Seminar Nasional Bahasa Ibu 2017, Merawat Bahasa Ibu sebagai Pembentuk Jati Diri Bangsa

Seminar Nasional Bahasa Ibu 2017, Merawat Bahasa Ibu sebagai Pembentuk Jati Diri Bangsa

Jakarta, Badan Bahasa — Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah memetakan vitalitas 52 bahasa daerah.  Dari 52 bahasa tersebut terdapat 11 bahasa daerah yang sudah punah,  3 bahasa berstatus kritis, 12 bahasa berstatus terancam punah, 2 bahasa berstatus rentan, 12 bahasa berstatus terancam punah, dan hanya 12 bahasa yang berstatus aman (seperti bahasa Jawa, Aceh, Bali, dan Sentani).

Sehubungan dengan itu, Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan Seminar Nasional Bahasa Ibu yang membahas tentang isu-isu vitalitas bahasa ibu dengan tema “Peningkatan Vitalitas Bahasa Daerah untuk Memperkokoh Bahasa Indonesia”.

“Saat ini, generasi muda kita semakin jauh dari bahasa daerah. Saya menyarankan agar ketika memiliki anak dan memiliki bahasa ibu, maka turunkan kepada anak-anak kita, belajar bahasa ibu langsung dari dua sumber (ayah dan ibu) merupakan suatu anugerah. Kita harapkan nantinya anak-anak kita menguasai berbagai bahasa karena sebenarnya sebagian besar masyarakat kita adalah dwibahasawan (menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerah). Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. Dr. Dadang Sunendar saat membuka Seminar tersebut di Aula Gedung Samudra Badan Bahasa, Jakarta, Rabu, 22 Februari 2017. 

Menurut Dadang, terkait fungsi bahasa daerah telah tertuang pada pasal 6 ayat 1, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, disebutkan bahwa bahasa daerah berfungsi sebagai pembentuk kepribadian suku bangsa, peneguh jati diri kedaerahan, dan sarana pengungkapan serta pengembangan sastra dan budaya daerah dalam bingkai keindonesiaan.

“Beberapa pemerintah daerah sudah memiliki peraturan tentang pelindungan bahasa daerah, antara lain, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan akan menyusul Sumatera Utara. Sementara kita (Badan Bahasa) membantu melalui peran Balai dan Kantor Bahasa yang ada di daerah,” tutur Dadang.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan (Pusbanglin), Dr. Hurip Danu Ismadi menuturkan bahwa seminar ini sangat penting, “Tidak hanya sekadar memperingati bahasa ibu, tetapi kita menggelorakan kembali bahwa bahasa ibu tidak mungkin kita lewati dalam sejarah kehidupan kita, anak-anak kita juga harus digelorakan tentang pentingnya bahasa ibu,” tutur Danu.

Ia juga mengungkapkan bahwa melalui kegiatan ini diharapkan dapat memicu kita dalam melestarikan bahasa daerah masing-masing dan memunculkan generasi-generasi muda yang peduli terhadap pelestarian bahasa daerah.

Seminar ini menghadirkan 14 pemakalah, dengan satu pemakalah kunci yaitu Prof. Dr. Dadang Sunendar (Kepala Badan Bahasa), empat pemakalah utama dalam panel pleno yaitu Dr. Hurip Danu Ismadi (Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan), Prof. Dr. Djoko Saryono (guru besar Universitas Negeri Malang), Rahmat Taufik Hidayat (Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage Bandung), dan Dr. Agus Suhardjono (pegiat BIPA dan Direktur Wisma Bahasa Yogyakarta), serta sembilan pemakalah panel pararel (peneliti Badan Bahasa dan akademisi). Sedangkan, peserta seminar berjumlah 150 orang, yang berasal dari kalangan dosen, guru, peneliti, dan mahasiswa. (an)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa