Seminar Nasional Bulan Bahasa: Bahasa Indonesia sebagai Identitas dan Integrasi Bangsa di Era Globalisasi

Seminar Nasional Bulan Bahasa: Bahasa Indonesia sebagai Identitas dan Integrasi Bangsa di Era Globalisasi

Makassar—Bahasa Indonesia sebagai Identitas dan Integritas Bangsa di Era Globalisasi menjadi tema kegiatan Seminar Nasional Bulan Bahasa yang digelar oleh Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Jumat—Sabtu, 11—12 November 2016, di Hotel The Banua, Jalan H. Bau, No. 7, Makassar, Sulawesi Selatan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki fungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, identitas nasional, alat pemersatu bangsa, dan kebanggaan bangsa. Berdasarkan fungsi itulah, seyogianya seluruh elemen bangsa ini menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Bangga berbahasa Indonesia oleh seluruh warga negara Indonesia mencerminkan semangat nasionalis dan cinta tanah air. Hal itulah yang melatarbelakangi diadakannya Seminar Nasional Bulan Bahasa Tahun 2016 tersebut.

Dalam sambutannya, Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum. selaku Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menjelaskan bahwa bahasa Indonesia adalah jati diri bangsa, yang juga merupakan bahasa negara, bahasa komunikasi, dan bahasa pengantar pendidikan. Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24, Tahun 2009, tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. “Bahasa Indonesia adalah jati diri bangsa, bahasa negara, bahasa komunikasi, bahasa pengantar pendidikan dan seterusnya. Hal tersebut terdapat dalam peraturan perundangan yang kita miliki,” jelas Dadang Sunendar.

Seiring dengan berjalannya waktu dan dinamika kehidupan masyarakat yang berkembang dewasa ini, penggunaan bahasa Indonesia terasa mulai melemah, kondisi yang memprihatinkan itu melemahkan bahasa Indonesia sebagai identitas nasional dan alat pemersatu bangsa. Kondisi krisis identitas dan ancaman disintegrasi bangsa diperkuat oleh semakin berkembangnya penggunaan bahasa asing yang merupakan tuntutan era globalisasi, namun tanpa disadari hal tersebut telah menurunkan kadar kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap bahasa Indonesia. Keprihatinan yang terjadi di masyarakat itulah yang menjadi perhatian pemerintah, khususnya Badan Bahasa, civitas akademika, dan pemerhati bahasa, terhadap kondisi fungsi dan posisi penggunaan bahasa Indonesia saat ini. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan diselanggarakannya kegiatan-kegiatan seminar semacam ini. “Kondisi saat ini di tanah air memang sudah sangat memprihatinkan, kalau kondisi bahasa Indonesia ini sudah betul-betul mantap, mungkin tidak terlalu banyak pertemuan seperti ini, terutama di universitas-universitas, dalam forum asosiasi-asosiasi, dalam forum komunitas bahasa dan sastra, dan forum lainnya. Alasannya sebetulnya tunggal dalam bahasa Indonesia ini, yaitu kita semua ingin lebih memartabatkan bahasa negara yang kita cintai, dan kami Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memang memiliki tugas dalam hal pengembangan dan pembinaan bahasa,” tambah Dadang.

Dadang Sunendar menegaskan bahwa banyak alat pemersatu suatu bangsa, tetapi di Indonesia, bahasa Indonesia menjadi satu-satunya alat pemersatu utama bangsa Indonesia. “Bahasa Indonesia mungkin satu-satunya alat pemersatu utama bangsa Indonesia ini, banyak alat pemersatu lainnya, tetapi bukan karena saya orang Badan Bahasa, dan kita semua bekerja dalam bidang bahasa. Namun harus diakui bahwa satu-satunya alat pemersatu NKRI yang pertama di negeri ini adalah bahasa Indonesia. Kenapa? karena dari penjuru barat sampai ke timur, dari Sabang sampai Merauke, yang menyatukan kita adalah bahasa Indonesia ini, bahasa negara kita ini,” tegas Dadang Sunendar.

Kita harus bersyukur atas jasa para pejuang bangsa Indonesia, bahkan sebelum kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, suara rakyat Indonesia sudah bulat, bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa negara yang telah dicetuskan dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928. “Intinya bahwa, sangatlah tidak mudah menyatukan ribuan suku yang ada di tanah air ini, dengan lebih dari tujuh ratus bahasa daerah, bahkan bisa lebih, untuk memiliki kesepakatan yang demikian bulat untuk memiliki sebuah bahasa negara yaitu bahasa Indonesia” jelas Dadang Sunendar.

Kepala Badan Bahasa mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin, yang sudah mengambil langkah dan inisiatif untuk melaksanakan kegiatan seminar tersebut, dalam rangka memperkuat jati diri bangsa Indonesia melalui bahasa negara.

Sementara itu, Dr. H. A. B. Takko, M.Hum. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia, Universitas Hasanuddin, menerangkan bahwa kegiatan kegiatan seminar nasional tersebut merupakan seminar kedua sejak tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Departemen Sastra Indonesia, Universitas Hasanuddin. Hal ini didasari oleh adanya kegelisahan terhadap nilai yang terkandung dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928. “para leluhur telah berkreasi dengan sangat cerdas, menyapa kaki satu bahasa dari ratusan bahasa yang ada di Indonesia. Ketika itu, yaitu bahasa melayu untuk diangkat menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, itulah semangatnya, namun saat ini dalam era globalisasi, bangsa Indonesia, seperti sudah tidak bangga lagi untuk berbahasa Indonesia, padahal kita saat ini ingin mengembalikan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, itu dijabarkan lagi dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009. Tapi hari ini kita masih lupa akan hal itu, apakah harus kita berikan sanksi hukum, seperti sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang disusun oleh ahli hukum yang lain,” jelasnya.

Kegiatan seminar tersebut juga turut menampilkan beberapa makalah yang disajikan oleh pemakalah utama antara lain, Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum. (Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) dengan judul Bahasa Indonesia sebagai Jati Diri Bangsa di Era Globalisasi; Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana (ahli bahasa Universitas Gadjah Mada) dengan judul Permainan Bahasa dan Nama-nama Badan Usaha di Yogyakarta; Prof. Dr. Tadjuddin Maknun. S.U. (Wakil Dekan Bidang Akademik, Universitas Hasanuddin) dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rendahnya Nilai Bahasa Indonesia dan Ujian Nasional SLTA di Sulawesi Selatan; Prof. Dr. Lukman, M.S. (Dosen Senior Universitas Hasanuddin) dengan judul Sikap Bahasa Pelaku Usaha terhadap penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Nama Tempat usaha dan nama produk di kota Makassar; dan Prof. Dr. Abdul Hakim Yassi, M.A. (Rektor Universitas Satria Makassar) dengan judul Pemetaan Pola Sistem dan Strategi Kesantunan Etnik Sosial Bar Harmonisasi Kehidupan Sosial Bertetangga.

Seminar tersebut dihadiri oleh sekitar 300 orang yang berasal dari berbagai kalangan, baik itu dari pemerintah, akademisi, budayawan, pemuda, maupun masyarakat umum. (nav).

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa