tujuh peringkat. Satu peringkat pada urutan terbawah tidak diberi predikat dengan pandangan bahwa kondisi tersebut merupakan kondisi prawicara. Berikut pemeringkatan UKBI termutakhir yang ditetapkan oleh pengembang penggunaannya mulai Tahun 2015 setelah menempuh perjalanan pemeringkatan dalam waktu belasan tahun.
Tabel Pemeringkatan Standar Kemahiran Berbahasa Indonesia
PERINGKAT | PREDIKAT | SKOR |
I | Istimewa | 725—800 |
II | Sangat Unggul | 641—724 |
III | Unggul | 578—640 |
IV | Madya | 482—577 |
V | Semenjana | 405—481 |
VI | Marginal | 326—404 |
VII | Terbatas | 251—325 |
Pemutakhiran penskoran sebenarnya juga mengiringi pemutakhiran kriteria soal. Tidak hanya mengacu pada ranah komunikasi dan dimensi pengetahuan, UKBI juga menetapkan ranah kognitif yang menentukan tingkat kesulitan soal. Selain itu, dilakukan pula pemutakhiran deskripsi predikat yang terdapat dalam UKBI. Berikut ini deskripsi setiap predikat dalam kemahiran berbahasa Indonesia.
Peringkat I: Istimewa (Skor 725--800)
Predikat ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang sempurna dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dengan kemahiran ini yang bersangkutan tidak memiliki kendala dalam berkomunikasi untuk keperluan personal, sosial, keprofesian, dan keilmiahan.
Predikat tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
- Peserta uji memiliki kemampuan menganalisis informasi faktual, konseptual, dan prosedural dalam wacana lisan dan tulis dalam berbagai ranahkomunikasi, terutama komunikasi yang dibutuhkan dalam kehidupan profesional dan akademik.
- Peserta uji memiliki pemahaman kaidah bahasa Indonesia yang baik untuk keperluan keilmiahan.
- Peserta uji mampu menangkap gagasan dari berbagai bacaan yang menggunakan kalimat kompleks dan kosakata yang sulit serta bervariasi.
- Peserta dengan predikat ini mampu menyimpulkan wacana, baik dialog, monolog, maupun bacaan secara detail serta mampu merefleksikan gagasan dalam bentuk wacana lisan dan tulis dengan baik.
- Peserta dapat memahami tujuan penulisan wacana dengan baik serta mengungkapkannya kembali, baik lisan maupun tulis, dengan penggunaan parafrasa yang beragam.
- Peserta uji secara umum siap mengungkapkan kemahiran berbahasanya secara lisan dan tulis.
Peringkat II: Sangat Unggul (Skor 641—724)
Predikat ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang sangat tinggi dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dengan kemahiran ini yang bersangkutan tidak memiliki kendala dalam berkomunikasi untuk keperluan sintas, sosial, dan keprofesian. Untuk kepentingan akademik yang kompleks, yang bersangkutan masih memiliki kendala.
Predikat tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
- Peserta uji memiliki kemampuan untuk mengevaluasi dan menganalisis informasi faktual, konseptual, dan prosedural di dalam wacana lisan dan tulis.
- 2. Peserta uji memahami kaidah bahasa Indonesia untuk keperluan keilmiahan dengan cukup baik.
- Peserta uji mampu menangkap gagasan dari berbagai bacaan yang menggunakan kalimat kompleks dan kosakata yang sulit dan bervariasi. Akan tetapi, ia masih memiliki kendala dalam pengungkapan secara tulis maupun lisan dengan menggunakan parafrasa
- Peserta uji mampu menyimpulkan dengan benar dan baik wacana lisan dan tulis.
- Peserta uji memahami struktur yang benar dan kosakata yang tepat dalam wacana lisan dan tulis.
- Peserta uji mampu merefleksikan gagasan di dalam wacana dengan cukup baik. Akan tetapi, kadang-kadang ia masih salah ketika menyimpulkan wacana yang kompleks untuk keilmiahan.
Peringkat III: Unggul (Skor 578—640)
Predikat ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang sangat memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dengan kemahiran ini, yang bersangkutan tidak memiliki kendala dalam berkomunikasi untuk keperluan sintas dan sosial. Peserta juga tidak terkendala dalam berkomunikasi untuk keperluan keprofesian, baik keprofesian yang sederhana maupun kompleks.
Predikat tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
- Peserta uji memiliki kemampuan untuk menganalisis informasi faktual, konseptual, dan prosedural dalam kehidupan profesional, dan keilmiahan tingkat rendah.
- Peserta uji memahami kaidah bahasa Indonesia yang umum digunakan untuk keperluan keprofesian dan keilmiahan dengan cukup baik sehingga ia dapat mengungkapkan gagasan, baik secara lisan maupun tulis.
- Peserta uji mampu menangkap gagasan dari berbagai bacaan yang menggunakan kalimat dengan struktur yang cukup kompleks.
