Peranan Sastra Terhadap Pelajar, Pentingkah?
Universitas Muhammadiyah Hamka (Uhamka), Jakarta, menjadi tuan rumah Debat Bahasa antarmahasiswa putaran ketiga dalam rangka Bulan Bahasa dan Sastra 2006 yang dilaksanakan oleh Pusat Bahasa, Depdiknas. Putaran ketiga ini dibagi atas dua sesi. Sesi pertama topiknya adalah, “Pemanfaatan Sains dan Teknologi untuk Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia, Baik atau Tidak?” dan sesi kedua, “Peranan Sastra untuk Pelajar, Penting atau Tidak?” Debat sesi pertama yang diikuti oleh Uhamka, Jakarta, UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta, dan Universitas Ibnu Kholdun, Bogor berlangsung kurang greget. Para peserta debat sepertinya masih kurang menguasai masalah yang dibahas, sehingga debat berjalan lebih mirip sebuah diskusi daripada sebuah debat. Sesi kedua, yang diikuti oleh Uhamka (kelompok A), Universitas Pakuan Bogor (kelompok B) dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (kelompok C), berjalan cukup menarik. Ketiga kelompok tampak bersemangat untuk mengutarakan pendapat kelompok masing-masing. Kelompok A mengatakan bahwa peranan sastra untuk pelajar sangat penting dengan alasan bahwa sastra dapat menumbuhkan nasionalisme (cinta budaya sendiri sehingga dapat menangkis budaya luar), memacu kreativitas untuk berkarya menulis sastra, dan mengajarkan kesantunan (sesuai budaya timur) pada pelajar. Pernyataan kelompok A ini didebat oleh kelompok B yang menyatakan bahwa sastra hanya diperlukan sebagai penambah wawasan saja, tanpa harus mempelajari secara mendalam, hal ini dikarenakan pelajar belum bisa menangkap makna dan mengambil manfaat secara maksimal dari karya sastra. Memasukan materi sastra pada pendidikan formal berarti memaksa mereka yang tidak suka menjadi harus menyukai sastra. Selain berarti memasung kreativitas pelajar, hal ini berlawanan dengan tujuan pendidikan yang ingin menghasilkan generasi yang kreatif. Masalah yang harus dibenahi adalah pengemasan pengajaran sastra yang masih kaku dan rumit. Hal ini akan sangat mempersulit tercapainya tujuan pengajaran sastra yang bermaksud menumbuhkan nilai kehidupan. Sampai sekarang belum terbukti bahwa dengan tidak mempelajari sastra berpengaruh buruk pada moral pelajar. Peranan sastra lebih maksimal jika diterapkan pada pendidikan nonformal. Kelompok C yang duduk dibangku netral berpendapat bahwa sastra mempunyai dua sisi yang berlawanan, mempunyai dampak positif dan juga negatif, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sastra memiliki posisi yang sangat penting, terutama dalam membangun moralitas bangsa yang saat ini mengalami penurunan secara signifikan. Akan tetapi memang masih banyak yang harus diperbaiki terhadap bidang ini bila hendak melibatkan pelajar untuk berperan di dalamnya. Narasumber di sesi kedua, Prof. Dr. Hajid dari Uhamka mengatakan bahwa sastra yang mengutamakan keindahan bentuk bahasa, merupakan refleksi dari keadaan masyarakat itu sendiri. Pemerintah memang perlu menyosialisasikan kegiatan sastra yang baik, karena bisa membantu pembangunan karakter remaja kita, tetapi beliau juga menegaskan bahwa tanggungjawab pengajaran sastra bukan berada di pundak pemerintah, atau guru saja, tetapi melibatkan segenap bangsa Indonesia.