Menumbuhkan Sikap Positif dalam Berbahasa Indonesia untuk Mewujudkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Internasional
Jakarta—“Sikap berbahasa sebagian pemimpin bangsa dan kalangan terpelajar kita yang lebih menggemari penggunaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, berpotensi memperlambat terwujudnya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional”. Hal itu dikemukakan oleh Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji, Prof. Dr. Syafsir Akhlus, M.Sc. saat memberikan materinya yang berjudul “Bahasa Melayu sebagai Bahasa Pendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia” pada hari kedua Seminar Politik Bahasa, Jumat, 5 Juni 2015, di Hotel Best Western, Jakarta.
Untuk itu, diperlukan kepercayaan diri yang kuat dari segenap elemen bangsa kita untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia, hal itu menaikkan posisi tawar kita di kalangan masyarakat internasional karena ketegasan sikap para pemimpin dan rakyat nusantara kala itu memungkinkan bahasa Melayu mendapat tempat terhormat, tak terkecuali dalam pandangan bangsa asing, sikap tersebut haruslah dimiliki juga oleh para pemimpin dan rakyat Indonesia agar bahasa Indonesia juga dapat menjadi bahasa internasional, tambahnya.
Sementara itu, Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana selaku pemateri kedua dalam seminar itu mengungkapkan bahwa “Besamya jumlah bahasa sekaligus beragam-ragam etnis pemakainya di satu sisi merupakan modal yang besar untuk melaksanakan pembangunan, tetapi sekaligus membawa konsekuensi besar bagi terancamnya pembangunan bila perbedaan-perbedaan tidak dikelola secara baik”.
Etnik-etnik pemakai bahasa harus hidup nyaman dalam sebuah harmoni yang bersinergi secara dinamis, dan hal ini hanya akan tercapai jika tumbuh saling pengertian bahwa di antara mereka tidak satu pun lebih unggul daripada yang lainnya karena satu sama lain saling membutuhkan, dengan kesadaran ini, konflik yang mungkin terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya, dan semangat persatuan dapat diwujudkan dengan senyata-nyatanya, lanjutnya.
Linguis atau para ahli bahasa memiliki peranan yang sentral, dengan pengetahuan kebahasaannya dapat bersinergi dengan para ahli di bidang cabang ilmu yang lain, mampu memberi dasar pengetahuan akan kesamaan atau kesetaraan antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, antara sikap dan perilaku etnik yang satu dengan etnik yang lain, sehingga perbedaan itu harus diterima sebagai suatu keniscayaan, dan dijadikan modal yang berharga di dalam membangun Indonesia atas dasar semangat kebinekaan. (an/tri)