- Peserta uji cukup memahami hubungan antargagasan di dalam wacana yang cukup kompleks dengan baik.
- Ketika memahami wacana dengan struktur yang kompleks serta pilihan kosakata bervariasi, peserta uji masih mengalami kendala. Peserta uji dengan predikat ini mampu menyimpulkan wacana, baik berupa dialog, monolog, maupun bacaan, sekalipun tidak selalu benar.
- Peserta uji dapat memahami tujuan penulisan wacana dengan baik. Pengungkapan kembali informasi dari wacana masih harus dibantu dengan pola-pola yang telah diketahui dari wacana atau kalimat penjolok yang terdapat dalam soal.
Peringkat IV: Madya (Skor 482—577)
Predikat ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dengan kemahiran ini, yang bersangkutan mampu berkomunikasi untukkeperluan sintas dan kemasyarakatan dengan baik, tetapi masih mengalami kendala dalam hal keprofesian yang kompleks.
Predikat tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
- Peserta uji memiliki kemampuan untuk memahami informasi faktual, konseptual, dan prosedural dalam wacana lisan dan tulis dalam kehidupan sosial dan profesional.
- Peserta uji kadang-kadang sudah dapat mengevaluasi informasi.
- Peserta uji memiliki pemahaman yang baik terhadap kaidah bahasa Indonesia untuk keperluan sosial.
- Peserta uji mampu menangkap dengan baik gagasan pada wacana yang menggunakan struktur kalimat dan kosakata yang sedang tingkat kesulitannya.
- Peserta uji mampu mengungkapkan kembali informasi yang terdapat di dalam wacana dengan struktur dan kosakata yang sedang tingkat kesulitannya.
- Peserta uji mengalami kesulitan untuk menyimpulkan wacana yang struktur dan kosakatanya kompleks. Akan tetapi, ia masih mampu memahami hubungan antargagasan pada wacana yang cukup kompleks.
Peringkat V: Semenjana (Skor 405—481)
Predikat ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang cukup memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis.Dalam berkomunikasi untuk keperluan keilmiahan,yang bersangkutan sangat terkendala.Untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala,tetapi tidak terkendala untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang tidak kompleks.
Predikat tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
- Peserta uji memiliki kemampuan untuk mengingat dan memahami informasi faktual dalam wacana lisan dan tulis dalam kehidupan sosial di masyarakat.
- Peserta uji hanya dapat memahami sebagian informasi konseptual dan prosedural dalam wacana yang sederhana.
- Peserta uji cukup baik dalam memahami kaidah bahasa Indonesia untuk keperluan sosial, sekalipun sesekali masih mengalami kendala.
- Peserta uji mampu menangkap dengan baik gagasan pada wacana yang menggunakan struktur kalimat dan kosakata yang sederhana.
- Peserta uji memahami hubungan antargagasan dalam wacana yang sederhana.
- Peserta uji dapat mengungkapkan kembali secara lisan dan tulis informasi yang terdapat di dalam wacana yang sederhana.
Peringkat VI: Marginal (Skor 326—404)
Predikat ini menunjukkan bahwa peserta uji memiliki kemahiran yang tidak memadai dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Dalam berkomunikasi untuk keperluan kemasyarakatan yang sederhana, yang bersangkutan tidak mengalami kendala. Akan tetapi, untukkeperluankemasyarakatan yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala.Hal ini berarti yang bersangkutan belum siap berkomunikasi untuk keperluan keprofesian, apalagi untuk keperluan keilmiahan.
Predikat tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
- Peserta uji memilki kemampuan untuk mengingat dan memahami informasi faktual wacana lisan dan tulis di dalam kehidupan sehari-hari.
- Peserta uji memiliki pemahaman yang rendah terhadap informasi konseptual dan prosedural.
- Peserta uji hanya dapat memahami informasi ketika struktur kalimat dan pilihan kata sama persis dengan wacana.
- Peserta uji memahami hubungan antargagasan dalam wacana yang struktur dan kosakatanya sangat sederhana.
- Peserta uji memahami kaidah bahasa Indonesia untuk keperluan sehari-hari yang sederhana.
- Peserta uji dapat mengungkapkan gagasan secara tulis atau lisan dengan struktur dan pilihan kata yang lazim dan sederhana.
Peringkat VII: Terbatas (Skor 251—325)
Predikat tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
Peserta uji memiliki kemampuan untuk mengingat informasi faktual dalam wacana lisan dan tulis yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari dalam bahasa Indonesia.
- Peserta uji sesekali mampu memahami informasi faktual dengan baik. Peserta uji memiliki pemahaman terhadap kaidah bahasa Indonesia untuk keperluan sehari-hari yang terbatas.
- Peserta uji dapat mengungkapkan gagasan, baik lisan maupun tulis, dalam situasi dan kondisi yang dikenal secara terbatas.
- Peserta uji menguasai kosakata yang ada di sekitarnya sesuai dengan kebutuhan dasar hidupnya.
- Peserta uji kadang-kadang masih terkendala dalam memahami gagasan dan hubungan antargagasan, meskipun dalam wacana yang mudah dan sederhana.
IDENTIFIKASI SKOR PEUJI
Pada akhirnya UKBI dapat menyempurnakan diri dalam wujudnya sebagai tes standar kemahiran berbahasa Indonesia dengan beracuan kriteria. Sebagaimana tes standar lainnya, pertanyaan berapakah skor yang diperoleh peserta uji dalam menjawab sejumlah pertanyaan dapat dijawab dengan dengan sistem penskoran dan jumlah soal yang ada pada saat ini.
Sebagai contoh dapat dibuatkan ilustrasi sebagai berikut.
A. Peserta uji yang menjawab dengan benar soal Seksi mendengarkan sejumlah 12 butir soal, Soal Merespons Kaidah sejumlah 20 butir soal, dan Soal Membaca sejumlah 23 butir soal, akan mendapatkan skor sebesar 535 dengan predikat Madya.
B. Peserta uji yang menjawab dengan benar soal Seksi Mendengarkan sejumlah 25 butir soa, soal Mersepons Kaidah sebesar 25 biutir soal, dn soal Membaca sejumlah 25 butir soal, akan mendapatkan skor 650.
Semua pertanyaan yang berkaitan dengan skor peserta uji dapat dijawab setelah mengetahui jumlah skor yang benar. Kemahiran seseorang pun dapat didefiniskan dengan baik setelah mengetahui jumlah soal yang dijawab benar tersebut berada pada kriteria apa dalam kisi-kisi soal serta apa saja yang tidak dikuasai peserta uji dari soal-soal yang dijawab dengan salah. Tentu saja akan dapat dipastikan jika peserta uji menjawab dengan benar setiap seksi, baik Seksi Mendengarkan, Merespons Kaidah, maupun Membaca, peserta uji dapat meraih predikat Istimewa.
SIMPULAN
Pemutakhiran skor mutlak dibutuhkan untuk mengikuti teori tes modern tentang tes. Penelitian tentang UKBI mengiringi perjalanan pemutakhiran. Demikian pula, peralihan ancangan tes dari beracuan norma menjadi kriteria dan peralihan jumlah butir soal dari 150 menjadi 107 pada akhirnya menuntut pemutakhiran skor. Telah terjadi beberapa kali perubahan pada skor UKBI. Akan tetapi, perubahan tersebut berkaitan dengan rentang skor dan batas awal serta batas akhir setiap peringkat (predikat). Jumlah peringkat tetap dalam 7 peringkat, yaitu Peringkat I dengan Predikat Istimewa, Peringkat II dengan Predikat Sangat Unggul, Peringkat III dengan Predikat Unggul, Peringkat IV dengan predikat Madya, Peringkat V dengan Predikat Madya, Peringkat VI dengan Predikat Semenjana, dan Peringkat VII dengan Preidkat Terbatas. Dalam penskoran UKBI mutakhir, terdapat satu peringkat yang dilesapkan yang tidak diberi predikat.
Tentu dibutuhkan usaha terus-menerus melalui berbagai kajian agar UKBI dapat disempurnakan dalam berbagai sisi, baik pengembangan soaldan bank soal, sistem pengujian, dan tata kelola sebagai suatu sistem uji. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sebagai pengembang UKBI memberikan kesempatan kepada berbagai pemangku kepentingan untuk memberi kontribusi terhadap pengembangan UKBI melalui berbagai kajian dan penelitian. Kontribusi tersebut diharapkan dilandasi dengan niat tulus untuk dapat mengembangkan investasi negara dibidang kebahasaan dengan tujuan utama memartabatkan bahasa Indoensia secara nasional dan internasional.
PUSTAKA ACUAN
Azwar, Saifuddin. 2016. Konstruksi Tes Kemampuan Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bachman, Lyle F. dan Andrian S. Palmer. 1996. Language Testing in Practice. Oxford: Oxford University Press.
Douglas, Dan.2000. Assesing Language for Spcific Purpose. Cambridge: Cambridge University Press.
McNamara. 2000. Language Testing. New York: Oxford University Press.
Maryanto. 2005. “Tes UKBI sebagai Arena Riset Linguistik” dalam makalah Persidangan Linguistik ASEAN Ketiga di Jakarta tanggal 28—30 November 2005.
Solihah, Atikah. 2015. “Pengembangan Soal UKBI”. Naskah akademik penyusunan Permendikbud Standar Kemahiran Berbahasa Indonesia.
Udiati. 2010. “Upaya Pengembangan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia” dalam makalah Semiloka Pengujian Bahasa yang diselenggarakan Pusat Bahasa, Kemdiknas, di Jakarta tanggal 20—22 Juli 2010.
Atikah Solihah
...