Revitalisasi Bahasa Tobati Berbasis Sekolah sebagai Pengenalan Bahasa Daerah di Kota Jayapura, Provinsi Papua
Pendahuluan
Indonesia dikenal dengan banyaknya kekayaan material dan nonmaterial, mulai dari kekayaan alam hingga budaya, termasuk bahasa. Indonesia memiliki bahasa daerah dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini (Eberhard; David M.; Gary F. Simons; dan Charles D. Fennig, 2019). Dengan adanya kondisi demikian, pemerintah selalu berupaya menjaga kekayaan negara dengan cara melakukan pelindungan bahasa daerah. Upaya pelindungan bahasa daerah tertuang dalam (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, khususnya Pasal 45 dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia. Bahkan, amanat menjaga bahasa daerah juga tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah. Berbagai peraturan tersebut menandakan bahwa bahasa daerah sangat penting untuk dilindungi sebagai salah satu aset kekayaan negara.
Dengan demikian, bahasan upaya pelindungan bahasa ini pun menjadi menarik karena isu globalisasi yang mengalir deras sebagai dampak dari kemajuan teknologi, khususnya di daerah perkotaan. Hal itu terjadi karena daerah perkotaan mengalami perkembangan yang sangat pesat dari berbagai sisi. Perkembangan tersebut memiliki pengaruh pula dalam hal pemakaian bahasa daerahnya. Terlebih daerah perkotaan merupakan tempat berkumpulnya beragam suku dengan bahasa yang beragam pula sehingga menyebabkan kecenderungan karakteristik masyarakat yang heterogen. Adanya interaksi antarsuku dengan bahasa yang beragam menjadikan pemakaian bahasa daerah mengalami degradasi di daerah perkotaan. Degradasi pemakaian bahasa daerah tersebut terjadi hampir di semua daerah perkotaan, tidak terkecuali di Kota Jayapura, Provinsi Papua. Salah satu bahasa daerah di Kota Jayapura yang mengalami penurunan pemakaian bahasa di wilayahnya sendiri adalah bahasa Tobati di Kampung Tobati, Kecamatan Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Provinsi Papua.
Generasi Muda Tidak Dapat Berbicara Bahasa Tobati
Penurunan pemakaian bahasa Tobati terlihat dari tidak dipakainya bahasa Tobati dalam percakapan sehari-hari, khususnya oleh anak-anak usia sekolah. Hal itu terjadi karena generasi muda yang tidak dapat berbicara bahasa Tobati. Bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari adalah bahasa Indonesia. Banyak faktor yang membuat generasi muda tidak dapat berbicara bahasa Tobati. Pertama, orang tua tidak mengajarkan bahasa Tobati kepada anaknya. Kondisi itu terjadi sebagai akibat dari seringnya orang tua berinteraksi dengan masyarakat luar yang menggunakan bahasa daerah yang berbeda. Tuntutan pekerjaan dan pendidikan menjadi alasan masyarakat di Kampung Tobati berinteraksi dengan masyarakat luar yang berbeda suku dan bahasa. Dua hal tersebut pula yang sedikit demi sedikit mengubah pola pemikiran masyarakat. Menurut pengakuan masyarakat, bukannya orang tua tidak mau mengajarkan bahasa Tobati, mereka hanya tidak mau memaksakan anaknya menggunakan bahasa Tobati karena bahasa daerah tersebut tidak digunakan di sekolah atau di tempat kerja.
Kedua, tidak ada pengajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal di sekolah. Penurunan pemakaian bahasa Tobati menjadi semakin tidak terhindarkan karena sekolah di daerah tersebut juga tidak mengajarkan bahasa daerah. Padahal, anak-anak di Kampung Tobati bersekolah di SDN Inpres Tobati dengan jarak yang dekat dari rumah dengan kondisi siswa masih homogen. Ketiadaan guru yang dapat berbahasa Tobati pun membuat anak-anak semakin jauh dari bahasa daerahnya sendiri. Bahkan, hal yang lebih menyedihkan lagi adalah adanya improvisasi kebijakan yang dilakukan oleh kepala sekolah dengan menerapkan sistem hafalan bahasa Inggris setiap minggunya untuk meningkatkan kemampuan siswa. Kepala sekolah menuturkan bahwa kebijakan tersebut ada sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa pada tingkat lanjut. Hal itu didasari karena lulusan SDN Inpres Tobati kalah bersaing dengan siswa dari sekolah dasar lain saat berada di sekolah menengah pertama. Kondisi tersebut semakin menjauhkan anak-anak dari bahasa daerahnya.
Ketiga, anak-anak merasa sulit belajar bahasa Tobati karena orang tua mengucapkannya terlalu cepat. Alasan tersebut diungkapkan oleh sebagian besar anak di Kampung Tobati. Sebenarnya beberapa orang tua masih ada yang berbicara dalam bahasa Tobati, tetapi bahasa Tobati dipakai untuk sesama orang tua saja. Alhasil, anak-anak hanya menjadi penutur pasif dengan mengerti percakapan orang tuanya dalam bahasa Tobati, tetapi tidak dapat membalas atau menirukan percakapan tersebut. Kondisi tersebut sangat disayangkan karena bahasa daerah menjadi penanda identitas dan jati diri suku tersebut. Kekhasan nilai dari bahasa daerah menjadi tidak tersampaikan kepada generasi muda sehingga perilakunya sudah tidak lagi mencerminkan adat dan kebiasaan setempat.
Pembuatan dan Peluncuran Buku Ajar Bahasa Tobati Bagi Pemula
Langkah preventif untuk mencegah penurunan pemakaian bahasa Tobati di Kampung Tobati adalah membuat Buku Ajar Bahasa Tobati Bagi Pemula (2018). Langkah tersebut dilakukan atas kerja sama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kota Jayapura dan Balai Bahasa Provinsi Papua dan Papua Barat. Pembuatan Buku Ajar Bahasa Tobati bagi Pemula ini menjadi langkah awal mengenalkan bahasa Tobati kepada anak-anak dan orang tua di Kampung Tobati. Bahasa yang digunakan dalam buku tersebut adalah bahasa Tobati dan bahasa Indonesia. Setengah bagian awal buku memuat materi berbahasa Tobati, sedangkan setengah bagian sisanya memuat terjemahan bahasa Indonesia dari materi berbahasa Tobati yang terdapat pada bagian awal.
Peluncuran Buku Ajar Bahasa Tobati Bagi Pemula pun dilakukan pada saat Upacara Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2019. Penyerahan buku dilakukan langsung oleh Wali Kota Jayapura, Dr. Benhur Tomi Mano, M.M., kepada Kepala SDN Inpres Tobati, Tunggul Ompusunggu.
Dengan melihat materi yang terdapat dalam Buku Ajar Bahasa Tobati bagi Pemula, baik orang tua maupun guru di sekolah dapat mulai mengajarkan bahasa Tobati. Dengan demikian, orang tua dan guru tidak perlu bingung lagi untuk memulai mengajarkan bahasa Tobati kepada anaknya. Kebingungan tersebut diakomodasi oleh pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kota Jayapura dan Balai Bahasa Provinsi Papua dan Papua Barat, dengan memberikan isi materi buku yang ringan. Tujuan pembuatan buku memang untuk memudahkan orang tua dan guru di sekolah untuk mengajarkan bahasa Tobati kepada generasi muda. Buku Ajar Bahasa Tobati bagi Pemula berisi pengenalan kosakata umum dan budaya, lirik lagu, dan percakapan sehari-hari dalam bahasa Tobati. Pengajarannya dapat disertai dengan berbagai kegiatan menarik, seperti bernyanyi, bermain drama, dan bercerita.
Pengenalan Bahasa Tobati Melalui Revitalisasi Bahasa Tobati Berbasis Sekolah
Sejalan dengan adanya Buku Ajar Bahasa Tobati bagi Pemula (2018), Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, terus berupaya mendorong generasi muda di Kampung Tobati untuk mengenalkan bahasa Tobati, terutama kepada anak-anak usia sekolah. Langkah lanjutan dari pengenalan bahasa Tobati kepada generasi muda adalah kegiatan Revitalisasi Bahasa Tobati Berbasis Sekolah yang dilakukan pada tahun 2019. Hal itu dilakukan sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam rangka pelindungan bahasa Tobati dari potensi ancaman kepunahan. Pemodelan kegiatan revitalisasi berbasis sekolah dipilih karena ranah pendidikan dirasa efektif dibandingkan dengan pemodelan berbasis keluarga atau komunitas. Hal itu didasari karena sasaran pengenalan bahasa Tobati lebih luas jangkauannya dalam ranah pendidikan yang mencakup anak-anak di Kampung Tobati dan Kampung Engros yang sama-sama menggunakan bahasa Tobati dan bersekolah di SDN Inpres Tobati. Selain itu, alasan lainnya adalah menyadarkan dan mengedukasi guru dan kepala sekolah untuk mengajarkan bahasa Tobati sebagai salah satu bahasa daerah di Kota Jayapura yang tidak kalah penting dibandingkan dengan bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Bahkan, pemilihan kegiatan Revitalisasi Bahasa Tobati Berbasis Sekolah juga dapat menjadi permulaan sebelum advokasi pengajaran bahasa Tobati menjadi muatan lokal di sekolah pada langkah ke depannya.
Dalam hal ini kegiatan Revitalisasi Bahasa Tobati Berbasis Sekolah dilakukan dalam tiga tahapan yang sudah dilakukan pada tahun 2019. Tahap pertama adalah survei dan koordinasi kegiatan revitalisasi bahasa Tobati dengan para pemangku kepentingan di lingkungan pemerintah daerah. Pada saat survei dan koordinasi tersebut, Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra bersama Balai Bahasa Provinsi Papua dan Papua Barat mengadakan audiensi dengan Ellen Montolalu (Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar), Dorneka Dani (Kepala Bidang Kebudayaan), Alberto Fred Itaar (Kepala Subbagian Perencanaan dan Pelaporan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan), dan Tunggul Ompusunggu (Kepala SD Negeri Inpres Tobati). Tahap kedua adalah pembelajaran bahasa Tobati kepada siswa sekolah di SDN Inpres Tobati. Pembelajaran bahasa Tobati dilakukan selama tiga bulan oleh Theresia A. S. Mansawan (Guru SDN Inpres Tobati), Yohana Yos Ondi (pegiat bahasa Tobati), dan Nicodemus Hamadi (pegiat bahasa Tobati). Tahap terakhir adalah pertunjukan kegiatan revitalisasi dari hasil pembelajaran dan penandatanganan nota komitmen bersama mendukung pelindungan bahasa Tobati di Kota Jayapura antara Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan dan Pemerintah Kota Jayapura. Pemangku kepentingan di lingkungan Pemerintah Kota Jayapura yang turut serta menandatangani nota komitmen adalah Ir. H. Rustan Saru, M.M. (Wakil Wali Kota Jayapura), Matias B. Mano, S.Par., M.KP. (Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura), dan Tunggul Ompusunggu (Kepala SDN Inpres Tobati).
Penutup
Berdasarkan pada isi dari nota komitmen yang dibuat pada saat pelaksanaan pertunjukan kegiatan Revitalisasi Bahasa Tobati Berbasis Sekolah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Jayapura yang diwakili oleh Wakil Wali Kota Jayapura dan Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura secara umum mendukung secara penuh upaya pelindungan bahasa Tobati pada langkah ke depannya. Hal itu harus disambut oleh Balai Bahasa Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai unit pelaksana teknis dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan dengan tujuan akhir mengupayakan adanya pelajaran muatan lokal bahasa Tobati di SDN Inpres Tobati sebagai sekolah binaan. Upaya tersebut dapat dilakukan mulai dari pembuatan kurikulum, kompetensi inti/kompetensi dasar (KI/KD), buku muatan lokal sesuai dengan tingkat pendidikan, hingga pencarian guru muatan lokal. Apabila beberapa hal tersebut telah dilakukan, lengkaplah upaya pelindungan bahasa Tobati di Kota Jayapura. Dengan begitu, tujuan akhir memasyarakatkan dan melestarikan bahasa daerah beserta nilai, norma, dan adat kebiasaan yang ada di dalamnya pun tercapai. Masyarakat Tobati yang awalnya enggan menggunakan bahasa Tobati dapat menggunakan bahasa Tobati dalam kehidupan sehari-hari.
Satwiko Budiono
...