Mengukuhkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai Pedoman Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Mengukuhkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai Pedoman Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Jakarta, 31 Agustus 2021—Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Badan Bahasa, Kemendikbudristek), mengeluarkan taklimat tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Dalam pertemuan secara daring dengan sejumlah wartawan dari berbagai media, Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, menyampaikan bahwa sejak 28 Juli 2021 Badan Bahasa mengeluarkan Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Nomor 0321/I/BS.00.00/2021 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Menurut Aminudin, keputusan yang ditetapkannya itu merupakan upaya pelaksanaan mandat yang diberikan Mendikbudristek melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pembakuan dan Kodifikasi Kaidah Bahasa Indonesia. Peraturan tersebut memuat tata cara dan tahapan pembakuan dan kodifikasi serta pemutakhiran dan penyebarluasan hasilnya. Pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa Indonesia berupa tata bahasa, tata aksara, kamus, ensiklopedia, glosarium, rekaman tuturan, atau bentuk lain yang sejenis.

“Atas persetujuan menteri, kodifikasi bahasa dilakukan oleh Badan Bahasa. Pembakuan dan kodifikasi kebahasaan terdiri atas berbagai bidang. PUEBI ini merupakan salah satu dari hasil pembakuan dan kodifikasi yang menyangkut tata aksara,” ujar Aminudin.

Selanjutnya, ia mengungkapkan pentingnya menerbitkan keputusan yang meneguhkan keberadaan PUEBI sebagai rujukan kebahasaan yang selama ini digunakan masyarakat luas. “Yang jadi persoalan di masyarakat, muncul pertanyaan bagaimana nasib PUEBI setelah adanya Permendikbudristek  Nomor 18 Tahun 2021 yang mencabut PUEBI terhitung mulai 28 Juli 2021. Kalau sudah dicabut, pedoman mana yang berlaku yang dapat digunakan sebagai rujukan? Padahal, misalnya, PUEBI ini digunakan oleh para guru atau wartawan sebagai rujukan kebahasaan. Pencabutan ini juga dapat berdampak hukum bagi ahli bahasa yang merujuk pada PUEBI ketika memberikan keterangan,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, salah satu pasal dalam Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021 tersebut menyatakan bahwa Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak peraturan tersebut diundangkan. Hal itu kemudian menjadi perhatian di antara sebagian kalangan masyarakat yang selama ini menggunakan PUEBI sebagai salah satu rujukan kebahasaan.

“Nah, penerbitan keputusan ini sesungguhnya untuk memfasilitasi para pengguna bahasa Indonesia supaya tidak terjadi kekosongan hukum. Berdasarkan saran dari berbagi pihak, diberlakukanlah yang ada (PUEBI) terlebih dahulu. Nanti, jika ada tambahan-tambahan baru, perubahannya dilakukan pada kurun waktu selanjutnya,” jelas Aminudin.

Dalam paparan singkatnya, Aminudin menjelaskan bahwa  pembakuan dan kodifikasi bahasa sekurang-kurangnya memiliki urgensi yang mencakupi empat hal, yakni (1) mempertahankan dan memperkuat daya hidup bahasa Indonesia; (2) meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia; (3) meningkatkan daya guna bahasa Indonesia bagi penuturnya; serta (4) meningkatkan daya cipta dan daya dorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Saat menaggapi pertanyaan salah seorang jurnalis yang hadir pada taklimat tersebut, terkait perbedaan antara PUEBI sebelumnya dan PUEBI yang baru diterbitkan ini, Aminudin mengungkapkan bahwa pada dasarnya tidak ada perubahan yang signifikan pada PUEBI saat ini. “Perubahannya, misalnya, baru pada penyempurnaan contoh-contoh. Contoh-contoh dalam bahasa daerah yang dalam PUEBI sebelumnya masih dicetak miring, kemudian tidak lagi dicetak miring karena kata tersebut sudah masuk sebagai bahasa Indonesia. Pada PUEBI yang diterbitkan tahun 2015, kata sowan masih dicetak miring karena kata itu masih menjadi bahasa Jawa dan belum masuk KBBI. Sekarang kata sowan tidak dicetak miring karena kata tersebut sudah masuk ke dalam KBBI,” jelasnya.

“Dalam setahun ke depan kami menargetkan penambahan yang signifikan terhadap PUEBI yang ada. Dengan cara mancadaya dari para pengguna bahasa, termasuk wartawan, hal itu dapat memberikan pemikiran atas hal-hal apalagi yang perlu diatur di dalam PUEBI yang ada,” tambahnya.

Aminudin juga menegaskan bahwa institusi yang dipimpinnya itu akan lebih responsif terhadap segala perubahan terkait dengan kebahasaan yang ada di masyarakat dengan menampung berbagai masukan dari banyak kalangan.

“Penyempurnaan ejaan akan dilakukan secara reguler sebagai cara kita untuk merespons perubahan-perubahan yang ada di masyarakat sebagai pengguna bahasa Indonesia dari berbagai bidang. Perubahan tersebut harus ditetapkan untuk menghindari kesalahpahaman di antara pihak-pihak yang berkepentingan. Nah, rujukannya pasti akan mengarah pada dokumen resmi,” tambahnya.

“Tujuan dari taklimat ini adalah agar kita semua mengetahui bahwa PUEBI yang dicabut berdasarkan Permendikbudristek kemudian diberlakukan kembali dengan penyempurnaan-penyempurnaan sehingga masyarakat bisa menggunakan PUEBI yang baru ini sebagai rujukan untuk tujuan-tujuan berbahasanya,” paparnya seraya menutup pertemuan tersebut. (DR)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa