Kongres Internasional Bahasa Dan Adat Gorontalo I
Menyambut 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional, Pemerintah Provinsi Gorontalo bekerja sama dengan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo (UNG) dan Pusat Bahasa mengadakan Kongres Internasional Bahasa dan Adat Gorontalo I. Kongres berlangsung pada tanggal 13—14 Mei 2008 bertempat di Universitas Negeri Gorontalo. Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Wakil Gubernur Gorontalo, Ir. H. Gusnar Ismail, M.M., dalam sambutannya, dinyatakan bahwa pelaksanaan kongres merupakan langkah yang sangat tepat di tengah laju modernisasi dan kemajuan zaman yang kadangkala telah mengaburkan identitas diri kita, karena sebagaimana diketahui bahwa bahasa merupakan identitas diri dari suatu etnik, sehingga dengan penggunaan bahasa daerah dapat diketahui dari mana seseorang berasal. Menurut ketua panitia, Prof. Dr. Mansoer Pateda, kongres ini diadakan karena berangkat dari keprihatinan akan kelangsungan bahasa dan adat Gorontalo itu yang mempunyai empat tujuan yakni linguistik, sosiologis, pedagogis, serta politis. Dalam keempat tujuan itu tercakup sejumlah ikhtiar yang menginginkan agar bahasa dan adat Gorontalo dapat terjaga kelestariannya melalui sektor pendidikan yang turut disokong kelangsungannya oleh pemerintah daerah setempat. Guru Besar di bidang Linguistik ini juga mengatakan bahwa tiga ragam bahasa Gorontalo nyaris punah yaitu bahasa Atinggola, bahasa Gorontalo, dan bahasa Sumbawa. Prof. Nelson Pomalingo, Rektor Universitas Negeri Gorontalo, dalam sambutannya menyatakan ada beberapa faktor yang mempercepat kepunahan suatu bahasa daerah antara lain adalah banyaknya serapan bahasa asing dalam penggunaan bahasa nasional kita yaitu bahasa Indonesia, faktor lainnya adalah pengaruh modernisasi dan pergaulan yang mana generasi sekarang sudah enggan bahkan malu menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa keseharian atau pergaulan, sehingga mulai sekarang perlu diambil langkah yang tepat untuk menjaga jangan sampai bahasa gorontalo sebagai identitas dari etnis gorontalo akan punah juga. Kegiatan ini diikuti lebih kurang 300 peserta, antara lain dari kalangan akademisi, budayawan, mahasiswa, tokoh adat, pemerhati bahasa dan adat Gorontalo serta sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dalam kongres ini menghadirkan tiga puluh dua pembicara nasional dan empat pembicara internasional.