Seminar Internasional “Redefining The Concept Of World Literature”
Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Prof. Dr. Ida Sundari Husein, secara resmi membuka seminar internasional bertema “Redefining The Concept of World Literature” di Auditorium Fakultas ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada hari Rabu, tanggal 19 Juli 2006. Seminar ini diselenggarakan oleh Universitas Indonesia dan akan berlangsung hingga tanggal 20 Juli mendatang. Dalam pidato pembukaannya, Ida Sundari mengatakan bahwa seminar ini diselenggarakan untuk melihat kembali konsep sastra dunia di tengah perkembangan dunia yang semakin menglobal saat ini. Beliau juga menyatakan harapannya kiranya seminar ini dapat memperkaya wawasan peserta dan mampu membangun jaringan pandit-pandit sastra, serta dapat dimulai kerjasama institusional untuk perkembangan dunia sastra. Seminar berskala internasional ini dihadiri oleh sekitar seratus lima puluh orang peserta dari dalam dan luar negeri. Di antaranya pakar-pakar sastra internasional, seperti Sikorsky Vilen dari Rusia, Mitsuyoshi Numano dari Jepang, Tony Day dari Amerika Serikat, Lily Rose Tope dari Filipina, Roger T. Bell dari Inggris, dan pakar-pakar sastra dari Indonesia seperti Prof. Dr. Budi Darma, Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono dari UI, serta Nirwan Dewanto dari Komunitas Utan Kayu. Seminar tersebut juga menampilkan pemakalah pilihan dari peserta dengan topik yang beragam sejalan dengan tema yang diangkat. (mo). Daftar Pemakalah Seminar Internasional “Redefining The Concept of World Literature”
No. | Pemakalah | Judul Makalah |
1 | Apsanti Djokosujatno | The Detective Story as Part Of World Literature |
2 | Asep S. Sambodja | Kembang Jepun: the representation of Third World Countries Women |
3 | Avianti | Nathan der Weise by G.E. Lessing : A Questionable Concept of Tolerance |
4 | Basa Hutagalung | A Comparison of The Epic Play Mutter Courage und ihre Kinder by Bertold Brecht with the Absurd Play Die Verspätung by Wolfgang Hildesheimer as International Plays |
5 | Budi Darma | Redefining World Literature |
6 | Budi Susanto S.J. | "Riding" The Event Literature |
7 | Darmoko | Wayang in Politics an Politics in Wayang |
8 | Dasim Karsam | Faust as Weltliteratur: Redefining and Revitalising The Concepts of World Literature |
9 | Deden Rahmat Hidayat dan Eri Kurniawan | The Representation of Afghan Women under Burka (A Post-feminist Text Analysis on a Novel Entitled The Bookseller of Kabul by Asne Seierstad |
10 | Donny Gahral Adian | Literature, Evil and Religiousity: An Investigation to the Literary Nature of Evil |
11 | Etienne Naveau | The Purpose an Meaning of Khalil Gibran's Translations in Indonesia |
12 | Fauzan Muslim | Moral Critic and The Visualisation of God's Affection in the Story Risalah Al-Ghufran by Abul-Ala Al-Ma'arri |
13 | Gabriel Fajar Sasmita Ali | Deconstructing Myth of the Third World: The Fourth an Fifth Worlds |
14 | Hamed Habibzadeh | Localizing English Novel in the Global Context: A Case Study |
15 | Harris Hermansyah S. | Translating the Untranslatables: A Quest for a Competent Translator |
16 | Harry Aveling | The Role of Institutions and Translations in Shaping World Literatures |
17 | Henrikus Joko Yulianto | Redefining Derrida's Deconstructive Reading Strategy in Reading David Henry Hwang's The Sound of a Voice |
18 | Hirmawan Wijanarka | Eroticism: One Common an Universal Ground of Literary Texts |
19 | Hope S. Yu | Translating the Novela Cebuana: Between Domestication an Foreignness |
20 | Indira Ismail dan Eva Catarina | Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Saman dan Larung in Dutch Reception |
21 | Intan Paramaditha | The "In-Between" Women's Sexuality an National Identity in N.H. Dini's Novels |
22 | Ismarita Ramayanti | The Role of Translation Critique in Literature Translation: A Case Stusy of Translation Critique of the Poem "No More Boomerang" |
23 | Jenny Mochtar | The Commodification of the Body in Sophie Kinsella's Confessions of a Shopaholic and Alberthiene Endah's Cewek Matre |
24 | Jinnie Rasmada Hutabarat | Haiku, Between Tradition and Internationalization |
25 | Kurnianingsih | The Dprivation of Aesthetic Value, Sense, and Meaning in the Translation of The Lord of The Rings |
26 | Leany N. Harsa | Ayu Utami, The Anais Nin of Indonesia |
27 | Lilawati kurnia | Goethe and the Multicultural Aspect of Wolrd Literature |
28 | Lily Rose Tope | Negotiating English: World Literatures In English and in The Indigenous Languages |
29 | Lucia Hilman | Cross-cultural Issues in Pram's Jejak Langkah |
30 | Maman Lesmana | The Issue of Tendetiousness in The Translation of Arabic Literature into Indonesian |
31 | M. Yoesoef | The Local Wisdom in Responding the Time in Sindhunata's Works |
32 | Mina Elfira | Minangkabau Oral Literature After the Implementation of Indonesian Autunomy Laws: A Source in Search of Local Identity |
33 | Mitsuyoshi Numano | Toward the New Age of World Literature |
34 | Mohammad Ali Salmani-Nodushan | Persian Literature: Still Unknown to the World |
35 | Mugijatna | The Role of English as a Bridge to Get into Contact with Wolrd Literature |
36 | Muhammad Taufiq Al Makmun | The Conception of Foucaldian Power in Redefining the World of Literature |
37 | Muhammad Zafar iqbal | Persian an World Literature |
38 | Nirwan Dewanto | Ethnographized World Literature? |
39 | Novita Dewi | Every book Has a Voice: Rethinking Category and Identity in Pramoedya's Two Novels |
40 | Paulus Sarwoto | Juxtaposing the Colonial and Postcolonial Literature: One Way of Doing World |
41 | Purwanti Kusumaningtyas | Y.B Mangunwijaya's Women Characters: Javanese-ness and World-ness |
42 | Retno Sukardan Mamoto | Maxine Hong Kingston's Tripmaster monkey: His Fake Book Repositioning World Literature |
43 | Roger T. Bell | Poets, Kings and Horses: The Challenge of Translating 9th Century Irish Poetry |
44 | Rupalee Verma | One Story, Two Translations: Pramoedya Ananta Toer's Inem |
45 | Ruth Sih Kinanti | Family relationship in Gabrielle Lord's Lethal Factor |
46 | Sikorsky Vilen | The Concept of World Literature in Soviet-Russian Literature |
47 | Sumarwati Kramadibrata Poli | The Challenges of World Literature Problems in Translating Literary Works of Art |
48 | Tony Day | Paradigms of 'World Literature': The Place of sastra-sastra Indonesia in a Cosmopolitan World |
49 | Yoseph Yapi Taum | The Representation of the 1965 Tragedy in Indonesian Literary Works: A Dialogue of Universality and Locality |
50 | Zita Rarastesa | Local Voice of Latin American Women Writers: Women and Domesticity |
51 | Zubaidah Ibrahim-Bell | Seeing Ourselves as Others See Us: The Malays Through the Eyes of British Colonial Administrators |
Catatan dari Seminar “Redefining The Concept of World Literature” Seminar ini menyangkut topik yang fundamental tentang pendefinisian ulang dunia sastra (World Literature). Istilah tersebut diperkenalkan oleh penulis Jerman, Goethe. Tampaknya, pengaruh globalisasi juga mempengaruhi pemahaman kita tentang dunia sastra. Selain itu juga diungkapkan aturan internasional dalam membangun dunia sastra; bagaimana kita membaca sastra yang dikembangkan secara lokal dalam perspektif dunia sastra. Seminar ini mengangkat masalah dasar dari penjabaran kesusastraan dunia yang berasal dari suatu masa yang diperkenalkan oleh penulis asal Jerman, Goethe. Bagaimana gerakan globalisasi dari dasar, yaitu pernyataan-pernyataan estetik lokal dan jenius lokal menantang pemahaman kita akan literatur dunia? Peranan-peranan internasional sebaik institusi-institusi setempat dan terjemahan dalam pembangunan kesusastraan dunia? Bagaimana kita membaca kemajuan kesusastraan secara lokal dan secara nasional dalam perspektif kesusastraan dunia? Dalam dua hari seminar ini, sarjana-sarjana dari berbagai negara akan mendiskusikan “keberadaan seni” dari kesusastraan dunia yang dicanangkan di bawah subtema berikut ini. Menjabarkan kembali kesusastraan dunia Subtema ini melapisi kemajuan kesusastraan dunia sebagai sebuah kerangka konseptual, membentuk konsepsinya pada pengembangan satu zaman yang memberi respon kepada konteks global yang berubah dari reproduksi sastra. Peranan terjemahan dalam membentuk kesusastraan dunia Subtema ini berkaitan dengan peranan dari terjemahan dalam membentuk literatur dunia dalam konteks budaya yang berbeda. Bagaimana terjemahan mempermudah jalan masuk kesusastraan lokal dalam kesusastraan dunia? Di sisi lain, bagaimana terjemahan ke dalam bahasa lokal mempengaruhi pemahaman lokal dari literatur dunia? Kesusastraan dunia: kesastraan dalam bahasa Inggris atau dalam bahasa-bahasa lain? Ketika bahasa Inggris berkembang menjadi bahasa global, banyak penulis dari negara-negara yang tidak berbicara dalam bahasa Inggris memilih untuk menulis secara langsung dalam bahasa Inggris. Banyak penulis-penulis dari negara-negara dunia ketiga telah melakukan pengaturan untuk menerima kedudukan global melalui latihan ini. Panel ini untuk mengangkat masalah bahasa dengan memberi contoh-contoh kesusastraan yang tertulis dalam bahasa Inggris sama baiknya seperti dalam bahasa-bahasa lain. Kesusastraan dunia, estetik lokal dan jenius lokal (setempat) Panel ini melihat pada masalah estetik, kedinamisan di antara universal dan lokal, dan mempertimbaangkan tempat estetik lokal dan jenius lokal dalam bidang lokal. Makalah-makalah dalam panel ini mengangkat masalah spesifik dalam muatan lokal yang berbeda. Peran institusi sastra dalam membentuk literatur dunia Panel ini akan memeriksa bagaimana lokal sebaik institusi sastra dunia dengan ideologi-ideologinya dan nilai-nilai budaya memainkan peran-peran dalam pembentukan kesusasteraan dunia. Pada akhir seminar pembicara kunci yaitu Budi Darma, Nirwan Dewanto, Lily Rose Tope, Mitsuyoshi Numano, Tony Day, dan Sikorsky Valen sepakat menyatakan bahwa dalam penjabaran konsep sastra dunia kembali peranan institusi akademik sastra penting. Hal itu terjadi karena konsep sastra dunia itu merupakan sebuah impian dan sekaligus sebuah harapan yang mungkin akan tercapai atau tidak. Budi Darma dalam komentarnya mengatakan bahwa dalam pembentukan sastra dunia diperlukan kerja sastra bandingan, sementara itu Nirwan Dewanto mengatakan bahwa sastra dunia merupakan sebuah jagal bagi kesusastraan, Lily Rose Tope mengatakan bahwa kita semua harus menghargai dan menempatkan kembali kelokalan apa pun yang terjadi dalam konsep sastra dunia. Sikorsky Valen dengan bersemangat membacakan sebuah puisi Rusia yang kemudian diterjemahkannya langsung ke dalam bahasa Indonesia. Demikianlah, seminar ini ditutup dengan beberapa komentar tambahan dari peserta seminar yang mendukung sepenuhnya terbentuknya keseimbangan antara lokalitas dan sastra dunia sebagai salah satu ‘suara’ dari dunia ketiga.