Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing VI
”Tidak kurang dari 35 negara di dunia yang mengajarkan bahasa Indonesia kepada masyarakat internasional. Dari jumlah itu, ada sekitar 130 lembaga yang telah menjadi penyelenggara pengajaran BIPA, baik itu perguruan tinggi, lembaga kursus, pusat-pusat kebudayaan asing, maupun Kantor KBRI di negara-negara tersebut”. Pernyataan itu merupakan ungkapan rasa bangga yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional dalam kata sambutannya yang dibacakan oleh Staf Ahli Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan, Ibu Harina Yuhetti, ketika membuka KIPBIPA VI di Hotel Sol Elite Marbella, Anyer, Banten, Selasa malam, 11 Juli 2006. Menteri juga mengatakan bahwa peran BIPA sangat penting dan strategis dalam memperkenalkan Indonesia kepada masyrakat internasional karena BIPA merupakan media penyampaian berbagai informasi tentang Indonesia, termasuk memperkenalkan masyarakat dan budaya Indonesia. Dengan demikian, orang asing yang mempelajari bahasa Indonesia akan semakin memahami masyarakat dan budaya Indonesia secara komprehensif yang pada gilirannya dapat meningkatkan rasa saling pengertian antarbangsa. Berkembangnya pengajaran bahasa Indonesia di dunia internasional itu paling tidak akan memberikan dua keuntungan, yaitu dapat memperbesar peluang bagi bahasa Indonesia untuk digunakan sebagai bahasa pergaulan antarbangsa dan dapat menunjang pemulihan citra Indonesia di dunia internasional. Dalam kesempatan itu juga Menteri mengingatkan bahwa kerja keras yang telah dirintis dalam penyelenggaraan BIPA ini jangan sampai mundur. Kalaupun ada kendala, segera dicarikan solusinya yang terbaik. KIPBIPA VI ini akan berlangsung di Hotel Sol Elite Marbela, Anyer, dari tanggal 11—14 Juli 2006. Tema yang diangkat adalah, ”Reaktualisasi Peran BIPA dalam Meningkatkan Citra Indonesia di Mata Dunia” (”Re-actualization of BIPA’s Role in Enhancing Indonesia’s Internasional Standing). Konferensi kali ini terlaksana atas kerja sama Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan Pusat Bahasa, Deartemen Pendidikan Nasional. Dr. Dendy Sugono (Kepala Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional), yang juga memberi kata sambutannya pada malam itu, menyatakan bahwa Pusat Bahasa telah melakukan langkah-langkah konkrit dengan menerbitkan buku BIPA yang diberi judul Lenetra. Buku BIPA jilid 1 itu akan segera diikuti oleh buku BIPA jilid 2 yang sedang dalam proses penyelesaian. Prof. Dr. Yoyo Mulyono, M.Ed., Rektor Untirta dan Ketua Asosiasi Pengajar BIPA (APBIPA) yang menjadi tuan rumah malam itu, tak kalah bersemangat, dengan mengatakan bahwa apa yang telah dicapai BIPA merupakan suatu keberhasilan yang spektakuler. Hal ini mengingat BIPA baru dimulai pada awal tahun 1990-an, tepatnya pada KIPBIPA I tahun 1994 , di Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga. Konferensi diikuti oleh sekitar 120 peserta yang merupakan pakar, pengajar, pengamat, dan peminat BIPA. Peserta tersebut berasal dari berbagai negara, antara lain, Australia, Rusia, Amerika, Singapura, Azarbaijan, dan tentu saja Indonesia. Peserta Indonesia berasal dari berbagai daerah, antara lain, Aceh, Sumatera Uatar, Sumatera Sealatan, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya. Dalam konferensi itu akan tampil 4 pemakalah plenari (Prof. Dr. Habib Zarbaliyev, Dr. Dendy Sugono, Dr. Ismet Fanany, dan Dr. Damon A. Anderson), 7 pemakalah komisi (Prof. Dr. Ulrich Kratz, Prof. Dr. David Tom Hill, Prof. Dr. Chaedar Alwasilah, Dr. Widodo HS, M.Pd., Dr. Veronica Novolseltseva, Drs. Nyoman Riasa, M.Hum., Dra. Felicia Utorodewo, M.Si.), dan 13 pemakalah dari peserta.
No. | Judul Makalah | Nama | Instansi |
1. | MINAT PENUTUR ASING TERHADAP BIPA | Darminah - Arini Noor Izzati | FKIP-UT |
2. | LENTERA INDONESIA VERSI 1.0 DAN 2.0 PEMBELAJARAN BIPA DENGAN BANTUAN KOMPUTER | Ganjar Hwia | Pusat Bahasa |
3. | COLLABORATIVE ACADEMIC INDONESIAN COURSE FOR MALAYSIAN STUDENTS | Sri Endah Tabiati | |
4. | DARI KIPBIPA KE KIPBIPA: ANALISIS ISI | A. Chaedar Alwasilah | Universitas Pendidikan Indonesia |
5. | KONSEP-KONSEP STRATEGIS (TERJEMAHAN KARYA SASTRA) DALAM MENGAJARKAN BAHASA INDONESIA UNTUK PENUTUR ASING | David T. Hill | Australia |
6. | KONDISI DILEMATIS KEBIPAAN SAAT INI: FAKTOR RISIKO DAN PROTEKTIF | I Nyoman Riasa | Bali |
7. | HUBUNGAN KONDISI STRATEGIS MASYARAKAT INDONESIA DENGAN PERKEMBANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN BIPA | Widodo Hs. | Universitas Negeri Malang |
8. | BIPA: TANTANGAN DAN KESEMPATAN | Dr. Ismet Fanany | School of International and Political Studies Deakin University |
9. | MODEL PRAKTIK BERBAHASA INDONESIA PROGRAM BAHASA INDONESIA UNTUK PENUTUR ASING (BIPA) | Esti Pramuki - Sunu Dwi Antoro | FKIP-UT |
10. | KEBERADAAN MAHASISWA BIPA TERKAIT PROMOSI PARIWISATA DI DAERAH BALI | Dr. I Nengah Sudipa, M.A. | Universitas Udayana (UNUD) Bali |
11. | KOLASE SEBAGAI MEDIA EVALUASI DAN REFLEKSI DALAM PEMBELAJARAN BIPA TINGKAT PEMULA | Lucia Tyagita Rani | Caesara |
12. | STRATEGI PENINGKATAN MINAT BELAJAR BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING | Drs. Mustakim, M.Hum. | Pusat Bahasa |
13. | CERPEN SEBAGAI MATERI PENGAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK PENUTUR ASING | M. Sally H. L. Pattinasarany | Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia |
14. | PERFORMANSI ANTARBAHASA (INTERLANGUAGE) TINDAK TUTUR MEMOHON PEMBELAJARAN BIPA DARI JEPANG: KAJIAN TINDAK TUTUR TIDAK LANGSUNG | Diana Kartika | Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta, Padang |
15. | PENGARUH CARA PANDANG MASYARAKAT DUNIA DALAM KONTEKS PENGAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK PENUTUR ASING | Prof. Habib M. Zarbaliyev | Azerbaijan |
16. | PROFESIONALISASI PEMBELAJARAN BIPA UNTUK PENINGKATAN CITRA DAN REPUTASI INDONESIA | Khairil Ansari | Fakultas Bahasa dan Seni, Unimed |
17. | BEBERAPA KONSEP STRATEGIS (TERJEMAHAN KARYA SASTRA, PERGELARAN KESENIAN, DLL.) SEBAGAI METODE PENGAJARAN BIPA YANG DIKAITKAN DENGAN INOVASI MENGAJARKAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING | E. Ulrich Kratz |
Catatan dari KIPBIPA VI Dr. Ismet Fanany (Deakin University, Melbourne, Australia) Ismet Fanany tampil dalam pleno dengan menyajikan makalah yang berjudul, “BIPA: Tantangan dan Kesempatan”. Ismet membagi dua tantangan tersebut, yaitu tantangan di Indonesia dan tantangan di luar Indonesia. Untuk tantangan di Indonesia, Ismet menyoroti sikap masyarakat Indonesia yang lebih memberikan apresiasi yang baik terhadap bahasa asing daripada bahasanya sendiri. Hal ini terlihat jelas dalam iklan-iklan yang ditayangkan di televisi. Keadaan ini, kemudian, diperburuk lagi oleh dinas pendidikan di kota-kota besar yang berlomba membuat sekolah internasional berkata pengantar bahasa Inggris dalam kegiatan belajar mengajarnya. Dan, sekolah itu adalah sekolah negeri, bukan swasta. Tantangan di luar Indonesia, menurut Ismet, terletak pada masalah dana, pengadaan dan pelatihan staf pengajar BIPA, bahan ajar, dan merosotnya citra Indonesia di mata internasional. Untuk mengatasi masalah tantangan di Indonesia, Ismet berpendapat bahwa membentuk sebuah pasukan “polisi bahasa”, tentu, bukanlah hal yang bijak karena hal itu tidak mungkin berhasil. Cara yang terbaik adalah dengan memberi teladan, misalnya dengan memberi penghargaan pada tokoh nasional berbahasa Indonesia terbaik dan memberikan semacam Pulitzer Prize kepada kalangan pers yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Untuk mengatasi tantangan di luar Indonesia, Ismet mengusulkan Indonesia mendukung penyelenggaraan BIPA di luar negeri dengan membentuk sebuah wadah semacam British Council atau Goethe Institute. David T. Hill (Australia National University, Canberra) Kalau Ismet menyorot BIPA dari segi pengajaran bahasanya, David T. Hill, yang juga pengajar BIPA di Australia, lebih tertarik melakukannya melalui pendekatan sastra. Mengajar bahasa Indonesia melalui karya sastra, menurut Hill, terasa lebih hidup dan lebih cepat dimengerti. Inilah yang diangkatnya menjadi judul makalahnya, “Terjemahan Karya Sastra dalam mengajarkan Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing”. Dalam proses pengajarannya, mahasiswa program Australian Consortium for “In-Country” Indonesian Studies (ACICIS) yang sudah tingkat IV diminta membaca karya sastra Indonesia dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris. Hasilnya, menurut Hill, lebih bagus daripada sekadar belajar bahasanya saja. Melalui sastra, pengertian dan perbendaharaan kata mereka terhadap bahasa Indonesia lebih kaya. Prof. Habib M. Zarbaliyev (Azerbaijan) Habib M. Zarbaliyev, pengajar BIPA di universitas di Azerbaijan, mengatakan bahwa setelah Uni Sovyet bubar bahasa Indonesia mulai diajarkan di republik-republik bekas jajaran Uni Sovyet dulu, seperti di Azerbaijan dan Uzbekistan. Zarbaliyev yang tampil di sidang pleno cukup menarik perhatian karena kefasihannya berbahasa Indonesia dan kebolehannya melontarkan berbagai pantun Indonesia ketika menyajikan makalahnya (“Pengaruh Cara Pandangan Masyarakat Dunia dalam Konteks Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing). Sebagaimana Hill, Zarbaliyev juga merasakan pentingnya pengajaran sastra Indonesia dalam proses pengajaran BIPA. Apalagi, sastra Indonesia, menurut Zarbaliyev, memiliki banyak persamaan dengan sastra Azerbaijan, terutama folklor. Pantunya pun sangat mirip dengan bayati (pantun Azerbaijan). Di Azerbaijan, berbagai cara telah ditempuh untuk mempropagandakan Indonesia, antara lain, dengan mengadakan program tv reguler tentang Indonesia (kebudayaan, etnografi, adat-istiadat, dan tradisi Indonesia). Menerjemahkan serangkaian cerita pendek Indonesia ke dalam bahasa Azerbaijan. Sampai membuka program bahasa Indonesia di perguruan tinggi. Oleh karena itu, Zaberliyev mengharapkan pemerintah Indonesia ikut berperan aktif untuk mendukung propaganda tersebut. Caranya, bisa dengan mengadakan tukar-menukar mahasiswa dan pengajar BIPA, misalnya, atau dengan memberikan dukungan dana, yang tentu sangat dibutuhkan.