Pertemuan Kebahasaan
“Media Massa : Gaya Selingkung Tidak Ada Batas ?” Pusat Bahasa bekerja sama dengan LKBN Antara dan Forum Bahasa Media Massa (FBMM) menyelenggarakan pertemuan kebahasaan di Wisma Antara, Jakarta, pada tanggal 24 Agustus 2006. Pertemuan kebahasaan ini mengangkat tema “Media Massa : Gaya Selingkung Tidak Ada Batas ?”. Hadir sebagai pemakalah, yaitu Dr. Dendy Sugono (Kepala Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional), Mulyo Sunyoto (LKBN Antara), Tendy K. Somantri (Redaktur Pikiran Rakyat), dan Uu Suhardi (Redaktur Koran Tempo). Acara ini dihadiri sekitar lima puluh peserta yang berasal dari berbagai media massa dan penerbit, antara lain Kompas, Pos Kota, Wawasan, Majalah Tempo, Swa, RCTI, Penerbit Grasindo, dan Harvest. Kepala Pusat Bahasa, Dr. Dendy Sugono dalam pemaparan makalahnya mengungkapkan bahwa gaya selingkung adalah gaya bahasa yang dipakai dalam lingkungan tertentu. Surat kabar, misalnya, menggunakan gaya selingkung yang berbeda dengan gaya bahasa di majalah, televisi, atau perguruan tinggi. Antara surat kabar yang satu dengan surat kabar yang lain pun bisa berbeda gaya bahasanya, yang masing-masing dipengaruhi oleh lingkungan kerjanya, atau sesuai dengan kebutuhan berekspresi masing-masing media. Gaya selingkung itu sah saja untuk digunakan asal tidak melanggar kaidah. Tentu saja, ada pengecualian untuk bagian-bagian tertentu yang dianggap perlu. Menurut Dr. Dendy Sugono, gaya selingkung di lingkungan dunia pers memiliki ciri sebagai berikut (1) Menggunakan judul yang dengan sengaja menghilangkan awalan atau sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia untuk menarik perhatian dan menghemat tempat/kolom. (2) Kalimat yang dipilih adalah kalimat yang pendek-pendek. (3) Untuk kutipan tidak langsung tidak selalu menggunakan kata bahwa dan untuk kalimat langsung tidak selalu menggunakan tanda petik (“…”). (4) Sebuah paragraf bisa terdiri dari satu kalimat saja. (5) Pola deduktif digunakan untuk menyusun berita, sedangkan pola induktif untuk tajuk atau opini. Mulyono Sunyoto dari LKBN Antara, bahasa jurnalistik harus singkat, jelas, komunikatif dan sesuai dengan kaidah tata bahasa. Sedangkan salah satu kelemahan dasar bahasa media massa Indonesia hingga kini adalah kekeliruan sintaksis. Gaya selingkung penulisan berita di Antara tanpa batas yang tegas. Akibatnya, banyak terdapat kesalahan sintaksis. Dalam waktu dekat ini, Antara berencana menerbitkan ulang buku pedoman penulisan berita yang sebelumnya pernah menjadi acuan dilingkungan Antara dengan sejumlah perbaikan.