Bahasa Ibu sebagai Sumber Budaya Literasi

Bahasa Ibu sebagai Sumber Budaya Literasi

Bandung—Bahasa ibu merupakan peletak dasar atau fondasi kecerdasan anak, dan bahasa ibu merupakan sumber pengetahuan bagi anak-anak usia dini. Hal itu disampaikan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Dadang Sunendar saat menyampaikan materinya terkait bahasa ibu sebagai sumber budaya literasi di Hotel Grand Tjokro, Bandung, Selasa, 4 Oktober 2016.

Dadang mengatakan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 33 ayat 2, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan, apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan atau keterampilan tertentu. “Jadi, artinya dibuka peluang di tanah air ini, misalnya untuk wilayah-wilayah yang sangat terpencil dengan kemampuan bahasa nasional yang masih terbatas dimungkinkan terjadi, minimal sampai kelas tiga sekolah dasar menggunakan bahasa ibu, selanjutnya menggunakan bahasa nasional,” ungkap Dadang.    

Dadang melanjutkan bahwa menurut penelitian UNESCO (2005), sekitar 50 persen anak-anak yang putus sekolah di dunia, bahasa pengantar di sekolahnya itu tidak sama dengan bahasa sehari-hari yang ada di rumah atau lingkungannya. “Jadi, artinya peran bahasa ibu menjadi sangat penting, meski tetap harus dilihat data 50 persen yang putus sekolah itu di negara mana saja (kemungkinan negara dunia ketiga yang tingkat ekonominya sangat miskin). Kemampuan mereka itu memang sangat mengandalkan bahasa ibu untuk menyerap berbagai ilmu pengetahuan. Saya belum berani mengaitkan data ini dengan cita-cita tingkat literasi kita naik, karena kita harus jujur bahwa hasil penelitian PISA kita tahun 2012 memiliki nilai yang sangat rendah dibandingkan negara-negara lain,” ungkapnya.

Menurut Dadang, peran Badan Bahasa terkait bahasa ibu adalah melakukan program pengembangan bahasa daerah/ibu, pelindungan bahasa daerah/ibu, revitalisasi bahasa daerah/ibu, konservasi dan dokumentasi bahasa daerah/ibu.  “Tetapi, yang melakukan ini bukan hanya Badan Bahasa saja sebagai lembaga pemerintah, kita tahu ada Badan Pusat Statistik (BPS) yang melakukan pendataan secara masif dan massal, Badan Bahasa dengan keterbatasannya tidak mungkin melakukan survei bahasa di seluruh negeri ke seluruh penduduk, jadi kami usulkan (bersurat) kepada Kepala BPS dengan menitipkan pertanyaan-pertanyaan terkait bahasa, itu inisiatif kami meski belum mendapat respons dari BPS,” tutur Dadang.  

Selain itu, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, turut berperan balai dan kantor bahasa yang bekerja sama dengan pemerintah daerah di setiap provinsi untuk mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah.

Pada kesempatan yang sama, pembicara utama yang lain yaitu Prof. Dr. Fatimah Djajasudarma (Guru Besar Universitas Padjajaran) mengatakan bahwa peran bahasa ibu dalam pembentukan karakter bangsa sangat besar karena bahasa daerah/ibu itu adalah aset budaya kita, dan bahasa itu mencerminkan budaya. “Jika menginginkan anak yang memiliki kesantunan, jangan melepas anak sejak usia dini langsung kepada pembantu, karena norma budaya disebarkan dengan bahasa asalnya (bahasa ibu) dan perasaan atau karakter kelompok ditekankan dengan bahasa kelompoknya,” kata Fatimah.   

Bahasa daerah di Indonesia merupakan potensi kekayaan bangsa yang tidak terhingga karena di dalamnya terdapat beragam khazanah budaya yang dijadikan penanda identitas lokal. Keragaman budaya dan perbedaan situasi kebahasaan itu menjadikan tingkat budaya literasi setiap daerah berbeda.

Membangun budaya literasi tidaklah mudah karena masyarakat Indonesia tidak terbiasa untuk membaca dan tidak terlatih untuk menulis. Padahal, membaca adalah jembatan untuk membuka wawasan serta pengetahuan, dan menulis adalah menciptakan karya. Membaca dan menulis belum menjadi budaya sehari-hari masyarakat Indonesia. Kebiasaan membaca dan kemampuan untuk menulis merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk generasi yang tangguh dan dapat bersaing di era global. 

Membangun negara diperlukan orang-orang yang cakap dan berwawasan. Oleh sebab itu, membangun budaya literasi di Indonesia menjadi hal yang sangat  mendesak untuk dilakukan. Seminar Internasional Bahasa lbu tahun 2016 ini merupakan ajang pertemuan para peneliti, pemerhati, dan penggiat bahasa ibu yang menaruh perhatian pada masalah kebahasaan, terutama masalah pembangunan budaya literasi dalam bahasa ibu di Indonesia. Kegiatan ini mencoba mengakomodasi perkembangan, permasalahan, dan solusi dalam membangun budaya literasi di berbagai daerah di Indonesia. (an/sh)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa