Badan Bahasa Terus Upayakan Bahasa Daerah Turut Memperkaya Bahasa Indonesia

Badan Bahasa Terus Upayakan Bahasa Daerah Turut Memperkaya Bahasa Indonesia

Palangkaraya—Sejak diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, pada tanggal 28 Oktober 2016 lalu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)  V Daring telah diakses oleh 8.011 orang per hari, namun hal itu tidak membuat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berhenti melakukan pengayaan dan pemutakhiran kosakata, terutama yang berasal dari bahasa daerah.

Dalam upaya untuk terus memperkaya dan memutakhirkan bahasa Indonesia dengan kosakata bahasa daerah, Badan Bahasa bekerja sama dengan Balai Bahasa Kalimantan Tengah, dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Tengah mengadakan Diseminasi Program Pengayaan Kosakata yang ditujukan kepada lembaga adat, komunitas, akademisi, guru, dan mahasiswa di Aula Kantor LPMP Palangkaraya, Selasa, 8 November 2016.    

Dalam sambutannya, Kepala Balai Bahasa Kalimantan Tengah, Drs. Haruddin, M.Hum., mengatakan bahwa kegiatan ini untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia dengan dukungan bahasa daerah yang ada di Kalimantan Tengah. “Indonesia yang terdiri atas 700-an bahasa daerah merupakan modal dasar kita untuk pengembangan bahasa Indonesia, bahasa Indonesia ke depan akan menjadi bahasa pergaulan dunia, mari membuat bahasa Indonesia ini kaya dengan kosakata bahasa daerah,” kata Haruddin.  

“Bahasa Indonesia berkembang seiring perkembangan zaman, sesuai dengan sifatnya yang dinamis, sederhana, mudah dipelajari, dan demokratis,” tutur Haruddin.

Selanjutnya, Haruddin mengatakan bahwa diseminasi sendiri mengandung makna penyebarluasan ide atau gagasan. “Gagasan yang dimaksud disini adalah pengayaan kosakata, dengan mengangkat bahasa daerah Kalimantan Tengah ke dalam KBBI melalui program pengayaan kosakata ini,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Subbidang Kosakata, Azhari Dasman, M.Hum., selaku narasumber berharap suatu saat mimpi bahasa Indonesia berkembang seperi bahasa Inggris dapat terwujud, yaitu bahasa yang dapat digunakan dalam semua ranah kehidupan sampai pada hal terkecil sekalipun, dan bagaimana KBBI dapat menyamai keberadaan Oxford English Dictionary (OED).

“Salah cara untuk mendukung hal itu adalah dengan memperkaya kosakata bahasa Indonesia, kenapa tidak, kita yang mempunyai 700 lebih bahasa daerah dengan 1000 suku, kita dapat memperkaya bahasa Indonesia dengan konsep-konsep yang ada dalam suku-suku tersebut, yang memang tidak ada dalam bahasa Indonesia. Ide ini kami teruskan melalui beberapa program yang akan mempermudah kita semua untuk menyumbangkan, dan mengusulkan kosakata dari bahasa daerah masing-masing untuk menjadi bagian dalam KBBI dan menjadi kosakata bahasa Indonesia,” kata Azhari.

KBBI pertama yang terbit pada tahun 1988, merupakan hasil kompilasi, yaitu gabungan dari beberapa kamus, antara lain Kamus Indonesia, Harahap (1951), Kamus Melayu Bahasa Indonesia, St. M. Zein, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta (1976), dan Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa (1983). KBBI ini memuat sebanyak 62.100 entri atau lema, sedangkan saat ini, KBBI V telah memuat 127.036 lema dan makna.

Lebih lanjut, menurut Azhari, sejak tahun 2008  (KBBI Edisi IV), Badan Bahasa mulai mengumpulkan istilah dari bahasa daerah. “Bukan tidak ada bahasa daerah di KBBI sebelumnya, tetapi belum sebanyak ini, jadi mulai KBBI Edisi IV dan V, kami sudah mulai mengumpulkan istilah-istilah khas yang  berasal dari bahasa daerah, mulai dari ujung Sumatera sampai ke ujung Papua,” tutur Azhari.

Selain itu, pada KBBI V telah dilakukan apa yang disebut “Urun Daya”, yaitu program yang melibatkan masyarakat luas. “Jadi, masyarakat turut mengirimkan kosakata bahasa daerah dalam bentuk apa saja, baik melalui slip, format Microsoft Excel, aplikasi pengayaan kosakata, dan melalui internet (KBBI V Daring),” ungkap Azhari.

Sementara itu, menurut Azhari, syarat agar kosakata bahasa daerah dapat diterima dalam KBBI adalah bentuk kosakatanya unik, atau belum ada dalam bahasa Indonesia, contohnya bakar batu, yang merupakan konsep penyajian makanan di Papua, dipadankan dengan konsep hot plate, istilah asing yang ada dalam penyajian masakan di restoran. Kemudian, bentuknya seturut dengan kaidah bahasa Indonesia, artinya konsepnya tidak menyalahi kaidah bahasa Indonesia (sesuai pelafalan fonotaktik masyarakat Indonesia yang berasal dari berbagai suku), artinya kalau pelafalan tidak sesuai akan ada masyarakat dari satu atau dua suku yang tidak bisa melafalkannya. Selanjutnya, bentuknya memiliki konotasi yang positif di kalangan pengguna, artinya kata itu ketika digunakan tidak ada konotasi negatif yang membuat orang berpikir lain hal, dan yang terakhir kata itu enak didengar, artinya ketika diucapkan sangat enak didengar (eufonis).   

Narasumber lain yang mengisi kegiatan ini adalah Dr. Arnusianto M. Mage, M.A., yang menjelaskan tentang kosakata bahasa daerah di Kalimantan Tengah, dan Adi Budiwiyanto, M.Hum., yang menjelaskan tentang cara menggunakan aplikasi pengayaan kosakata (android dan iOS), dan KBBI V Daring.

“Kegiatan ini sangat bagus, karena menjadikan saya lebih tahu tentang perkembangan bahasa baru dalam KBBI, terutama dengan adanya KBBI V Daring, semakin memudahkan saya dalam mengerjakan tugas dari kampus, dan hal ini akan menjadi acuan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Saya berharap, kegiatan ini akan terus disosialisasikan, karena banyak orang yang belum tahu tentang program pengayaan kosakata,” kata Ariyan Topan, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palangkaraya yang menjadi peserta dalam kegiatan ini. (an)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa