Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat Menggelar SIBI 2014
Bandung—Indonesia dibangun oleh para pendiri bangsa melalui semangat kebersamaan yang ditopang oleh bahasa. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Prof. Dr. Mahsun, M.S. ketika memberikan sambutan pembukaan Seminar Internasional Bahasa Ibu (SIBI) di Hotel Grand Royal Panghegar, Bandung, Selasa, 19 Agustus 2014.
Selanjutnya, Mahsun menjelaskan bahwa kemajuan bangsa Eropa tidak lepas dari kemampuannya untuk menerjemahkan bahasa Arab ke dalam bahasa Latin untuk menyerap ilmu pengetahuan, begitupun Jepang yang menerjemahkan ilmu pengetahuan bangsa Eropa ke dalam bahasa negaranya. Bahasa ibu sebagai bahasa pertama transformasi ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam melakukan perubahan di masyarakat.
Seminar yang berlangsung selama dua hari (19—20 Agustus 2014) ini diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat. Tema yang diangkat dalam seminar itu adalah “Keragaman Bahasa Ibu: Pesona Khazanah Budaya Bangsa sebagai Penanda Identitas Lokal”.
Kepala Balai Provinsi Jawa Barat, Drs. Muh. Abdul Khak, M.Hum. selaku Ketua Panitia Seminar menjelaskan bahwa seminar bahasa ibu yang keempat ini merupakan bentuk kepedulian terhadap bahasa daerah. Pada kesempatan itu juga Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat mempersembahkan dua majalah daerah Sunda dan Cirebon sebagai upaya pelestarian bahasa daerah. Seminar itu dihadiri 102 orang pemakalah dan 26 orang peserta, 15 orang di antaranya berasal dari Malaysia, satu orang dari Thailand dan dua orang dari Cina.
Dr. Katharina E. Sukamto sebagai salah satu pemakalah menyoroti penelitian yang dilakukannya pada awal tahun 2014 di sebuah sekolah dasar di Gunung Kidul, Yogyakarta. Menurutnya, ada kecenderungan anak menggunakan kosakata bahasa Indonesia tetapi imbuhannya menggunakan bahasa Jawa, contohnya: penggunaan kata artinye padahal dalam bahasa Jawa seharusnya bisa menggunakan kata tegese. Dia juga mengatakan bahwa anak di level usia dini memiliki kecenderungan untuk memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulan sehingga bahasa Jawa terlupakan, hal itu karena tidak ada program khusus untuk mengembangkan bahasa Jawa di sekolah mereka meski sudah ada muatan lokal.
Sementara itu, Dr. Yayah Lumintaintang, APU. memaparkan bagaimana bahasa berkorelasi dengan lingkungan sosialnya, untuk itu konsep berbahasa yang yang baik dan benar melalui media film perlu terus digalakkan. Menurutnya, perkembangan saat ini sudah lebih baik dari tahun sebelumnya.
Pada sidang panel juga diisi oleh pemakalah yang berasal dari negara Malaysia, Prof. Madya Dr. Hj. Siti Khairiah Mohd Zubir. Dalam makalahnya, dia menyampaikan keprihatinannya terhadap penggunaan istilah asing (bahasa Inggris) yang dicampuradukkan dengan bahasa Melayu yang merupakan bahasa ibu negara Malaysia. Ia berharap bahasa Melayu dapat menjadi bahasa ibu yang berperan penting sebagai bahasa resmi dan bahasa intelektual. Selain itu, dalam sidang panel tersebut juga diisi oleh pemakalah kelompok yang berasal dari Komunitas Duta Bahasa Provinsi Jawa Barat, yang terdiri dari Temmy Widyastuti, M.Pd., Ageng Sutrisno, dan Eka Firmansyah, mereka membahas tentang pentingnya mempertahankan bahasa ibu (Sunda) sebagai identitas budaya. Untuk mendukung hal itu, mereka juga telah mempraktekannya dengan terjun langsung ke tengah masyarakat Sunda khususnya kalangan muda di daerah Bandung melalui permainan kosakata bahasa Sunda pada saat hari bebas kendaraan bermotor. (an/nav)