Komputer untuk Pembelajaran Bahasa

KOMPUTER UNTUK PEMBELAJARAN BAHASA

Pendahuluan

Adalah hal yang tidak dapat ditolak bahwa komputer telah “menjarah” sebagian besar bidang kehidupan manusia. Tidak sedikit orang yang nyaris tidak dapat bekerja apa-apa tanpa komputer di sampingnya. Komputer bagi mereka itu bukanlah sekedar alat untuk berkarya, tetapi sebagian-mungkin sebagian besar – dari daya pikirnya. Komputer bukan saja teman, tetapi juga sebagian dari dirinya. Di dalam komputer tersimpan kreativitasnya, rencana-rencananya, dan juga daya ingatnya. Dan dalam hal ini, komputer memang sarana yang amat baik. Meskipun daya ingatnya konon tidak sebesar daya ingat manusia, tetapi kecepatan akses dan konsistensi komputer dalam menanggapi dan mengolah informasi amatlah brilian.

Memang juga tidak dapat disangkal bahwa komputer masih merupakan benda asing yang mahal bagi sebagian orang. Meskipun kini telah dipasarkan Pentium IV dengan kecepatan berukuran Gigabyte, mungkin di salah satu sudut wilayah Indonesia ini ada yang belum mencicipi kemudahan komputer itu, betapapun komputer generasi yang paling awal. Akan tetapi, untuk ukuran sekolah-sekolah menengah, rasanya komputer bukanlah hal yang begitu asing. Ini merupakan satu kelebihan pertama untuk pemanfaatan komputer dalam pembelajaran. Sudah saatnya memanfaatkan komputer, bukan hanya sebagai peralatan administratif atau sarana belajar ketrampilan mengoperasikan komputer itu, tetapi juga sebagai sarana pembelajaran bahasa atau pembelajaran materi yang lain.

Dalam tulisan ini, saya akan memberikan uraian sedikit tentang apakah CALL, berbagai kemudahan yang ditawarkan, dan bagaimana pengembangan materi pembelajaran untuk program CALL sederhana. Bahasan akan dilengkapi pula dengan ulasan tentang beberapa model CALL yang ada.

CALL (Computer Assisted Language Learning)

Akhir 1960-an dan awal 1970-an adalah bagian sejarah yang amat penting dalam perkembangan CALL. Review apa yang telah dilakukan para ahli pada periode itu dapat dibaca, misalnya dalam tulisan Allen (1972, 1973) dan Roberts (1973). Sejak itu banyak asosiasi dan proyek yang muncul untuk mengembangkan program  komputer untuk pembelajaran bahasa. Dapat disebutkan asosiasi seperti ACAL di University of London, ADCIS di Western Washington University, dan ALLC di University College of North Wales, dapat pula dicontohkan proyek-proyek seperti  TESOL CALL Interest Section yang dimotori oleh David Sanders di Concordia University Canada, CERL di University of Illinois, dan CIC di Chelsea College London. Berbagai jurnal khusus juga banyak diterbitkan. Diantaranya dapat disebut CALICO (Computer Aided Language Learning and Instruction Consorsium) oleh Bringham Young University dan MALL (Microcomputer Applications in Language and Literature) oleh University Station America. Di Indonesia juga telah program-program komputer serupa itu. Elekmedia Komputindo dari kelompok Gramedia banyak mengeluarkan perangkat lunak untuk pembelajaran bahasa meski dalam bentuk yang sederhana.

Aplikasi awal dalam pembelajaran bahasa yang dikenal berupa bahan-bahan tes objektif, tes pilihan berganda, serta bahan-bahan latihan dan praktek. Modelnya seperti tutorial dengan mengganti peran pengajar dengan komputer dan semua pembelajar bekerja dalam ruangan khusus dengan masing-masing menghadapi sebuah komputer. Dalam situasi pembelajaran seperti itu, komputer tak ubahnya seperti seorang instruktur. Itulah sebabnya, pada periode itu yang berkembang adalah CAI (Computer Assisted Instruction).

Perkembangan teknologi komputer membawa perubahan yang amat menakjubkan pada pembelajaran bahasa di awal 1970-an. Pengajaran bahasa yang semua berfokus pada pengajar atau instruktur itu, pada periode ini berpindah fokus ke pembelajar. Pengembangan program komputer untuk pembelajaran tidak lagi menitikberatkan pada bagaimana pengajar mengajar, tetapi pada bagaimana pembelajar belajar. Hasilnya kemudian berkembanglah program-program yang lebih mendekati program permainan (games). Program-program yang CAI tidak digunakan lagi dan sebagai penggantinya digunakan program yang berbasis CALL.

Kelebihan dan Kekurangan CALL

Kelebihan  dari peran komputer dalam pembelajaran bahasa dapat dikelompokkan tiga, yaitu kelebihan tentang sifat komputer, kelebihan tentang keuntungan pengajar, dan keuntungan bagi pembelajar. Dalam hal sifat dasarnya, program CALL jauh lebih menarik daripada program-program pembelajaran dengan media lain—seperti media belajar dalam salindia, audio, maupun video. CALL banyak mempunyai kelebihan yang bertolak dari sifat komputer, yaitu bahwa

  1. Komputer dapat menyajikan teknik pembelajaran yang interaktif. Komputer dapat mengakses respon pembelajar dan menggunakan respon itu sebagai pengalih atau penentu alur program selanjutnya.
  2. Komputer dapat memproses data dalam waktu yang amat cepat dan akurat. Pengolahan data dalam interaksi komputer dan pembelajar dapat dilakukan dalam waktu yang amat cepat sehingga bagi pembelajar berkomunikasi dengan komputer akan tampak lebih baik daripada bertanya jawab dengan seorang pengajar yang paling pandai sekalipun. Lebih-lebih jawaban yang diberikan komputer memiliki akurasi yang amat tinggi.
  3. Komputer dapat menerima beragam kecepatan dan waktu belajar pembelajar. Adalah kenyataan bahwa kemampuan dan kecerdasan pembelajar yang dihadapi seorang pengajar dalam kelas amatlah beragam. Mungkin ada yang di atas rata-rata mungkin pula banyak di bawah rata-rata. Dalam kondisi yang demikian, tentu saja kecepatan belajar pembelajar yang satu berbeda dengan kecepatan belajar pembelajar yang satu berbeda dengan kecepatan belajar pembelajar yang lain.
  4. Komputer terbebas dari emosi. Seringkali  pengajar dihadapkan pada tantangan emosi yang amat berat. Bukan tidak mungkin pengajar mengekspresi¬kan emosinya: kesal, jengkel, marah kepada pembelajar. Komputer dapat mengatasi hal itu sehingga betapapun setiap pembelajar mulai dengan waktu yang berbeda-beda, dengan kecepatan pemahaman yang berbeda-beda, dengan kecepatan pemahaman yang berbeda-beda.
  5. Komputer akan memberikan layanan secara individual satu lawan satu kepada pembelajar selama diperlukan. Dengan demikian, untuk pembelajaran individual, pembelajar bisa menentukan sendiri silabus dan menu belajar yang dikehendaki.

 

Bagi pengajar, CALL menjanjikan berbagai kemudahan. CALL memungkinkan seorang pengajar menyiapkan materi yang tepat untuk pembelajar yang berbeda-beda tingkat kemampuannya sehingga pengajar dapat mewujudkan perhatiannya yang khusus kepada setiap pembelajar. Komputer memungkinkan seorang pengajar untuk membuat simulasi dialog, tanya jawab, dan berbagai latihan lain. Tidak seperti buku teks, dalam CALL pengajar dapat leluasa menambah atau mengubah sama sekali materi yang akan disajikannya. Karena pengajar tidak selalu perlu hadir dalam proses pembelajaran, pengajar mempunyai banyak waktu untuk menyediakan materi-materi selanjutnya.

CALL juga menjanjikan banyak keuntungan bagi pembelajar, di antaranya adalah keleluasaan waktu. CALL memungkinkan pembelajar memilih kapan harus belajar, topik apa yang harus dipelajarinya, dan berapa lama ia akan belajar secara leluasa. Lebih dari itu, CALL juga dapat menghilangkan kendala jarak. Sangat terbuka kemungkinan pembelajaran jarak jauh melalui internet atau melalui pengiriman disket ke daerah yang amat jauh. Lebih dari itu juga, keatraktifan komputer sebagai benda canggih seringkali mengalahkan keatraktifan pengajar bahasa. Pengalaman menunjukkan bahwa pembelajar lebih senang berhadapan dengan komputer dan cenderung ingin mengalahkan permainan yang ada di dalamnya. Dengan mengadaptasi program-program permainan untuk program pembelajaran bahasa dengan model program permainan, maka pembelajaran bahasa akan dapat memanfaatkan keatraktifan komputer secara baik.

Namun demikian, tidak dapat diingkari pula bahwa komputer juga mempunyai kelemahan dalam pembelajaran bahasa. Sebagus apapun, komputer tidak mempunyai kreatifitas bahasa seperti halnya manusia. Komputer hanya akan mengajarkan berulang-ulang hal yang sama yang pernah dituangkan manusia ke dalam program itu dan itu baru sebagian kecil dari kemampuan atau kreativitas bahasa yang dimiliki manusia. Artinya, baik atau tidaknya materi yang dapat diajarkan komputer kepada pembelajar bahasa sangat bergantung pada baik atau tidaknya materi yang “didiktekan” ke dalamnya. Bertolak dari fakta itu, pendapat bahwa komputer akan mengambil alih fungsi pengajar dalam pembelajaran mestinya tidak perlu dikhawatirkan.

Beberapa Model CALL

Banyak program komputer yang telah dihasilkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam tulisan ini akan ulas secara singkat beberapa contoh CALL seperti CALLin versi 3.0, Lentera Indonesia versi 1.0, Learn to Speak English versi 8.0, dan The Roseta Stone.

  1. CALLin Versi 3.0

Banyak faktor yang menyebabkan tidak pesatnya perkembangan dan pemanfaatan CALL di dalam pengajaran bahasa di Indonesia. Selain barangkali komputer memang masih merupakan benda yang belum memasyarakat, di satu sisi kesadaran bahwa komputer dapat dipakai sebagai sarana belajar bahasa sendiri datang terlambat ke Indonesia. Tidak jarang sekolah yang telah mempunyai sarana jaringan komputer hanya menggunakan komputer-komputer itu sebagai sarana berlatih komputer saja. Padahal dengan sedikit keterampilan tambahan, pengajar bahasa dapat menggunakannya pula sebagai sarana pembelajaran bahasa. Di sisi lain, keterampilan tambahan para pengajar bahasa dalam merancang program pembelajaran bahasa ini memang kurang. Dalam kondisi seperti ini, saya ingin menampilkan program sederhana, yang apabila perlu dapat dimodifikasi sendiri oleh para pengajar bahasa. Program itu bernama CALLin versi 3.0 yang dikembangkan dalam bahasa QuickBasic. Bahasa Pemrogram ini sengaja dipilih karena umumnya dalam paket program DOS versi 6.0 atau yang lebih mutakhir sudah terdapat program ini. Hanya saja untuk menjadikan file EXE diperlukan program tambahan yang hanya diperoleh dari QuickBasic yang biasanya dijual secara lengkap.

Program yang diberi nama CALLin ini dirancang untuk menyajikan materi yang dilengkapi dengan latihan dan pengujian. Materi yang dimasukkan di dalam program ini dapat secara mudah disusun oleh pengajar bahasa Indonesia dalam format ASCII dengan menggunakan program pengolah kata atau menggunakan program editor. Namun, meski dikembangkan sejak tahun 1994, program ini masih memerlukan berbagai penyempur¬naan dalam berbagai aspek.

Sengaja program ini dirancang dalam bentuk dan struktur yang sangat sederhana karena saya sadar bahwa kondisi komputer yang dimiliki sekolah-sekolah kita pada umumnya belumlah merata. Persyaratan teknis yang dituntut program ini tidak terlalu tinggi. Program dapat dijalankan pada komputer mulai dari AT 286 sampai Pentium III yang paling muktahir, baik dengan monitor monokrom maupun SVGA. Dari segi media penyimpanan, program ini tidak menuntut adanya cakram keras (harddisk) karena program tidak lebih dari satu megabyte. CALLin dapat dijalankan dari satu disket 3,5” HD. Kemasan ini juga memungkinkan penggandaan dan penyebarluasan secara lebih leluasa. Sementara itu, dari segi pengoperasiannya pun amat sederhana. Hanya tombol Enter, Esc, A, B, dan C yang berfungsi selama program berjalan.

