Mencermati Bahasa Para Pasangan Calon : Pernak-Pernik Penggunaan Bahasa Dalam Debat PILKADA DKI JAKARTA 2017

Mencermati Bahasa Para Pasangan Calon : Pernak-Pernik Penggunaan Bahasa Dalam Debat PILKADA DKI JAKARTA 2017

 

Sriyanto

(Peneliti Bahasa)

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

 

“Visi saya lima tahun ke depan adalah menjadikan Jakarta semakin maju, aman, adil, dan sejahtera. Untuk dapat mewujudkan itu semua, komitmen saya dan tentunya misi saya adalah, untuk mengatasi semua permasalahan di Jakarta, meningkatkan pembangunan sehingga Jakarta semakin maju ke depan.”

Dalam penggalan paparan salah seorang kandidat di atas terdapat tiga kata ganti saya. Tepatkah penggunaan kata ganti itu? Apa implikasinya pada cara pandang pasangan calon (paslon)?

Dalam berkomunikasi penggunaan kata ganti merupakan sesuatu yang lumrah. Kata ganti seperti saya, kami, dan kita biasa digunakan. Namun, salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan kata ganti itu adalah konteksnya. Dalam penggalan paparan di atas kata saya digunakan pada konteks kampanye yang kandidatnya berpasangan. Visi dan misinya sudah tentu dibuat dan disampaikan secara bersama-sama.  Karena itu, penggunaan saya dalam konteks itu tidak tepat.

             Debat Kandidat dalam Pilkada DKI Jakarta diikuti tiga paslon. Dalam paparan para kandidat kata ganti kami seharusnya lebih banyak digunakan daripada kata saya atau kita. Benarkah begitu? Jawabnya ternyata bermacam-macam. Jika dicermati, kebanyakan paslon tidak memperlihatkan penggunaan kami lebih menonjol daripada saya dan kita.  Berikut gambaran lengkapnya. 

 

DEBAT PERTAMA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Paslon 1

Paslon 2

Paslon 3

 

Cagub

Cawagub

Cagub

Cawagub

Cagub

Cawagub

Jumlah Kata

1919

502

2149

936

2125

853

saya

15

0.78persen

19

3.78persen

53

2.47persen

1

0.11persen

14

0.66persen

11

1.29persen

kami

33

1.72persen

4

0.80persen

90

4.19persen

10

1.07persen

20

0.94persen

5

0.59persen

kita

50

2.61persen

6

1.20persen

32

1.49persen

35

3.74persen

56

2.64persen

13

1.52persen

akan

36

1.88persen

6

1.20persen

22

1.02persen

12

1.28persen

34

1.60persen

4

0.47persen

sudah

10

0.52persen

2

0.40persen

22

1.02persen

3

0.32persen

7

0.33persen

4

0.47persen

telah

0

0.00persen

0

0.00persen

6

0.28persen

0

0.00persen

0

0.00persen

0

0.00persen

bahasa asing

40

2.08persen

5

1.00persen

9

0.42persen

1

0.11persen

6

0.28persen

19

2.23persen

 

Pada tabel di atas terlihat bahwa 2 paslon cagub menggunakan kata kami sekitar 1 persen, tetapi 1 cagub lagi menggunakannya lebih dari 4 persen. Perbedaannya sangat mencolok. Perbedaan yang cukup menonjol itu mengindikasikan cerminan rasa kebersamaan yang tinggi bagi pemakainya. Namun, cawagub tidak memperlihatkan perbedaan penggunaan yang mencolok. Kata kami digunakan oleh para cawagub secara hampir sama walaupun persentasenya rendah, kurang dari 1 persen. Hal itu memberikan kesan bahwa faktor kebersamaan kurang terlihat pada para cawagub.

            Selain memilih kata kami, paslon memilih kata saya dan kita. Kata saya digunakana oleh para paslon dengan perbedaan yang mencolok. Dua cagub menggunakan kata saya kurang dari 1 persen, tetapi 1 cagub menggunakan 2.47 persen. Ada cawagub yang hanya menggunakan kata saya sebanyak 0.11 persen, sedangkan yang paling tinggi sebanyak 3.78 persen. Hal itu memperlihatkan perbedaan ke-“saya”-an para paslon juga berbeda. Kecenderungan penggunaan kata saya yang tinggi mengesankan kurangnya kebersamaan paslon. Jadi, implikasinya ada kecenderungan mengutamakan egonya. Sementara itu, kata kita juga memperlihatkan kasus yang menarik. Dua cagub menggunakan kata kita yang hampir sama, yaitu 2.61 persendan 2.64 persen, tetapi satu cagub hanya menggunakannya sebanyak 1.49 persen. Penggunaan kata kita yang menonjol juga dapat mencerminkan kebersamaan, tetapi berlebihan atau lebay kata anak muda karena pembicara sudah melibatkan pihak yang diajak berkomunikasi. Benarkah program yang disampaikan itu disusun bersama dengan pihak yang diajak berkomunikasi, termasuk paslon yang menjadi rivalnya?     

 

Akan, Sudah, dan Telah        

Hal lain yang juga menarik untuk dicermati dalam Debat Pilkada DKI Jakarta adalah pengunaan kata akan pada satu sisi dan kata sudah atau telah pada sisi lainSecara umum orang akan menghubungkan penggunaan kata akan dengan para paslon yang bukan petahana. Pada sisi lain kata sudah dan telah dihubungkan dengan paslon petahana. Benarkah? Tampaknya, pengaitan itu tidak meleset pada Debat Pertama. Kata akan lebih menonjol dipakai oleh paslon yang bukan petahana, yakni hampir 2 persen, sedangkan paslon petahana hanya 1 persen lebih. Sementara itu, kata akan dan telah secara gabungan,  karena kedua kata itu bersinonim, lebih menonjol digunakan oleh paslon petahana, yakni 1,3 persen, sedangkan paslon lain yang bukan petahana hanya sekitar 0,5 persen.

 

Bahasa Asing

Bahasa asing juga memperlihatkan fenomena yang menarik. Ada cagub yang tercatat sebagai pengguna bahasa asing yang paling menonjol jika dibandingkan dengan calon yang lain.  Jumlah kata asing yang digunakan salah seorang cagub sebanyak 40 atau 1,69 persen, sedangkan dua cagub yang lain hanya 9 dan 6 kata atau kurang dari 0,5 persen. Sementara itu, cawagub juga memperlihatkan perbedaan kata asing yang cukup mencolok. Ada satu cawagub yang menggunakan 19 kata asing atau 2.23 persen, sedangkan 2 cawagub yang lain hanya menggunakan 5 dan bahkan hanya 1 kata.  

 

            Bagaimana dengan Debat Kedua? Debat kedua memperlihatkan data sebagai berikut.

DEBAT KEDUA 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Paslon 1

Paslon 2

Paslon 3

 

Cagub

Cawagub

Cagub

Cawagub

Cagub

Cawagub

Jumlah Kata

2373

710

2115

582

1628

853

saya

23

0.97persen

0

0.00persen

11

0.52persen

3

0.52persen

10

0.61persen

0

0.00persen

kami

18

0.76persen

4

0.56persen

78

3.69persen

9

1.55persen

6

0.37persen

0

0.00persen

kita

84

3.54persen

6

0.85persen

29

1.37persen

15

2.58persen

29

1.78persen

19

2.23persen

akan

19

0.80persen

0

0.00persen

13

0.61persen

17

2.92persen

13

0.80persen

0

0.00persen

sudah

13

0.55persen

0

0.00persen

4

0.19persen

4

0.69persen

5

0.31persen

0

0.00persen

telah

1

0.04persen

0

0.00persen

2

0.09persen

0

0.00persen

0

0.00persen

0

0.00persen

bahasa asing

34

1.43persen

16

2.25persen

12

0.57persen

0

0.00persen

8

0.49persen

23

2.70persen

bahasa asing

40

2.08persen

5

1.00persen

9

0.42persen

1

0.11persen

6

0.28persen

19

2.23persen

 

Kata saya digunakan oleh para paslon secara berbeda pula, tetapi perbedaannya tidak mencolok. Dua cagub masing-masing menggunakan 0.52persen dan 0.61 persen. Satu calon yang lain menggunakan 0.97 persen. Sementara itu, 1 cawagub tidak mengunakan kata saya dan 2 cawagub menggunakan kata saya yang hampir sama, yakni 0.52 persendan 0.37 persen.  Hal itu memperlihatkan bahwa ke-“saya”-an dalam Debat Kedua tidak menonjol. Selanjutnya,  perbedaan penggunaan kata kami sangat menonjol. Satu cagub menggunakan kata saya sebanyak 3.69 persen, 1 cagub sebanyak 0.76 persen, dan 1 cagub lagi menggunakan sebanyak 0.37 persen. Lalu, perbedaan penggunaan kata kita juga sangat mencolok. Satu cagub menggunakan kata kita sebanyak 3.54 persen, sedangkan dua calon yang lain masing-masing sebanyak 1.37 persen dan 1.78 persen. Dalam kaitannya dengan kata-kata yang dihubungkan dengan paslon petahana dan bukan petahana, datanya berbeda dengan Debat Pertama. Debat Pertama memperlihatkan bahwa paslon petahana lebih banyak memilih kata sudah dan telah daripada kata akan. Debat Kedua memperlihatkan sebaliknya. Penggunaan ketiga kata tersebut hampir sama. Penggunaan bahasa asing juga masih hampir sama dengan Debat Pertama. Pada umumnya penggunaan bahasa asing sedikit menurun, kecuali satu cawagub yang justru naik.

 

Di mana Ada di mana-mana

Dalam berkomunikasi sehari-hari frasa di mana sering digunakan secara salah kaprah. Banyak orang yang menggunakan frasa di mana sebagai kata penghubung atau konjungtor. Padahal, frasa itu dapat diganti dengan kata lain sesuai dengan konteksnya. Cermati contoh di bawah ini!

(1)   “Sekali lagi kegunaan ruang terbuka hijau ini yang menjadi sangat penting selain untuk aspek lingkungan tetapi juga kami ingin menghadirkan itu sebagai tempat interaksi warga yang humanis di mana masyarakat anak-anak muda bisa berinteraksi berolahraga berekreasi dengan baik.”

(2)   “Membangun karakter menjadi gerakan sekota ini, akan tumbuh karakternya, akan tumbuh di kota dimana warganya merasakan kebahagiaan karena satu sama lain saling menujukkan karakter yang mulia.” 

Pada penggalan paparan paslon di atas digunakan frasa di mana secara salah. Pada kalimat (1) frasa di mana digunakan sebagai konjungtor. Frasa itu dapat diganti dengan yakni atau yaitu. Lalu, pada kalimat (2) frasa di mana dapat diganti dengan kata yang. Bandingkan kedua kalimat di atas dengan perbaikannya, termasuk perbaikan pilihan kata yang lain, berikut ini. 

(1a) “Sekali lagi, kegunaan ruang terbuka hijau ini menjadi sangat penting, selain untuk aspek lingkungan, kami juga ingin menghadirkannya sebagai tempat interaksi warga yang humanis, yakni masyarakat umum, terutama anak-anak muda, agar bisa berinteraksi, berolahraga, dan berekreasi dengan baik.”

(2a) “Membangun karakter menjadi gerakan sekota ini akan akan tumbuh karakternya (menjadi lebih baik?), akan tumbuh di kota yang warganya merasakan kebahagiaan karena satu sama lain saling menujukkan karakter yang mulia.” 

Kesalahan penggunaan frasa di mana seperti diuraikan di atas diperagakan oleh hampir semua paslon. Dari 6 cagub dan cawagub yang tampil, hanya 1 cawagub yang tidak menggunakan frasa di mana secara salah.

Bagaimana dengan Debat Ketiga? Kita cermati bersama nanti. 

 

Infografis Artikel:

Sriyanto

...

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa