Tanggapan atas Kritik terhadap Entri Perempuan di KBBI

Tanggapan atas Kritik terhadap Entri Perempuan di KBBI
Ihwal Entri perempuan di KBBI
 
Kata perempuan, sebagaimana kata-kata umum yang lain, masuk ke dalam KBBI sejak edisi pertama terbit tahun 1988. Pada waktu itu, kata ini diberi definisi sinonim saja, yaitu ‘wanita’ dan ‘bini’. Pada edisi-edisi berikutnya, definisinya diubah berupa penjelasan sebagai ‘orang (manusia) yg memiliki puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui’ Adapun makna ‘wanita’ tetap dipertahankan sebagai sinonim. Makna kedua ditambahi sinonim ‘istri’ selain ‘bini’ yang sudah ada. Sejak edisi kedua sampai seterusnya, definisi kata ini ditambah satu lagi, yaitu ‘betina’ yang dilengkapi penjelasan ‘khusus untuk hewan’. Pada edisi pertama ini pun sudah dicantumkan beberapa gabungan kata yang unsur induknya adalah perempuan, seperti perempuan geladakperempuan jahatperempuan jalanperempuan jalangperempuan jangakperempuan lecah, dan perempuan nakal. Pada edisi-edisi berikutnya, gabungan kata ini bertambah dengan subentri perempuan lacur (KBBI edisi 2) dan perempuan simpanan (KBBI edisi 3). Sampai KBBI edisi 5 tidak ada lagi penambahan gabungan kata di bawah entri perempuan. Namun, penyesuaian beberapa kali dilakukan, terutama dalam hal penggantian kata pendefinisi pada entri ini, yaitu kata puki yang ada dalam edisi 1 dan 2 diubah menjadi vagina pada edisi 3 dan seterusnya.
 
Dalam praktik leksikografi, pendefinisian suatu entri mengikuti pola tertentu. Dari berbagai macam pola definisi, pola genus proximus + diferentia specifica adalah pola yang lazim digunakan dalam pendefinisian nomina, verba, dan adjektiva. Pola ini mensyaratkan ada satu kata atau kelompok kata yang berfungsi sebagai jenis terdekat (genus proximus) dan kata-kata lain yang berfungsi sebagai fitur pembeda kata yang didefinisikan tersebut dari kata-kata lain yang sejenis (diferentia specifica).  Jenis terdekat tersebut akan menjadi kata pertama yang dipakai dalam mendefinisikan, baru kemudian disusul oleh kata-kata yang menjadi unsur pembedanya. Dalam hal pendefinisian perempuan, kata ‘orang’ atau ‘manusia’ adalah jenis terdekatnya, sedangkan ‘yang memiliki vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui’ merupakan ciri pembedanya dari jenis manusia yang lain.
 
Definisi pertama pada entri perempuan tersebut, yang menyebutkan ciri-ciri fisik, merupakan deskripsi yang dipakai untuk menjelaskan jenis kelamin. Dalam bahasa lain, misalnya bahasa Inggris, kata yang dipakai dalam menyebutkan jenis kelamin ini (female) berbeda daripada kata yang dipakai untuk menyebutkan orangnya (woman), sehingga dalam definisi woman tidak dijelaskan ciri-ciri fisiknya. Kata female dapat disejajarkan dengan kata betina dalam bahasa Indonesia, tetapi kata ini hanya digunakan untuk menyebutkan jenis kelamin hewan dan tidak pernah dipakai untuk manusia. Dengan demikian, kata perempuan dalam bahasa Indonesia berfungsi untuk menunjukkan jenis kelamin.
 
KBBI merupakan kamus umum yang bersifat historis. Artinya, KBBI merekam semua fakta kebahasaan yang pernah dan tengah hidup dalam masyarakat tutur bahasa Indonesia. Selain kamus historis, KBBI juga merupakan kamus yang hidup (living dictionary). Setiap ada konsep atau makna baru muncul di suatu masa, konsep dan makna itu dicatat dengan urutan kronologis. Kata-kata dan makna tersebut disajikan menurut urutan perkembangannya, dari mulai makna yang mula-mula muncul sampai makna yang dipahami saat ini.
 
Entri canggih, misalnya, didefinisikan dengan makna pertama ‘banyak cakap’ karena makna itulah yang pertama-tama ada dalam penggunaannya. Makna canggih yang berhubungan dengan teknologi modern baru muncul beberapa dekade ke belakang sehingga pencatatannya dalam KBBI berada di urutan keempat. Urutan kronologis itu juga ditentukan berdasarkan pembentukan atau terjadinya suatu konsep. Entri kopi dan beberapa entri lain yang berasal dari tumbuhan, misalnya, pertama-tama didefinisikan sebagai ‘pohon’, lalu ‘buah’, kemudian ‘serbuk’, dan baru terakhir ‘minuman’.
 
Sejak awal penyusunanannya, KBBI telah mempunyai kebijakan editorial semacam itu yang menjadi  konvensi yang sudah disepakati bersama oleh tim editornya. Berdasarkan konvensi tersebut, pengumpulan entri KBBI saat ini bertambah pesat seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang makin memudahkan editor KBBI untuk mencari, mengumpulkan, menyeleksi, dan memvalidasi entri yang akan masuk ke KBBI. Salah satu persyaratan masuknya sebuah kata dalam KBBI adalah frekuensi penggunaannya yang tinggi yang harus dibuktikan dari data atau korpus kebahasaan yang ada. Selain data tertulis, data yang berasal dari sumber digital merupakan sumber yang sangat membantu dalam memverifikasi penggunaan kata yang secara faktual digunakan. Pengambilan data berdasarkan korpus merupakan bentuk pertanggungjawaban tim editor KBBI dalam memasukkan suatu kata sebagai entri dalam kamus.
 
Berkaitan dengan keterandalan data itu, gabungan kata pada entri perempuan seperti perempuan geladakperempuan jalang, dan perempuan simpanan dengan sangat mudah ditemukan dalam korpus dengan frekuensi penggunaan yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut, tim editor mempunyai alasan yang sangat kuat untuk tetap mempertahankannya sebagai suatu fakta kebahasaan yang harus dicatat dalam kamus. Praktik semacam ini sangat jamak dilakukan dalam leksikografi dan dikenal dengan prinsip corpus-based atau corpus-driven lexicography. Artinya, penyusunan kamus betul-betul menyandarkan pada korpus yang tersaji apa adanya, tanpa ada modifikasi apa pun. Adapun gambaran sosial yang muncul dari penyajian informasi dalam kamus tersebut bukan merupakan kondisi yang ideal, hal tersebut menjadi pembahasan yang lain. Justru, dalam pendekatan leksikografi modern, kamus merupakan gambaran jujur dari kondisi sosial dan budaya suatu masyarakat. Ada adagium yang menyatakan bahwa jika ingin melihat peradaban suatu bangsa, lihatlah bahasanya dan bahasa itu disimpan dalam sebuah khazanah yang disebut kamus.
 
Jika merujuk pada pernyataan Wittgenstein II (1953: 23) mengenai language game, perubahan-perubahan yang terjadi dalam pendefinisian sebuah kata terjadi karena “makna setiap kata tergantung penggunaannya dalam setiap kalimat; makna setiap kalimat tergantung penggunaannya dalam setiap bahasa; dan makna setiap bahasa tergantung penggunaannya dalam setiap kehidupan.” Kemunculan entri dan perubahan makna bergantung pada penggunaannya di masyarakat. Konotasi positif atau negatif setiap entri dan makna di KBBI selalu didasarkan pada konteks penggunaannya. Jika dikaitkan dengan gender, entri perempuan justru dapat menjadi salah satu contoh bahwa gender adalah hasil rekonstruksi sosial (gender is socially constructed).  Melalui entri perempuan di KBBI, cerminan sosial masyarakat yang mengaitkan perempuan dengan konotasi serta stigma yang negatif dapat terlihat dengan jelas.
 
Penjelasan entri perempuan di KBBI dapat dijadikan contoh bagaimana masyarakat memandang perempuan dan konotasi seperti apa yang dilekatkan pada perempuan. Konotasi dan stigma perempuan yang negatif dapat diubah bukan dengan cara mengubah penjelasan entri tersebut di KBBI, melainkan dengan mengubah konotasi dan stigma masyarakat terhadap perempuan di tataran yang lebih tinggi. Jika perubahan konotasi dan stigma negatif masyarakat terhadap perempuan dapat dilakukan, entri-entri baru dengan makna yang positif akan muncul dalam korpus dan tercatat dalam KBBI secara alami.
 
Artikel terkait
 
(Tim Penyusun KBBI)
 

Tim Penyusun KBBI

...

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa