Metodologi Berperan dalam Meningkatkan Kualitas Penelitian
Jakarta—“Suatu penelitian itu harus mempunyai hubungan antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya, sehingga antara hipotesis dengan masalah ada hubungannya, selanjutnya merekonstruksi dan membuat langkah-langkah analisis secara metodologis, karena setiap metode mempunyai keunggulan masing-masing terhadap setiap masalah yang akan dipecahkan”. Hal itu diungkapkan, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Prof. Dr. Mahsun, M.S. saat memberikan materi mengenai Metodologi Penelitian Bahasa secara Diakronis pada Pelatihan Metodologi Penelitian, Rabu, 3 Juni 2015, di Hotel Santika TMII, Jakarta.
Selanjutnya, Mahsun memberikan contoh penelitian dalam kasus bahasa serumpun Austronesia melalui afiksasi (proses pembentukan kata dengan cara menggabungkan afiks pada bentuk dasar atau juga dapat disebut sebagai proses penambahan afiks atau imbuhan menjadi kata) dan reduplikasi (proses pengulangan kata atau unsur kata) dalam kekerabatan bahasa yang dikaitkan dengan tataran bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik).
Bagi para pembelajar bahasa, istilah sinkronis dan diakronis merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi, karena linguistik dapat mempelajari bahasa secara sinkronis dan secara diakronis, studi sinkronis adalah kajian atau deskripsi bahasa, yang tanpa dihubungkan dengan sejarah bahasa tersebut, sedangkan studi diakronis adalah kajian bahasa dari aspek sejarahnya, melalui perbandingan antara kondisi bahasa dari kurun waktu tertentu dengan kondisi bahasa pada kurun waktu lain, sehingga dapat di ketahui perbedaannya serta perkembangan suatu bahasa pada waktu ke waktu. Studi sinkronis disebut juga studi deskriptif, sedangkan studi diakronis disebut juga sebagai studi historis komparatif atau linguistik bandingan.
Pelatihan bagi peneliti yang diselenggarakan dari tanggal 1—6 Juni itu dilaksanakan dengan tiga metode yaitu (1) ceramah yang dikombinasikan dengan kesempatan tanya jawab, (2) diskusi yang memacu peserta untuk membahas topik permasalahan dalam kelompok diskusi, dan (3) sumbang saran peserta, agar aktif mengeluarkan pendapat atau pemikiran tentang hal yang berkaitan dengan permasalahan aktual yang terjadi dan memformulasikannya ke dalam suatu topik yang lebih terarah.
Salah satu peserta, Itmam mengakui pelatihan ini menambah wawasannya dalam membuat suatu metode penelitian.
“Kegiatan seperti ini bagus, semoga dapat dilanjutkan serta dibuat formulasi yang seimbang agar lebih menarik lagi”, kata peneliti bahasa ini.
Kegiatan pelatihan itu diselenggarakan semata-mata agar peserta lebih memahami tentang tugas pokok dan fungsinya sebagai peneliti sehingga nantinya bisa diterapkan pada unit kerja masing-masing secara baik dan profesional. (an/nav)