Seminar Politik Bahasa 2015: Mengawal Bangsa Besar dengan Berawal Bahasa
Jakarta—“Para pendiri bangsa telah memilih bahasa sebagai fondasi dalam membangun keindonesiaan”. Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Prof. Dr. Mahsun M.S. ketika memberikan sambutan pada pembukaan Seminar Politik Bahasa yang mengangkat tema mengangkat tema “Mengawal Bangsa Besar dengan Berawal Bahasa”, Kamis, 4 Juni 2015, di Hotel Best Western, Jakarta.
Seminar itu diselenggarakan dalam rangka 70 tahun lahirnya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, serta untuk merumuskan kembali kebijakan penanganan kebahasaan dan kesastraan, paling tidak untuk beberapa tahun ke depan (1—15 tahun), merujuk pada seminar sebelumnya yang diselenggarakan pada tahun 1975 dan 1999.
Dalam paparannya, Mahsun mengatakan bahwa “Jika kita mencermati di dalam sumpah pemuda terdapat pengakuan untuk bertanah air satu dan berbangsa satu, tetapi karena ada realitas kebinekaan dalam bahasa lokal (659 bahasa lokal, data penelitian Badan Bahasa sampai tahun 2014) maka dibuat dengan pernyataan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia bukan berbahasa satu bahasa Indonesia”. Untuk itu, menurutnya bahasa adalah benang pengikat yang paling fundamental dalam membangun keindonesiaan.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Dr. Sugiyono selaku ketua panitia menjelaskan bahwa “Tonggak politik bahasa adalah adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang menampung aspirasi utama rumusan seminar politik bahasa sebelumnya, dan kondisi terkini adalah adanya tantangan yang tertuang pada pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 itu yang mewajibkan pemerintah Indonesia mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional”.
Seminar yang akan berlangsung selama tiga hari, 3—6 Juni 2015 itu juga dimaksudkan menyikapi tantangan baru itu, selain untuk melengkapi rumusan dua seminar politik bahasa sebelumnya dan menyisir kembali hal-hal yang perlu dicantumkan dalam arah kebijakan nasional dalam membina, mengembangkan, dan melindungi bahasa dan sastra.
Ada sembilan pemateri utama dalam seminar itu dan diikuti oleh 253 peserta yang berasal dari para pangambil kebijakan pemerintahan dan kalangan pakar, pendidik (dosen dan guru), sastrawan, budayawan, pemuda, dan peminat serta pemerhati bahasa dan sastra. (an/tri)