Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan Menyelenggarakan Kongres Internasional II Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan
Makassar— Para pakar bahasa daerah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, berkumpul membicarakan bahasa daerah Sulawesi Selatan. Berbagai masalah bahasa di Sulawesi Selatan yang meliputi penggunaan bahasa daerah, keberadaan sastra daerah, pengajaran bahasa dan sastra daerah, serta pengembangan dan pembinaan bahas daerah Sulawesi Selatan didiskusikan dalam forum Kongres Internasional II Bahasa-Bahasa Daerah Sulawessi Selatan di Hotel Sahid Jaya, Makassar, pada tanggal 1—4 Oktober 2012.
Perhelatan Kongres Internasional II tersebut dilaksanakan oleh Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan serta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kongres itu dibuka oleh Gubernur Sulawesi Selatan, H. Drs. Syahrul Yasin Limpo, S.H., M.H., M.Si. Pembukaan Kongres dihadiri oleh Sekwilda Sulawesi Selatan, Kepala Badan Bahasa, Sekretaris Badan Bahasa, Rektor Univesitas Hasanuddin, Rektor Universitas Makassar, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan, pemakalah, dan para undangan. Acara pembukaan itu juga dimeriahkan dengan tarian daerah Sulawesi Selatan dan musikalisasi puisi daerah.
Dalam sambutannya, Syahrul menekankan pentingnya bahasa daerah. Menurutnya, dalam bahasa daerah melekat jati diri dan karakter. Oleh karena itu, bahasa daerah menjadi tolok ukur peradaban daerah dan bangsa.
“Bahasa daerah harus dijaga agar tidak terhempas globalisasi. Kalau bahasa daerah dibiarkan hilang, kita akan kehilangan identitas. Banyak hal, seperti pakaian dan cara bertata krama, hilang karena globalisasa,” paparnya. Syahrul berjanji bahwa hasil Kongres akan ditindaklanjuti. Untuk itu, akan disusun peraturan daerah di daerah Sulawesi Selatan.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya aksara daerah selain bahasa daerah karena bahasa tidak dapat dilepaskan dari tulisan. Untuk itu, ia berharap kongres selanjutnya juga akan mengangkat aksara daerah sehingga pembahasan masalah bahasa akan utuh. .
Sementara itu, Kepala Badan Bahasa, Prof. Dr. Mahsun, M.S. dalam sambutannya menegaskan masalah identifikasi. Menurutnya, identifikasi yang melekat pada suatu etnis adalah bahasa daerah. Etnis Bugis, misalnya, dapat dikatakan dan diidentifikasi karena ada penandanya, yaitu bahasa daerah Bugis. Oleh karena itu, jika berbicara tentang identitas, yang tampak adalah bahasa karena dalam bahasa itu melekat identitas.
“Secara kebahasaan, pengisi identitas Indonesia adalah bahasa lokal. Bangsa yang mempunyai identitas yang jelas mampu memenangkan persaingan,” lanjutnya.
Tema yang diangkat dalam Kongres Internasional II adalah “Mewujudkan Jati Diri Masyarakat Melalui Revitalisasi Bahasa-Bahasa Daerah di Sulawesi Selatan dalam Bentuk Penguatan, Pemantapan, dan Pelestarian sebagai Usaha Pemerkayaan Bahasa Nasional”. Dalam kongres itu dihadirkan pemakalah dari dalam negeri, antara lain dari perguruan tinggi negeri dan swasta di Sulawesi Selatan dan Balai Bahasa, serta pemakalah dari luar negeri, yaitu Amerika, Australia, Cina, Jepang, dan Korea.
Dalam laporan Kongres Internasional II yang dibacakan oleh Sekretaris Badan Bahasa, Dra. Yeyen Maryani, M.Hum., disebutkan bahwa tujuan Kongres II adalah menghimpun pendapat, gagasan, dan pemikiran para pakar bahasa yang akan digunakan sebagai perumusan kebijakan pelestarian, pemerkayaan dan pembinaan bahasa daerah, khususnya bahasa daerah di Sulawesi Selatan.
Kongres Internasional II tahun ini banyak mendapat perhatian dari masyarakat Makassar. Hal itu terlihat dari jumlah peserta yang hadir mencapai empat ratus peserta. Peserta itu terdiri atas mahasiswa, guru, dosen, sastrawan, budayawan, tokoh masyarakat, serta pemerhati bahasa dan sastra. Dalam kesempatan itu juga diadakan jamuan makan malam oleh Rektor Universitas Hasanuddin (Selasa) dan Rektor Universitas Makassar (Rabu). (lus/mla)