Revitalisasi Sastra Lisan
Jakarta— Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Rabu, 19 Oktober 2011, menyelenggarakan seminar sehari dengan tema “Revitalisasi Sastra Lisan” di Gedung Samudera, pukul 09.00—16.00. Seminar dihadiri oleh siswa, mahasiswa, guru, dosen, pemerhati sastra, dan karyawan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Seminar dibuka oleh Kepala Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Qudrat Wisnu Aji, S.E.,M.Ed. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa seminar itu merupakan salah satu upaya Badan Bahasa untuk turut merevitalisasi tradisi sastra lisan agar dapat terus dilestarikan. Seminar dilangsungkan dalam dua sesi. Sesi pertama menampilkan pembicara Dr. Tuti Tarwiyah Sam, M.Si. (Universitas Negeri Jakarta) dan Drs Yahya Andi Saputra (Ketua Badan Pemberdayaan Budaya Betawi). Keduanya berbicara tentang tradisi sastra lisan “Rancag Betawi”. Pada sesi tanya jawab, Dr. Tuti dalam menjawab pertanyaan tentang perkembangan Rancag Betawi” mengatakan bahwa “Rancag Betawi” merupakan pantun berkait yang dinyanyikan dengan iringan musik gambang kromong. Pada masa sekarang “Rancag Betawi” sudah mulai terkikis. Selanjutnya, Tuti menjelaskan bahwa sekolah merupakan ujung tombak untuk melestarikan tradisi lisan Betawi. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa untuk mengajarkannya, Rancag Betawi dapat dikreasikan dengan cara menyesuaikan dengan kebutuhan, seperti mengangkat tema lingkungan di sekitar kita. Sesi kedua menampilkan pembicara Anwar Tjen, Ph.D. (Lembaga Alkitab Indonesia). Pada sesi kedua, Anwar Tjen, Ph.D, menjelaskan bahwa hilangnya bahasa lokal akan memengaruhi juga hilangnya budaya lokal. Salah satu ciri kepunahan tradisi sastra lisan dapat dilihat dari usia pelakonnya di atas 50 tahun dan tidak ada regenerasi kelanjutannya. Untuk itu, diperlukan saluran penguat identitas lokal yang mewadahinya dan diperlukan perhatian dari pemerintah. Seminar yang berakhir pukul 16.00 juga ditampilkan pementasan tradisi sastra lisan “Rancag Betawi” dan opera Batak “Dos Roha” yang menarik perhatian peserta. (an/lus)