Badan Bahasa Menyelenggarakan Penyuluhan di Daerah Bontonompo
Makassar—Keragaman bahasa daerah akan menguatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan adanya perkembangan yang dinamis terhadap penggunaan bahasa melalui media yang semestinya memperhatikan kesantunan bertutur perlu peran serta Lembaga Sensor Film dan Komisi Penyiaran Indonesia untuk meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa dan sastra Indonesia dalam rangka penguatan NKRI, hal itu diungkapkan Kepala Bidang Pemasyarakatan, Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikbud, Drs. Mustakim, M.Hum. dalam pembukaan kegiatan Peningkatan Sikap Positif Masyarakat terhadap Bahasa dan Sastra dalam Rangka Penguatan NKRI di Tiga Wilayah yang diselenggarakan di Desa Tamallayang, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, Rabu, 22 Oktober 2014.
Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulselbar, Drs. Adri, M.Pd. memaparkan bahwa dengan kondisi keterbatasan SDM yang dimiliki sebanyak 52 orang ditambah wilayah kerja baru yang meliputi Sulawesi Barat menjadikan Balai Bahasa harus bisa memenuhi wilayah kerjanya di 24 Kabupaten di Sulsel dan 6 Kabupaten di Sulbar. Hal itu memerlukan proses untuk bisa menjangkau semua. Tetapi, hal itu tidak menjadi penghalang dalam upaya meningkatkan pengembangan, pelindungan, pembinaan, dan pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah, salah satunya adalah memasukkan 75 entri istilah bahasa daerah ke dalam KBBI, mendokumentasikan bahasa daerah, dan penambahan aksara lontara sebagai nama jalan di kota Makassar.
Salah satu pemateri, Harlina, memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pemilihan kata agar tidak terjadi kesalahpahaman, tetapi justru dapat menumbuhkan kesantunan dalam beretika. Sedangkan pemateri lain, Mardi menekankan konteks berbahasa Indonesia yang mengacu pada tempat dimana digunakannya.
Kemajuan teknologi dan informasi di masa modern sekarang ini memang memiliki pengaruh positif dan negatif bagi masyarakat. Salah satu pengaruh negatifnya adalah semakin menurunnya sikap positif masyarakat, terutama para generasi muda, terhadap bahasa Indonesia. Mereka lebih suka menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, sebagai instansi Pemerintah yang diberi tugas untuk melaksanakan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia (Permendikbud No. 1 Tahun 2012, Pasal 770), merasa ikut bertanggung jawab dalam upaya menumbuhkan kembali sikap positif masyarakat Indonesia terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi bangsa Indonesia dan merupakan bahasa persatuan, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36, yaitu “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Jadi, sudah seharusnya seluruh rakyat Indonesia menguasai dan dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Akan tetapi, pada kenyataannya sebagian rakyat yang tinggal di daerah 3T (daerah terpencil, tertinggal, dan terluar) ternyata masih ada yang belum memahami dan menguasai bahasa Indonesia. Bahkan, ada pula yang sama sekali tidak dapat berbahasa Indonesia. Hal itu tentu saja membuat pemerintah, terutama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, sangat prihatin. Oleh karena itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa terus melakukan kegiatan pemasyarakatan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik di pusat maupun di daerah. Dengan demikian, diharapkan nanti masyarakat di seluruh tanah air Indonesia, baik yang ada di kota maupun di pelosok desa dapat berbahasa Indonesia secara baik dan benar.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari (22—23 Oktober 2014) itu diselenggarakan atas kerja sama Badan Bahasa, Balai Bahasa Provinsi Sulselbar, dan Kantor Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa. Sementara itu, peserta kegiatan adalah masyarakat umum sebanyak 65 orang. Selain di Provinsi Sulawesi Selatan, kegiatan serupa juga dilakukan di Provinsi Kalimantan Tengah dan Maluku Utara. (an)