Secara garis besar program ini terdiri atas tiga subprogram, yaitu subprogram pengantar, subprogram pembelajaran, dan subprogram pengujian. Subprogram pengantar menyajikan informasi tentang program CALLin; subprogram pembelajaran menyajikan materi-materi pembelajaran yang terbagi ke dalam sembilan pokok bahasan yang masing-masing pokok bahasan diikuti oleh modul latihan; dan subprogram pengujian untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajar dalam menyerap materi yang disajikan pada bagian sebelumnya. Untuk keperluan membuat laporan, program juga dilengkapi dengan subprogram tambahan yaitu subprogram pelaporan.

Pada subprogram pembelajaran, materi disajikan dalam pokok bahasan yang masing-masing pokok bahasa ditutup dengan latihan berupa soal pilihan berganda. Jika pembelajar tidak dapat menyelesaikan soal latihan itu, maka komputer akan kembali menampilkan materi yang berkaitan dengan pokok latihan itu. Rujukan itu dilakukan berulang-ulang sampai pembelajar dapat menjawab soal latihan secara benar—rujukan serupa ini tidak akan ditemukan pada subprogram pengujian. Jadi, jika materi dapat disusun dengan baik, dan soal-soal latihan juga sempurna, baik dari segi model maupun isinya, besar peluang keberhasilan pembelajaran bahasa dengan CALLin. Karena pengajar mempunyai peranan yang besar dalam penyusunan materi, dapatlah dikatakan bahwa kunci berhasil atau tidaknya pemakaian program CALLin ini bergantung pada kemahiran pengajar dalam mengembangkan materi pembelajaran.

Yang perlu dilakukan seorang pengajar dalam mengisikan materi pembelajaran di dalam program ini adalah menuliskan materi itu ke dalam berkas-berkas SHF. Tidak banyak aturan dalam penulisan itu, kecuali harus panjang teks per baris tidak lebih dari 65 karakter, dan jumlah baris perlayar tidak lebih dari 15 baris. Untuk setiap pokok bahasan tidak lebih dari 25 layar, dengan kode-kode tertentu, misalnya seperti kode [text] yang digunakan sebagai penanda batas satuan layar; kode [b10/05] yang merupakan tanda akhir sebuah soal, kunci jawaban, dan bobot soal itu; dan kode [inp] yang merupakan tanda akhir satu soal pilihan berganda.

Kemudahan program ini adalah bahwa pengajar mempunyai keleluasaan mengembangkan bahan dan alat ujinya sendiri dengan mengunakan program-program pengolah kata yang ada. Dalam versi yang berbasis Windows Xp, CALLin versi berikutnya (yang masih dalam pengembangan) akan dilengkapi dengan fungsi-fungsi pencatatan statistik hasil belajar pengguna program. Dengan demikian, kemajuan pembelajar yang menggunakan perangkat lunak ini dapat dipantau pengajar secara lebih mudah.

  1. Lentera Indonesia Versi 1.0

Program ini dikembangkan oleh BPPT bekerja sama dengan Pusat Bahasa, Depdiknas RI, untuk tujuan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing. Program ini merupakan bentuk interaktif bahan yang awalnya dikembangkan dalam bentuk buku yang disertai kaset audio dan video.

Materi disajikan dengan pengantar bahasa Inggris dan bagian-bagian dialog juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Dalam pengembangan lebih lanjut nanti, program akan disesuaikan dengan pembelajar, baik dalam hal bahasa maupun karakter dan budayanya. Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar hanya akan ditemukan dalam program pembelajaran di level satu. Pembelajaran pada level selanjutnya menggunakan bahasa Indonesia sepenuhnya sebagai pengantar.

Materi disusun berdasarkan keperluan bahasa bagi dua orang Australia ke Indonesia untuk tujuan wisata, mulai dari penpengajarsan visa, perjalanan dengan taksi, pembicaraan di hotel, rumah makan, tempat wisata, dan sebagainya sampai mereka pulang kembali di negaranya. Materi sengaja disusun berdasarkan tempat karena di tempat-tempat itulah terjadi interaksi berbahasa Indonesia. Materi Lentera Indonesia versi ini dibagi ke dalam sepuluh unit.

Di dalam setiap unit, materi yang disajikan bertolak dari apa yang terjadi dalam dialog. Kata-kata, ungkapan, dan kalimat di dalam dialog itulah yang kemudian diulas dalam pembahasan aspek-aspek kebahasaannya. Untuk mempermudah penyampaian materi, bahasan selalu dimulai dari ragam yang baku, kemudian menyentuh pada ragam-ragam yang ada. Konteks budaya juga diberikan melalui catatan budaya yang dimaksudkan untuk memberi penjelasan bagaimana bertutur yang baik dalam bahasa Indonesia itu. Dengan kata lain, dialog dijadikan satuan utama pembelajaran. Memang jumlah dialog yang disampaikan terbatas, tetapi model penyajian materi dalam program ini memungkinkan seseorang mengeksplorasi dialog-dialog lain yang serupa.

Program ini memberi tekanan pada upaya memperkenalkan budaya Indonesia. Selain budaya fisik seperti kain batik, patung asmat, wayang golek, juga diperkenalkan budaya tawar-menawar dalam berbelanja atau budaya melayani tamu dengan keramahan. Dari segi pembelajaran bahasa, aspek budaya itu tidak bisa dilepaskan dan program ini mengajarkan bahwa di dalam perdagangan tradisional di Indonesia, menawar harga boleh dilakukan, bahkan di daerah tertentu mempunyai cara tawar-menawar yang unik.

Yang menarik dari program ini adalah bagian simulasi dialog yang dirancang agar seorang dapat membentuk dialog yang logis dalam bahasa Indonesia. Simulasi pertama si pembelajar berperan sebagai salah satu wisatawan, harus berbicara dengan karakter yang ada di dalam komputer – misalnya petugas imigrasi, resepsionis hotel, pelayan restoran, atau pramuniaga – dengan kalimat-kalimat dialog yang sudah dikenalkan melalui video yang diperlihatkan lebih dahulu. Dengan cara ini, diharapkan pengguna program memahami kalimat-kalimat sederhana yang ada sekaligus dapat belajar mengucapkannya. Simulasi yang lain adalah membentuk dialog berdasarkan pilihan yang ditawarkan komputer.

 

 

  1. Learn to Speak English versi 8.0

Program ini sangat baik untuk belajar bahasa Inggris secara lisan. Materi disajikan dalam empat buah cakram keras, mulai dari bagaimana mengucapkan bunyi, kata, dan ungkapan. Setiap kata atau ungkapan selalu dikaitkan dengan gambar yang memvisualisasi konsep atau makna kata atau ungkapan itu. Gambar-gambar ini yang kemudian dijadikan pengingat kata atau ungkapan itu pada segmen latihan.

Program ini benar-benar interaktif. Pengguna program dapat mencoba mengucapkan bunyi, kata, dan ungkapan di depan mikrofon, lalu komputer menilai apakah ucapan itu sudah mendekati penutur asli atau belum. Bahkan, pada segmen latihan dan simulasi, pengguna dapat mengucapkan kalimat-kalimatnya, baik jawaban atas pertanyaan atau pertanyaan tertentu kepada karakter yang ada di dalam komputer. Komputer akan merespon apabila pengguna komputer telah mengucapkan kalimat-kalimatnya dengan benar, dan untuk itu komputer menampilkan pertanyaan atau kalimat berikutnya. Untuk tujuan ketepatan diksi dalam segmen interaktif ini, maka komputer selalu minta pengguna memasukkan data seperti usia dan jenis kelamin sebelum proses belajar dimulai.

Pada level yang paling tinggi, pembelajar dihadapkan pada wacana audio visual tentang hal-hal yang umum. Pada bagian itu, kemahiran inverensi, argumentasi, dan pernalaran sangat diperlukan. Selain itu, program dilengkapi tes yang biasanya ditawarkan di bagian awal sebagai tes diagnostik dan juga di bagian akhir sebagai alat uji apakan materi telah terserap secara baik. Bertolak dari hasil tes diagnostiknya, dirancanglah menu pembelajaran untuk seorang pengguna.

  1. The Rosetta Stone

Program ini merupakan CALL yang dirancang oleh Fairfield Language Technologies, Amerika untuk pembelajaran berbagai bahasa asing dengan memanfaatkan gambar dan suara, tanpa bahasa pengantar bahasa lain. Para pakar menilai program ini sebagai CALL yang merupakan solusi pembelajaran bahasa yang komprehensif, baik untuk tujuan pembelajaran individual maupun kelompok. Di dalamnya selain dilengkapi sistem pengelolaan kurikulum, jejaring, dan perekaman catatan belajaar pengguna program. Dengan kemampuan terakhir itu, kesinambungan pembelajaran akan tetap terjaga meskipun waktu pembelajarannya berselang dalam waktu yang tidak tentu.

