Perayaan Hari Bahasa Ibu Sedunia
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rachman, mengatakan, pada saat ini terdapat 6.000 bahasa yang ada di dunia, dan dari jumlah tersebut 50 persen diantaranya akan musnah. Hal itu disampaikan pada perayaan “Hari Bahasa Ibu Sedunia” di Plasa Gedung A Departemen Pendidikan Nasional, Senayan, Jakarta, Rabu (21/2). Untuk meningkatkan pelestarian bahasa ibu diharapkan agar setiap anak dapat belajar lebih dari satu bahasa. “Selain itu dalam sistem pendidikan dapat diajarkan bahasa ibu, bahasa nasional dan bahasa asing,” kata Arief. Hadir dalam acara tersebut UNESCO Jakarta, Alisher Umarov, Kedutaan Bangladesh yang diwakili oleh Ny. Salma Khan dan Kepala Pusat Bahasa Depdiknas Dr. Dendy Sugono, serta guru dan para pelajar. Menurut Arief perayaan Hari Bahasa Ibu Sedunia yang diselenggarakan pada setiap tanggal 21 Februari, dan sudah berlangsung sejak tahun 1991 berdasarkan persetujuan Sidang Umum UNESCO, yang diharapkan dapat dirayakan setiap tahun. Tujuan dari perayaan Hari Bahasa Ibu sedunia adalah untuk mempromosikan pentingnya keragaman bahasa dunia. Selain itu perayaan ini juga diharapkan dapat memobilisasi individu, organisasi dan pemerintah untuk berbuat sesuatu dalam rangka melestarikan bahasa-bahasa dunia. Hal senada disampaikan Kepala Pusat Bahasa Depdiknas Dr. Dendy Sugono, menurutnya upaya promosi dan pelestarian bahasa ibu atau bahasa daerah di Indonesia perlu digalakkan pada level pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota. "Pasalnya, dalam pelestarian bahasa, kewenangan berada pada pemerintah daerah untuk mengembangkannya hingga pada masyarakat setempat," ujarnya. Menurut Dr. Dendy Sugono, langkah yang perlu dilakukan adalah merevitalisasi bahasa daerah dengan budaya yang ada pada daerah setempat. "Misalnya, pemda di daerah Jawa dapat membudayakan lagi budaya Macapatan atau budaya pantun untuk daerah Melayu," ujarnya. Selain itu pengembangan bahasa daerah sebagai bahasa ibu di Indonesia juga dapat dilakukan dengan mengenalkan bahasa daerah kepada anak-anak sejak dini. "Dalam hal ini, keluarga dan lingkungan masyarakat daerah setempat memiliki peran agar bahasa daerah setempat tidak punah," kata Dr. Dendy Sugono. (hr.)