Seminar Dan Lokakarya (semiloka) Nasional Pengujian Bahasa
JAKARTA--Dalam tugas dan fungsinya untuk menangani masalah kebahasaan khususnya untuk menyambut peluang dan tantangan bagi bahasa Indonesia dalam sertifikasi pendidikan dan pekerjaan pada era pasar bebas, untuk pertama kalinya Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional menyelenggarakan Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Nasional Pengujian Bahasa. Semiloka ini diselenggarakan pada tanggal 20—22 Juli 2010 di Hotel Grand Cempaka, Jakarta. Semiloka ini diselenggarakan di tingkat nasional dengan maksud untuk konsolidasi dalam negeri akan pentingnya penguatan posisi bahasa Indonesia di dalam negeri dan pentingnya rencana internasionalisasi bahasa Indonesia. Semiloka nasional Pusat Bahasa ini diselenggarakan dengan tema “Sertifikasi Pendidikan dan Pekerjaan dengan Ujian Bahasa Sendiri: Peluang dan Tantangan Bahasa Indonesia pada Era Pasar Bebas”. Untuk acara semiloka ini, Pusat Bahasa mengajak dua institusi pemegang kendali dunia pendidikan dan pekerjaan di Indonesia, yaitu Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Dua institusi penting ini akan bekerja sama dengan Pusat Bahasa untuk menggalakkan ujian bahasa sendiri, yaitu bahasa Indonesia, di wilayah kerja masing-masing. Selain BNSP dan BSNP yang akan menyumbangkan gagasannya dalam semiloka ini, hadir pula, antara lain pemakalah dari Kementerian Luar Negeri, pakar pengujian bahasa dari Universitas Negeri Malang, pakar psikometri dari Universitas Gadjah Mada, praktisi jurnalistik dari Persatuan Wartawan Indonesia, dan pakar multimedia dari Universitas Multimedia Nusantara. Secara keseluruhan pemakalah yang berpartisipasi menyumbangkan buah pikiran mereka dalam semiloka ini terdiri atas 7 pemakalah utama, 4 pemakalah lokakarya, dan 22 pemakalah pendamping. Sementara itu, jumlah peserta semiloka ini lebih kurang dua ratus orang, yang terdiri atas para pakar dan praktisi di bidang pendidikan dan bahasa, seperti peneliti, dosen, dan guru bahasa Indonesia dari berbagai daerah di Indonesia. Semiloka nasional ini bertujuan membahas sistem ujian bahasa sendiri yang disebut Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Sistem UKBI ini akan diajukan sebagai sarana sertifikasi berbahasa Indonesia dalam upaya penjaminan mutu jasa pendidikan dan tenaga kerja profesi di Indonesia, terutama untuk menghadapi era liberalisasi pasar jasa. Pada era pasar bebas ini, ada kebutuhan sertifikasi bahasa Indonesia yang belum terpenuhi. Di dunia pendidikan, misalnya, para pendidik dan tenaga kependidikan umumnya belum bersertifikat UKBI untuk menjamin mutu penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengajaran, pendidikan Indonesia telah diupayakan standar mutunya bertaraf internasional. Dalam sambutannya, Agus Dharma, Ph.D., selaku Wks. Kepala Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional, mengatakan bahwa internasionalisasi standar pendidikan Indonesia sering disalahartikan sebagai penggantian bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Sekarang ini ada semacam euforia berbahasa asing di sekolah dan perguruan tinggi dengan sikap abai terhadap bahasa sendiri. Akan kami usulkan agar internasionalisasi pendidikan Indonesia diikuti agenda internasionalisasi bahasa Indonesia. Agenda ini perlu diawali kegiatan menggalakkan sertifikasi pendidikan dengan bahasa sendiri bagi para guru dan dosen. Para guru dan dosen perlu digalakkan untuk meningkatkan mutu penguasaan bahasa Indonesia. Sekarang ini, yang terjadi ialah mereka berlomba-lomba menguasai bahasa asing. Bagi mereka, sertifikasi berbahasa asing lebih bergengsi daripada sertifikasi berbahasa Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, Drs. Mustakim, M.Hum. dalam laporannya mengatakan bahwa sebenarnya telah tersedia sejumlah peraturan perundang-undangan yang memberikan peluang bagi bahasa Indonesia untuk berperan dalam penjaminan mutu jasa pendidikan dan tenaga kerja di Indonesia. Namun, berbagai peraturan tersebut tampaknya belum dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, baik oleh penyedia jasa pendidikan maupun tenaga kerja. Selama ini ukuran penjaminan mutu kedua sektor tersebut masih menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Sementara itu, bahasa Indonesia belum diperankan sebagaimana mestinya. Banyak pihak masih memandang sebelah mata terhadap bahasa Indonesia. Padahal sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk lebih berperan di dalam era global sebagai lambang jati diri dan simbol kedaulatan bangsa. Inilah saatnya bahasa Indonesia harus kita martabatkan. Dengan dilaksanakannya semiloka ini diharapkan tidak hanya akan menghasilkan gerakan moral mengenai pentingnya bahasa Indonesia bagi para pelaku pasar bebas di Indonesia, tetapi juga diharapkan menghasilkan tindakan konkret untuk menggertak siapa saja yang enggan memenuhi aturan wajib berbahasa Indonesia di wilayah Negara Kesatuan Indonesia. Mari kita wujudkan gertakan ini dengan menggalakkan ujian bahasa sendiri, sekurang-kurangnya, dalam rangka sertifikasi pendidikan dan pekerjaan di Indonesia. (cas)(DM)