Secara berjenjang, materi disajikan mulai dengan pengenalan kosa kata tunggal disusul dengan pengabungan kosa kata menjadi menjadi frasa dan menjadi kalimat. Setelah dikenalkan dengan kata seekor kucing, seekor anjing, seekor kuda, pesawat terbang, seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan, misalnya, kemudian diperkenalkan dengan frasa hasil kombinasi dari kata-kata yang sudah diperkenalkan itu tadi, misalnya seekor kucing dan seorang anak laki-laki, seorang anak perempuan dan seekor kuda, atau seorang anak laki-laki dan sebuah pesawat terbang. Cara penyampaian seperti itu digunakan terus hingga pembelajar diajar merangkai sebuah kalimat. Pengenalan bunyi tidak lagi diperlukan karena lafal setiap kata, kelompok kata, dan kalimat selalu diberikan ketika sebuah menu dipilih pengguna. Ini berarti bahwa dalam saat yang sama, seorang mempelajari bahasa tulis dan bahasa lisan sekaligus. Relasi antara ucapan, tulisan, dan gambardiberikan secara manasuka. Seorang pemakai program boleh menggunakan program dengan memanfaatkan ketiga unsur itu sekaligus, boleh juga tidak. Penyajian ini sangat menarik karena pengguna program bisa mengatur sendiri fasilitas pembelajaran yang ada di dalam program sesuai dengan kemampuannya. Dengan kata lain, nilai interaksi program ini sangat tinggi mengingat program komputer dapat menuruti kemauan atau selera pembelajar dalam menggunakan program ini. Bahkan, program ini juga dilengkapi dengan fasilitas tuturan. Dengan fasilitas ini, interaksi antara pengguna program dan komputer juga dapat dilakukan secara lisan.

  1. CALL dan Internet

Dengan perkembangan teknologi komputer sepesat saat ini, pengembangan CALL semakin mudah dilakukan dan semakin banyak peluangnya. Untuk pengajaran bahasa lewat internet, misalnya, CALL dapat dikembangkan pula dengan menggunakan peranti lunak yang telah tersedia. Dengan Microsoft Word, atau lebih khusus lagi dengan Microsoft FrontPage dalam  misalnya, dapat dirancang CALL dalam bentuk HTML (HyperText Markup Language) secara lebih mudah, lebih murah, dan lebih menarik. Jika CALL seperti itu dimuatkan dalam salah satu server internet, maka CALL itu kemudian menjadi bagian  dari WEB yang dapat diaskes dari segala penjuru dunia. Dari sisi ini, penyebaran CALL adalah keuntungan yang tidak terukur lagi.

Pada prinsipnya CALL untuk Web adalah teks yang dilengkapi dengan rujukan ke bagian teks tertentu atau berkas lain tertentu. Rujukan itu dapat diberikan dengan menggunakan hiperlink yang ada dalam program-program seperti Microsoft Word 2000 atau WordPerfect for Windows versi 7.0 atau versi yang lebih mutakhir. CALL yang dikembangkan dengan HTML ini lebih menarik karena selain tampilannya bersifat grafis sehingga ukuran, bentuk, tampilan, dan warna huruf dapat diatur secara leluasa, program juga dapat dilengkapi dengan gambar – baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak – dan ilustrasi efek suara atau musik. Ini berarti amat memungkinkan untuk menyusun program pembelajaran bahasa yang multimedia yang sudah barang tentu lebih menarik bagi pembelajar bahasa.

Penutup

CALL untuk pembelajaran bahasa Indonesia harus segera mulai dikembangkan dan dimasyarakatkan sebab pembelajaran bahasa di Indonesia sudah tertinggal puluhan tahun dalam pemanfaatan CALL. Tantangan berikutnya adalah maukah para pengajar bahasa menggunakan CALL sebagai pendukung proses pembelajaran bahasa, maukah mereka mengembangkan materi pembelajarannya sendiri, dan maukah mereka juga mengembangkan program CALL untuk penyempurnaan program yang sudah ada itu walaupun untuk itu diperlukan tenaga dan dana ekstra yang tidak sedikit. Atau sebaliknya, akankah kita justru merasa terancam dengan hadirnya CALL dalam pembelajaran bahasa. Andalah yang menentukan langkah selanjutnya.

Dr. Sugiyono

...

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa