Balai Bahasa DIY bersama Emha Ainun Nadjib dan Kiai Kanjeng Gelar Lesehan Bahasa dan Sastra

Balai Bahasa DIY bersama Emha Ainun Nadjib dan Kiai Kanjeng Gelar Lesehan Bahasa dan Sastra

Yogyakarta—Dalam rangka perayaan Puncak Acara Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2016, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar “Lesehan Bahasa dan Sastra Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta bersama Emha Ainun Nadjib dan Kiai Kanjeng” pada hari Senin, tanggal 31 Oktober 2016, bertempat di Graha Wana Bhakti Yasa, Jalan Kenari 14, Yogyakarta. Kegiatan yang mengusung tema "Martabatkan Bahasa dan Sastra Rayakan Kebinekaan'' merupakan satu rangkaian dengan acara kebahasaan dan kesastraan yang telah dilaksanakan selama bulan Oktober 2016, bertempat di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan I Dewa Nyoman Oka 34, Yogyakarta.

Dalam sambutannya Dr. Tirto Suwondo, selaku Kepala Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta menjelaskan bahwa bulan Oktober adalah bulan istimewa bagi negara Indonesia, karena pada tanggal 28 Oktober warga negara Indonesia memperingatinya sebagai hari Sumpah Pemuda, dan bagi Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, setiap bulan Oktober juga diperingati sebagai Bulan Bahasa dan Sastra.

Tirto Suwondo juga menjelaskan tentang beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam acara Bulan Bahasa dan Sastra di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, dan pada malam hari itu merupakan puncak dari semua kegiatan tersebut. Acara lesehan bahasa dan sastra yang dilaksanakan sengaja tidak menggunakan bangku dan hanya beralaskan tikar anyaman, karena menurutnya, tikar ini lebih mendekatkan hati kita dengan hati yang lain, dibandingkan menggunakan bangku. Di samping itu, juga disediakan gerobak angkringan yang ditujukan untuk melayani penyajian makan malam bagi seluruh peserta acara, hal ini juga menambah nilai keakraban diantara peserta yang hadir.

Kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2016 tersebut bertujuan menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat Yogyakarta terhadap bahasa dan sastra Indonesia dalam rangka memperkokoh jati diri bangsa. “Rangkaian acara ini sekaligus sebagai “laporan pertanggungjawaban” bahwa Balai Bahasa DIY sejauh ini telah turut serta dalam pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra bagi masyarakat Yogyakarta,” jelas Tirto Suwondo

 Pada kesempatan lain, Tirto Suwondo mengungkapkan bahwa bahasa dan sastra Indonesia yang merupakan budaya dari bangsa Indonesia harus dijaga dan dirawat keberadaannya. “Dengan acara ini diharapkan masyarakat dapat bersama-sama memaknai bahasa dan sastra Indonesia sebagai hasil kebudayaan Bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dirawat keberadaannya. Terkait dengan hal tersebut, bahasa Indonesia, termasuk sastra di dalamnya, memegang peranan yang amat penting dalam pendidikan karakter bangsa. Hal itu karena dengan mencintai bahasa Indonesia berarti juga mencintai bangsa Indonesia karena bahasa pada hakikatnya juga merupakan simbol identitas bangsa. Karakter yang bertumpu pada kecintaan dan kebanggaan terhadap bahasa dan bangsa seperti itu pada dasarnya juga merupakan refleksi dari kecintaan dan kebanggaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pilarnya,” ungkap Dr. Tirto Suwondo.

Sementara itu, Emha Ainun Nadjib bersama Kiai Kanjeng membawakan beberapa syair lagu yang menceritakan tentang keprihatinannya terhadap kondisi di politik dan pemerintahan di Indonesia saat ini. Hal tersebut dituangkan dalam syairnya yang berjudul  “Garuda Sepi”,  yang menceritakan tentang rasa sengsara, penderitaan, dan nasib Garuda di Indonesia. Garuda seperti menjadi hiasan maya, Garuda yang dulu dipuja sekarang dihina. Berikut lirik syair lagunya,

     “Setiap hati garuda, dijunjung tanpa jiwa, menjadi hiasan maya, oleh hati yang hampa.

     Dengan rindu tiada tara, saat kau kembali gundah, disayang tanpa cinta, dipuja dan dihina

Selain syair lagu Garuda Sepi itu, ada beberapa lagi syair lagu lainnya yang bermakna untuk menyemangati kita dalam memaknai kehidupan ini dengan sikap yang positif dan membangun.

Dalam acara itu juga disajikan penampilan sejumlah penyair Yogya untuk membacakan puisinya, yakni Iman Budhi Santosa, Mustofa W. Hasyim, Prof. Suminto A. Sayuti, Sutirman Eka Ardhana, Raudal Tanjung Banua, Rina Ratih, Ulfatin Ch., Evi Idawati, Fitri Merawati, dan Mutia Sukma. Di samping itu, juga ditampilkan tayangan film dokumenter profil Balai Bahasa DIY yang telah berdiri sejak 1940-an hingga tahun 2016.

Dalam kegiatan itu juga diadakan sesi penyerahan cendera mata dari Balai Badan Bahasa kepada Danrem Korem 072 Pamungkas, Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (yang diwakili oleh Kapolsek), Sekretaris Daerah Kabupaten Bantul,  Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman, Sekretaris Daerah Kabupaten Gunung Kidul, Sekretaris Daerah Kabupaten Kulon Progo, Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, dan Sekretaris DPRD Daerah istimewa Yogyakarta. Sementara itu juga diumumkan para pemenang lomba sayembara penulisan novel 2016, pada Bulan Bahasa dan Sastra di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain,

  • peringkat 1 adalah R. Toto, dengan judul “Mentaok”,
  • peringkat 2 adalah Dwi Wahyu Hamzah, dengan judul “Aini Tidak Memerlukan Ayah”, dan
  • peringkat 3 adalah Ardhini Pangastuti, dengan judul “Larasati”.

Kegiatan itu juga menyajikan pementasan musikalisasi puisi yang berjudul “Antara Tiga Kota” karya Emha Ainun Nadjib, dari SMA Bobkri 1 Yogyakarta, yang merupakan pemenang Juara 2, Lomba Musikalisasi Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh lebih dari 1000 peserta, yang berasal dari Instansi Pemerintahan, Kepolisian, Komunitas Bahasa dan Sastra, Mahasiswa, Siswa SMA, Tenaga kependidikan, dan Masyarakat Umum. (nav).

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa