Tradisi Lisan Menguatkan Ketahanan Budaya Bangsa
MANADO-- Harkat suatu masyarakat sangat ditentukan oleh budaya dan budaya akan tumbuh dan berkembang jika didukung oleh masyarakat yang menjadi ahli waris sekaligus pelaku budaya itu. Dukungan itu sangat diperlukan untuk mewujudkan situasi yang disebut dengan sadar budaya. Sehingga, meskipun masyarakat berada dalam keanekaragaman kebudayaan luar yang masuk dan mendesak kebudayaan kita, “Masyarakat kita tetap mampu mempertahankan identitas budaya dan tradisi bangsa.” Hal itulah yang disampaikan oleh Walikota Bitung, Hanny Sondakh, yang dibacakan oleh Wakil Walikota Bitung, Max J. Lomban, pada acara pembukaan Seminar Internasional dan Festival Budaya Tradisi IX, yang dilaksanakan di Balai Pertemuan Umum, Kantor Walikota Bitung, Sulawesi Utara, 21-23 september 2014.
Seminar yang diadakan oleh Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) ini menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri, antara lain, Prof. Dr. Wiendu Nuryanti (Wamendikbud), Prof. Dr. Wardiman Djojonegoro (mantan mendikbud), Prof. Dr. Edi Sedyawati (mantan dirjenbud), Prof. Dr. Robert Sibarani (Universitas Sumatera Utara), Ir. Hugua (Bupati Wakatobi), Margaret Kartomi (Australia), Chua Soo Pong (Singapura), Eivind Falk (Norwegia), Kim Geung Seub (Korea Selatan), Savitri Elias (Jepang), Cai Jincheng (China), Stefan Danerek (Swedia), dan Dick van der Meij (Belanda). Semua pembicara bersemangat “Merayakan Keragaman Tradisi sebagai Warisan Budaya (Celebrating Diversity of Traditions as Cultural Heritage)”, yang diangkat sebagai tema Seminar, dengan subtema: Tradisi Lisan dan Komunitas Lokal dalam Penyelamatan Alam dan Lingkungan, Pemberdayaan Masyarakat Peduli Tradisi, Peranan Tradisi Lisan dalam Penyelesaian Konflik, dan Tradisi Lisan: Jembatan Masa Lalu Menatap ke Masa Depan.
Selain para peneliti tradisi lisan dari berbagai universitas di Indonesia, Seminar ini juga diikuti oleh berbagai elemen masyarakat di kota Bitung, antara lain, tokoh masyarakat, budayawan, kepala sekolah, pejabat yang berhubungan dengan pendidikan dn kebudayaan, guru Seni dan Budaya, serta jajaran TNI dan Polri. Para peserta cukup antusias mengikuti Seminar yang berlangsung dari pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore ini. Rata-rata peserta mendukung kegiatan Seminar itu dan berharap tradisi dan budaya asli Indonesia tetap bertahan karena mengandung banyak nilai-nilai kebaikan atau kearifan lokal.
Dalam laporannya, ketua ATL, Prof. Dr. Pudentia, mengatakan bahwa kegiatan seminar yang dilaksanakan oleh ATL sudah berlangsung sejak tahun 2003 dan terus berlangsung hingga sekarang. Dan, sejak tahun 2009 ATL yang bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah memberikan bea siswa kepada 214 calon magister dan doktor di bidang kajian tradisi lisan. Di antara penerima bea siswa itu juga ada yang berasal dari Sulawesi Utara, yaitu mahasiswa dari Universitas Negeri manado dan Universitas Sam Ratulangi.
Seminar yang terselenggara berkat kerja sama ATL dengan Pemerintah Kota Bitung, Direktorat Penghayatan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemendikbud, Balai Pelestarian Nilai Budaya Manado, dan Balai Bahasa Sulawesi Utara, Kemendikbud ini akhirnya hanya menampilkan sembilan belas pembicara dari 85 pembicara yang direncanakan, karena kendala teknis. Pembicara yang belum sempat tampil akan diundang pada acara seminar ATL selanjutnya di Wakatobi, yang direncanakan diselenggarakan pada bulan April 2015.(MLA)