Sastra Daerah Memperkaya Pemahaman Konsep Bineka Tunggal Ika
Denpasar—Karya sastra di Indonesia sangat beragam, terutama karya sastra yang menggunakan bahasa daerah atau sastra daerah. Keberagaman yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia itu kalau tidak dikelola dengan baik bisa mengganggu kebersamaan atau bahkan memecah kesatuan bangsa dan negara kita.
“Oleh karena itu, tugas kitalah merajut keberagaman medium ekspresi-ekspresi sastra yang menggunakan bahasa-bahasa lokal ini (agar) mampu memperkaya pemahaman kita tentang konsep kebinekaan dan ketunggalikaan.”
Hal itu dikemukakan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Prof. Dr. Mahsun, M.S., dalam acara pembukaan “Seminar Nasional Sastra Indonesia dan Daerah” di Hotel Inna Shindu, Bali, Rabu, 29 Oktober 2014.
Seminar yang bertema “Peran Sastra dalam Merperkukuh Martabat Bangsa” dan diikuti oleh sekitar seratus peserta itu diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Bali, tanggal 29—30 Oktober 2014.
Dalam kesempatan itu juga, Mahsun memperkenalkan sebuah kajian sastra yang disebutnya Geosastra atau Sastra Geografis (beranalogi dari geolinguistik). Geosastra intinya mencoba melihat keterhubungan satu ekspresi sastra dalam bahasa yang berbeda.
Mahsun mencontohkan cerita yang berjudul “Batu Bertangkup”. Cerita “Batu Bertangkup” yang ada di Medan sama persis dengan cerita yang ada di Taliwang, Sumbawa Barat, hanya tokohnya yang berbeda. Dari hal itu, ia mengambil hipotesis bahwa sastra pun bisa dirunut “kesatuasalan” atau ke satu sumber. Akan tetapi, Mahsun mengakui bahwa tidak semua bentuk dan jenis sastra dapat dirunut ke satu sumber.
Sementara itu, dalam laporannya, Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali, Drs. I Wayan Tama, M.Hum, mengatakan bahwa peran sastra dalam membangun peradaban bangsa merupakan isu yang menarik untuk dibicarakan dalam konteks keindonsiaan kini.
Masyarakat Indonesia yang menjadi bagian dari komunitas global mengalami perubahan sosio-kultural dengan cepat seiring perubahan kehidupan dunia global. Dinamika kehidupan manusia Indonesia yang mulai bergeser dari kehidupan agraris menuju kehidupan modern dalam waktu yang elatif singkat, berpengaruh pada perilaku sosial, solidaritas sosial, dan peradaban bangsa.
Oleh karena itu, karya sastra Indonesia dan daerah diharapkan mampu berperan dalam tataran ideal memberikan sumbangsih pada penanaman nilai-nilai yang adiluhung dalam rangka membangun peradaban bangsa.
Seminar yang bertujuan menggali nilai-nilai karya sastra dengan cara pandang kritis, kreatif, dan inovatif itu menampilkan lima pemakalah utama dan sembilan belas pemakalah pendamping.
Pemakalah utama adalah, Prof. Dr. Mahsun, M.S. (Kepala Badan Bahasa, Jakarta), Radhar Panca Dahana (kritikus sastra, Jakarta), Ida Bagus Gede Agastia (budayawan dan pakar sastra Bali, Denpasar), Dr. Siobhan Campbell (Sidney University), dan Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt (Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana).
Pemakalah pendamping terdiri atas dosen dari berbagai universitas di Indonesia, guru SMA dan SMP, serta Kepala Balai Bahasa dan staf peneliti di Balai/Kantor Bahasa. (mla)